Kisah selanjutnya berubah 180 derajat, sejauh timur dan barat. Ayah ibu dan keponakannya kini menghormati Vasil tanpa syarat. Begitu juga kepala sekolah dan para kolega sesama guru yang mendadak jadi fans berat. Transisi perubahan kehidupan pribadi Vasil menjadi seorang tokoh nasional dipenuhi dialog cerkas, tajam-lucu, membuat penonton menertawakan kehidupan demokrasi Ukraina yang penuh gincu palsu. Akan tetapi, sejatinya, dialog-dialog tersebut memantulkan kondisi mutakhir di banyak negeri yang selalu berpromosi menjunjung tinggi demokrasi meski sesungguhnya takluk pada kekuasaan pitih, cuan, fulus, money yang dikendalikan tangan-tangan oligarki.
Oleh : Akmal Nasery Basral*
JERNIH—Negara adalah sebuah buku terbuka berisi narasi nonfiksi dan fiksi yang berpilin. Ambil contoh Ukraina yang sebulan terakhir dikoyak ambisi Vladimir Putin.
Sisi nonfiksi kontemporer drama militer yang sedang terjadi seakan menggenapi nubuat imajinasi fiksi domestik negeri Eropa Tengah itu sejak 2015–nyaris sewindu lalu–melalui serial televisi “Sluha Narodu”. Dikemas dengan gaya satire politik yang segar, serial yang dalam bahasa Inggris berjudul “Servant of the People” ini memikat rakyat Ukraina sehingga diproduksi sampai berjalan tiga musim, bahkan dibuatkan versi layar lebar.
“Sluha Narodu” berpusat pada kehidupan seorang guru sejarah SMA bernama Vasily Petrovych Holoborodko, 37 tahun. Dia fasih mengutip aneka kalimat bijak beragam tokoh dunia dari pelbagai peradaban. Namun kehidupan pribadinya berantakan. Bercerai dengan istri yang membawa pergi anak semata wayang mereka, Vasil harus tinggal bersama orang tuanya yang juga menampung seorang cucu remaja mereka, anak kakak Vasil.
Di apartemen sempit ketinggalan zaman itu (“TV seperti milik kita ini hanya tinggal dua di dunia. Satu di rumah ini, satu lagi di museum negara,” gerutu sang ayah), eksistensi Vasil sama sekali tak dihormati. Keponakan perempuannya yang centil selalu menyerobot kamar mandi dan berlama-lama, sementara Vasil pun harus menyetrika baju sendiri sembari pontang-panting menyiapkan kopi dan sarapan karena sang ibu emoh membantu.
Usai kehebohan rutin pagi hari, Vasil menggenjot sepeda putihnya ke sekolah. Para murid menyambut ramah, namun stresnya bertambah. Sebab begitu ada agenda dadakan yang melibatkan murid, maka sekolah akan mengorbankan jadwal pelajaran sejarah yang diberikannya, bukan mata pelajaran lain. Pelajaran sejarah dianggap tak sepenting matematika yang tak bisa diganggu-gugat.
Vasil tak terima dan berdebat sengit dengan seorang kolega guru. Dari perasaan dianaktirikan oleh manajemen sekolah, sang guru sejarah nyap-nyap dan memberondongkan sumpah serapah kelakuan pejabat negara yang korup dan serakah, tapi selalu berlagak mendaku sebagai “pelayan masyarakat” dengan pongah.
Kemarahan Vasil yang sudah sampai ubun-ubun, diam-diam direkam seorang muridnya dan diunggah ke YouTube, meledak menjadi tontonan viral di tengah persiapan pilpres Ukraina. Tak ada rumah tangga yang tak menonton. Mereka setuju dengan kemarahan sang guru sejarah yang mengutuk kelakuan oligarki dalam mengendalikan banyak pion, dari capres hingga anggota dewan pembuat undang-undang yang bekerja bak spion. Vasil menyembur murka, “Kalau saja saya, seorang guru sejarah, bisa jadi presiden negeri ini, saya akan benar-benar menjadi pelayan masyarakat. Benar-benar melayani.”
Jumlah penonton video yang menembus angka jutaan membuat para murid Vasil punya ide lain. Mereka diam-diam menggalang crowdfunding untuk dana kampanye sang guru. Vasil tak pernah menanggapi serius ide itu, sampai jumlah dana minimal yang dibutuhkan berhasil dikumpulkan. Vasil tak punya pilihan lain selain ikut bertarung sebagai calon independen. Tanpa parpol, tanpa bohir.
Pada setiap survei, namanya selalu terpental di luar 10 besar. Tak pernah jadi favorit pemenang. Namun satu pagi saat Vasil terbangun, pada H+1 pemilihan, pintu rumahnya diketuk Perdana Menteri yang menyapa dengan hormat, “Selamat pagi Tuan Presiden.” Televisi menyiarkan kemenangan Vasil yang dramatis karena meraup 60 persen suara pemilih.
Kisah selanjutnya berubah 180 derajat, sejauh timur dan barat. Ayah ibu dan keponakannya kini menghormati Vasil tanpa syarat. Begitu juga kepala sekolah dan para kolega sesama guru yang mendadak jadi fans berat. Transisi perubahan kehidupan pribadi Vasil menjadi seorang tokoh nasional dipenuhi dialog cerkas, tajam-lucu, membuat penonton menertawakan kehidupan demokrasi Ukraina yang penuh gincu palsu. Akan tetapi, sejatinya, dialog-dialog tersebut memantulkan kondisi mutakhir di banyak negeri yang selalu berpromosi menjunjung tinggi demokrasi meski sesungguhnya takluk pada kekuasaan pitih, cuan, fulus, money yang dikendalikan tangan-tangan oligarki.
Jika sampai di sini Anda menyangka ini semua hanya fiksi, maka bersiaplah untuk kejutan berikutnya. Sebuah nonfiksi yang tak kalah mendebarkan.
Popularitas serial “Sluha Narodu” a.k.a. “Servant of The People” yang begitu meroket, membuat sebuah partai politik didirikan dengan nama persis sama pada Maret 2018. Pada hari terakhir tahun itu, menjelang senja 31 Desember yang beku, nama calon presiden dari Sluha Narodu pun diumumkan untuk pilpres Juli 2019.
Siapa calon presiden dari Sluha Narodu yang nekat itu? Tak lain dari sang pemeran guru sejarah Vasily Holoborodko. Nama aslinya adalah Volodymyr Oleksandrovych Zelenskyy, aktor dan komedian penggagas dan pemrakarsa serial televisi yang disukai rakyat Ukraina itu dan kini bisa ditonton pemirsa seluruh dunia melalui jaringan Netflix.
Dalam versi fiksi Vasily Holoborodko terpilih sebagai presiden dengan meraup 60 persen suara. Dalam dunia nonfiksi Volodymyr Zelenskyy meraih suara lebih fantastis lagi dengan 73 persen suara, menumbangkan dengan telak presiden petahana Petro Poroshenko (2014-2019) yang hanya kebagian 25 persen suara, sehingga gagal memperpanjang kekuasaan untuk masa jabatan kedua. Zelenskyy dilantik sebagai presiden keenam Ukraina untuk mewujudkan visi dan mimpinya sebagai “pelayan rakyat” sejati. Apakah keinginan Zelenskyy akan terwujud?
Waktu yang akan membuktikan, terlebih di tengah ujian superberat yang sedang dilakukan Putin terhadap Ukraina yang kian compang-camping dari hari ke hari. Waktu juga yang akan menunjukkan apakah Zelenskyy akan berhasil menjadi “pelayan sejati” yang bertahta di hati rakyatnya atau menjadi “pelayan oligarki” global yang tak pernah mengenal teritori negara dalam mengendalikan jaring-jaring kekuasaan.
Namun satu hal sudah jelas. Fiksi tak selalu fiktif. Fiksi punya pesona dan kekuatan misteriusnya sendiri yang mampu mengubah energi imajinasi menjadi kenyataan mandiri. Sementara nonfiksi selalu punya celah fiktif yang menggoda. Dari praktik lancung sertifikat fiktif mafia tanah atau laporan keuangan fiktif di tingkat perusahaan, sampai ide melestarikan kekuasaan dan memperpanjang masa jabatan yang selalu merayu syahwat penguasa di berbagai negara meski jelas-jelas menumbur konstitusi dan amanah rakyat. Negara adalah sebuah buku terbuka berisi narasi nonfiksi dan fiksi yang berpilin. Dia menjadi rusak ketika penuh aktivitas “pelayan masyarakat” yang sibuk bermuslihat dan menyusun taktik licin. [ ]
*penulis, telah meluncurkan 24 buku, termasuk “Naga Bonar Jadi Dua”, “Sang Pencerah”, dan dwilogi “Buya Hamka”