POTPOURRI

QRIS Menunjukkan Taring Berekspansi ke Luar Negeri

QRIS telah berkembang dari solusi domestik menjadi alat strategis dalam memperluas inklusi finansial dan memperkuat kedaulatan pembayaran Indonesia. Mengapa AS “ketakutan”?

JERNIH –  Amerika Serikat sedang kebakaran jenggot. Penyebabnya bukan konflik geopolitik, bukan pula urusan militer, melainkan sebuah kode hitam-putih sederhana yang di Indonesia kita kenal dengan nama QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard).

Bagaimana tidak, dalam laporan 2025 National Trade Estimate (NTE), lembaga perdagangan AS, USTR (United States Trade Representative), terang-terangan menyebut QRIS sebagai hambatan dagang (trade barrier). Sistem pembayaran digital ini, bersama GPN (Gerbang Pembayaran Nasional), dinilai membatasi akses pemain asing seperti Visa dan Mastercard ke pasar Indonesia.

Bahkan USTR bilang, perusahaan AS tidak diberi kesempatan untuk berkontribusi dalam pembentukan kebijakan QRIS, sehingga sistemnya dianggap tertutup dan kurang transparan. Model pembayaran online ini oleh AS dianggap menyimpan transaksi di dalam negeri, mengurangi akses perusahaan asing terhadap data konsumen untuk strategi layanan dan pemasaran. Malah model QR domestik seperti ini bisa menjadi inspirasi bagi negara lain, mengurangi dominasi jaringan pembayaran global dan memperkuat kedaulatan digital negara berkembang.

QRIS telah berkembang sangat signifikan sebagai fasilitas pembayaran. Skala pengguna dan merchant (domestik) hingga akhir 2023 mencapai 29,6 juta merchant dan  menembus 43,4 juta pengguna, di mana 92 % merchant adalah UMKM. Pertumbuhan domestik meningkat dimana transaksi QRIS tumbuh 169 % YoY di Q1 2025.

QRIS adalah produk kedaulatan Indonesia. Menurut Achmad Nur Hidayat, ekonom yang pendiri Narasi Institite sistem seperti QRIS adalah hak wajar untuk melindungi infrastruktur ekonomi domestik dan inklusi keuangan. Ia menyebut kritik AS dianggap wajar dalam dinamika global, tetapi tidak harus menggeser kebijakan nasional. BI menyatakan terbuka untuk kerja sama internasional, termasuk dengan AS, dan menyatakan bahwa Visa/Mastercard tetap memiliki peran kuat di sektor kartu kredit domestik.

QRIS tumbuh cepat karena berbagai alasan. Di antaranya faktor kepraktisan  dan hemat biaya, cukup scan QR—tidak perlu menukar uang fisik, cari money changer, atau antre di ATM. Tidak ada biaya tambahan tersembunyi. Transaksi real-time dengan konversi langsung, semua konversi mata uang dilakukan otomatis, transparan, dan cepat.

Dari sisi keamanan, QRIS menggunakan standar EMVCo yang berlaku global, aman dan terpercaya. Tentu pula model pmebayaran seperti ini mendukung pariwisata dan UMKM. Turis bisa lebih mudah bertransaksi di merchant lokal yang berarti UMKM Indonesia bisa lebih cepat dan luas diakses oleh turis mancanegara.

Di era teknologi keuangan digital, QRIS meningkatkan inklusi finansial. Biaya rendah, implementasi mudah (hanya perlu QR code dan smartphone) membuat QRIS cocok digunakan oleh UMKM dan masyarakat luas.

QRIS kini setidaknya telah dapat digunakan di tiga negara ASEAN. Layanan yang sudah terintegrasi dengan QRIS melalui sistem seperti PromptPay (Thailand), DuitNow (Malaysia), dan NETS/SGQR (Singapura).

Kabar gembiranya, sejak 17 Agustus 2025, warga Indonesia sudah bisa bertransaksi di Jepang dan China menggunakan QRIS, tanpa perlu menukar uang tunai. Bebrapa negara yang bakal menyusul antara lain India, Arab Saudi dan Korea Selatan. Dengan India masih diskusi teknis, Korea Selatan dalam proses finalisasi industri, dan Arab Saudi masih diskusi awal.(*)

BACA JUGA: QRIS dapat Digunakan di Negara-Negara Ini

Back to top button