Howard Carter, Lord Carnarvon dan Hari Ini dalam Mitos Kutukan Tutankhamun
JAKARTA—Lembah Para Raja, hari ini di tahun 1922. Pelan-pelan, dengan kehati-hatian seorang dokter bedah mengorek usus pasiennya, seorang pekerja mencongkel batu yang diyakini sebagai penutup makam Firaun terkenal Mesir pada zamannya, Tutankhamun.
Lebih dari tiga millennium, alias 3000 tahun, penguasa Mesir itu bisa mengecoh para pencuri makam yang haus akan emas berlian yang dibawanya mati. Namun hari itu, pencuri makam modern yang legal atas nama ilmu pengetahuan, Howard Carter, tak lagi bisa ditipu dengan beragam kamuflase. Ia menemukan tubuh baku sang Pharaoh, mumi yang tak lagi menghardik agar penggalian itu berhenti.
Tiga pekan sebelumnya, Carter yang telah menggali tiga tahun lebih dan nyaris frustrasi itu terbelalak saat dirinya yakin menemukan tangga ke makam Tuth. Hilang sudah rasa lelahnya menggali sekian lama, plus ancaman Lord Carnarvon setahun lalu untuk menyetop pembiayaan.
Hari itu, setelah mencongkel sebuah lubang untuk mengintip ke dalam, arkeolog dan ahli Mesir kuno itu memberikan lilin kepada bouwheer yang membiayai penggaliannya selama ini, Lord Carnarvon.
“Kau melihat sesuatu?” tanya Carnarvon sebelum mengambil lilin yang diberikan Carter. “Ya,” jawab Carter. “Aneka macam benda yang mahal dan menakjubkan.”
Howard Carter lahir di London, Inggris, anak Samuel Carter, seorang seniman. Pada usia 17, 1891, ia dikirim Egypt Exploration Fund untuk membantu Percy Newberry dalam penggalian dan merekam Middle Kingdom di makam Beni Hasan. Bahkan pada usia muda carter telah dikenal sangat inovatif dalam meningkatkan metode menyalin dekorasi makam. Pada 1892 ia bekerja di bawah pengawasan Flinders Petrie selama satu musim di Amarna, ibu kota yang didirikan Firaun Akhenaten. Pada 1894-1899 Ia kemudian bekerja dengan Édouard Naville di Deir el-Bahari, untuk merekam dinding relief di Candi Hatshepsut.
Pada tahun 1899, Carter diangkat sebagai kepala inspektur pertama Egyptian Antiquities Service (EAS). Ia mengawasi sejumlah penggalian di Thebes (sekarang dikenal sebagai Luxor) sebelum dipindahkan pada 1904 ke jawatan Inspektorat Mesir Hilir. Carter mundur dari Dinas Kepurbakalaan pada 1905, setelah terjadinya Saqqara Affair, antara penjaga situs Mesir dengan sekelompok turis Prancis.
Carter yang sempat mengalami masa-masa sulit, akhirnya dipekerjakan oleh Lord Carnarvon untuk mengawasi penggalian baru pada tahun 1907. Setelah itu Lord Carnarvon membiayai penggalian Carter di Lembah Para Raja dari 1914, meski sempat terhenti oleh Perang Dunia I sampai 1917. Carnarvon sangat tidak puas karena penggalian bertahun-tahun itu tanpa hasil memadai, hingga pada awal 1922 itu mengancam Carter untuk menghentikan dananya.
Ada yang luput dari perhatian semua orang, di hari penuh suka cita 26 November 1922 itu. Seekor atau mungkin lebih nyamuk menusukkan belalai ke kulit rentan bangsawannya dan mengisap darah biru Lord Carnarvon. Entah nyamuk dari mana. Bisa jadi nyamuk dari zaman Mesir purba. Nyamuk-nyamuk itu menghadiahi pemilik arena Pacuan Kuda Newbury dan penyokong utama dunia otomotif Inggris di awal-awal industry mobil itu bakteriErisipelas. Beberapa bulan setelah penemuan besar itu, ia meninggal di Hotel Continental-Savoy, Kairo.Kematiannya menjadi bahan spekulasi, termasuk membangkitkan kembali mitos ‘Kutukan Tutankhamun’ yang kuat beredar di masyarakat Mesir.
Kepada Carter, Tutankhamun (sich!) lebih berbaik hati. Ia baru pulang ke ‘dunia bawah’, bersatu dengan Tuth setelah menderita Limfoma, di Kensington, London, pada 2 Maret 1939, di usianya yang ke-64. Sebagian menyatakan lamanya hidup Carter itu menepis mitos kutukan Firaun. Sebagian lagi, para pendukung mitos kutukan, melihat akhor hidup Carter yang di-ganggayong limfoma, justru menjadi bukti kuat adanya kutukan itu. [ ]