Mengantar Matahari Terbenam di Bukit Nio Lena, Ende
Berwisata alam ke Wolotopo dapat menikmati wisata bukit, wisata pantai sekaligus wisata ke kampung adat.
JERNIH-Jika pergi ke Kota Ende, jangan lupa melihat matahari terbenam di Bukit Nio Lena yang terletak di daerah Wolotopo. Dari situ matahari terasa lebih besar ukurannya dibanding tempat lain.
Memerlukan waktu sekitar 30 menit dari kota Ende untuk sampai disana. Jika kesulitan mencari arah, cukup ketik Bukit Nio Lena Wolotopo maka google map akan memberi petunjuk dan mengantar kita sampai tujuan.
Untuk sampai Bukit Nio Lena, kita harus menyusuri jalan yang berada dilereng bukit. Pemandangannya bagus karena disatu sisi jalan terdapat pantai yang airnya biru dan bersih. Jika kita kesana saat bulan purnama kita bisa melihat kura-kura yang sedang bertelur di sepanjang pantai.
Tempat wisata Bukit Nio Lena saat ini dikelola Petrus Petrus Fi dan anaknya Adrianus Fi. Sang anak Andri baru saja lulus S1 Akuntansi Widia Mandala Surabaya tahun 2020. Pensiunan PLN ini bercerita bahwa ia telah lama bercita-cita mengelola tanah leluhurnya.
“Secara konsep sudah sejak delapan tahun lalu ingin membangun tempat ini. Namun baru mulai dikerjakan sejak bulan Maret 2020,”.
Untuk dapat melihat matahari terbenam secara sempurna, kita bisa lakukan dari Bukit Nio Lena atau dari pantai yang ada di bawah Bukit.
Jika ingin melihat dari atas bikit, kita harus naik ke puncak Bukit Nio Lena. Ada anak tangga yang sudah dibangun oleh Petrus.
“Ada anak tangga. Jumlahnya 77 buah,” kata Petrus menjelaskan jumlah anak tangga yang telah dibangunnya.
Petrus saat ini tengah membangun kamar mandi sebagai salah satu pelengkap sarana tempat rekreasi.
“Kedepan, disini akan dilengkapi dengan taman bunga, rumah adat, kafe dan pusat kegiatan tenun ikat sarung adat,”. Kata Petrus menyampaikan rencananya dengan rasa optimis.
Petrus kemudian menjelaskan arti nama Nio Lena yang dijadikan nama Bukit.
“Nio artinya Kelapa, Lena nama leluhur yang mewariskan tanah kepada kami. Lena adalah seorang Mosa Laki sekaligus kepala suku Atarobo Wolotopo. Saya Petrus Fi pewaris generasi ke 7 dari Leluhur Lena,” kata Petrus.
“Beberapa ratus tahun silam Lena menanam kelapa ditempat ini. Sehingga tempat ini oleh penduduk setempat dinamakan Nio Lena hingga sekarang.”.
Di Bukit Nio Lena kita bisa menikmati makanan khas NusaTenggara Timur, seperti; Ubi lumut (uwi kaju lamu), Ubi Rebus dan ubi goreng (uwi kaju jaka noo uwi kaju seo), Keladi putih rebus (uwi tua jaka), Ubi Tatas rebus dan goreng (Ndora Jaka noo Seo), Pisang Rebus dan Goreng (muku jaka noo muku seo), Urap daun Ubi dan daun pepaya (ngetha wunu uwi dan ngetha wunu teka jawa), Sambal Teri Wolotopo (mesi koro ika loo), Sambal jeruk nipis (mesi koro mude), Ikan bawo kering bakar (ikan asin bakar).
Jangan lupa pesan minum kopi sebab kopi di Nio Lina bukan kopi scahet. Kalau tidak suka kopi bisa pesan kelapa muda.
Tepat di bawah Bukit Nio Lena terdapat Pantai Ma’u Watu Rajo atau pantai batu perahu. Di Pantai itu terhampar batu bulat . Disamping itu terdapat batu hitam semacam batu karang yang menurut cerita berasal dari perahu yang terdampar dipantai itu. Disamping batu perahu terdapat Watu Jara atau batu kuda.
“Rajo perahu besar merupakan kendaraan, transportasi untuk menghubungkan penghuni laut dan darat. Sedangkan Watu Jara atau kuda kendaraan, merupakan transportasi untuk menghubungkan darat dan laut. Dua jenis kendaraan ini yang dipakai oleh NITU ( Dewa, Dewi laut dan darat ),” kata Petrus menjelaskan.
Tidak jauh dari Bukit Nio Lena terdapat kampung adat Wolotopo dan megalitikum kuburan batu leluhur. Jika saat berkunjung ke Bukit Nio Lena dan beruntung bertemu dengan pak Petrus, Ia akan dengan senang hari mendampingi ke kampung adat Wolotopo dan memberi penjelasan semua hal tentang kampong adat tersebut.
Selamat melihat matahari terbenam dari Bukit Nio Lena Wolotopo. (tvl)