Kemenag Pusat Diminta Perketat Izin Pesantren

Selama ini izin operasional pesantren dikeluarkan pusat.
JERNIH-Paska terungkapnya kasus Herry Wirawan selaku pengurus pondok pesantren di Kota Bandung yang dengan diketahui memerkosa belasan santriwatinya, Kemenag Kabupaten Sumedang mengirim surat yang isinya menyarankan kepada Kemenag Pusat untuk memperketat izin operasional suatu pesantren.
Hal tersebut dilakukan Kemenag Kabupaten Sumedang sebab selama ini izin operasional pesantren dikeluarkan pusat.
“Kita dari Jawa Barat memberikan usulan ke pusat terkait izin operasional pesantren, supaya tidak gampang mengeluarkan izin operasional karena izin operasional ini dikeluarkan oleh pusat,” kata Kasi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Kementerian Agama, Kabupaten Sumedang, Azis Kawakibi, pada Sabtu (11/12/2021).
Saran ke Kemenag pusat merupakan hasil rapat koordinasi yang telah digelar belum lama ini di Kabupaten Subang.
“Nanti dalam waktu dekat, para Kanwil dan Kabid Kemenag se-Indonesia juga akan dikumpulkan kembali oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag,”.
Azis juga meminta para orangtua agar selektif jika hendak menyekolahkan anaknya di pondok pesantren, memastikan pula dahulu kondisi riil lingkungan pesantren yang akan dituju. Jangan lupa juga memastikan legalitas pondok pesantren tersebut.
“Kepada orang tua harus lebih selektif, harus dipastikan kondisi riil lingkungannya, izin operasionalnya dan secara resmi sudah diketahui atau terdaftar di Kemenag,”
Tidak sedikit lembaga pendidikan pesantren yang belum memiliki izin dari Kemenag namun sudah berani membuka penerimaan siswa.
“Sekarang banyak yang ngaku-ngaku pesantren tapi tidak ada izinnya,”. Saat ini di Sumedang tercatat 279 pondok pesantren yang telah terdaftar dan mengantongi izin operasional di Sumedang.
“Ponpes di Sumedang ada 279 yang telah terdaftar,” sebutnya.
Seperti diketahui, seminggu ini masyarakat digemparkan peristiwa mengenaskan yang dialami 12 santriwati Pesantren Madani Boarding School karena diperkosa Herry Wirawan, pemilik pesantren tersebut.
Ternyata Sekolah yang berada pengelolaan Yayasan Pendidikan Sosial Manarul Huda Antapani ini, hanya mempunyai satu guru, yaitu Herry sendiri. Santrinya yang semuanya perempuan berusia 13 tahunan tak pernah belajar.
“Di pesantren tersebut Herry bertindak sebagai pengelola dan guru tunggal. Tidak ada pengajar lain di pesantren tersebut.” (tvl)