Puisi

5 PUISI AHMAD ALBANI ATSAURI

SELEPAS CINTA YANG MANIS DI BIBIRMU

Teh & roti tak tersedia lagi di meja makan
tapi segerombol semut masih berkumpul
di samping vas bunga; sisa manis cium masih tinggal
Tidak mengenakan sehelai baju
& celananya yang tertanggal
di ranjang ada potongan mimpi yang terjaga.



RENGGANIS YANG MANIS, SELALU MANIS, DAN AKAN TETAP MANIS

Di bibir kota yang sepi akan cinta
sehidup semati, kau lahir dengan anggun
sedikit yang tak tergoda olehmu
cinta manis yang kau tawarkan, bahkan
ketika yang tinggal hanya setumpuk
daging basahmu, kau tetaplah kembang:
wangi, bermekaran, hidup.


Sesederhana mengendarai malam
di ruas jembatan yang tak cukup
menampung kerumunan, cinta bekerja
pelan-pelan, takut melukai,
sekalipun orang-orang tahu bahwa:
cinta adalah belati paling tanjam
untuk merobek nadi


Sesederhana menaruh bayi di
timangan, kau menaruh
senyummu hati-hati, tapi ketika
sampai di hati orang-orang, bekasnya
seperti bekas pijakan di tanah becek
sesekali hilang, tapi takkan pernah
seperti semula. Ia abadi.


Kurindui dirimu di tengah kota
ramai dengan pohon-pohon
ketapang menjadi atap yang tumbuh
bermekaran, rimbun, dan belukar
dengan namamu yang tak senyap:
ramai, harum, dan menyeruak.


*** 


YANG BERMURAH HATI DARI HIDUP I

Pada hidup yang begini rupa, adalah anugerah bisa beranjak dari hidup satu ke hidup yang lain, dari luka ke liku yang lain, dari genggam jemari ke jemari yang enggan menggandeng, dari peluk temu ke peluk melepas, dari suatu pagi ke pagi yang memberi sesuatu, dari sepi ke ramai yang lain, dari gelap gulita ke gelitik tawa, dari dermaga pelabuhan ke beranda tempat kau berlabuh, perahu dengan layar dari kain ibu di jemuran terakhir membawamu dari cinta yang gagal ke cinta yang menunggu kau cicipi.



BARANGKALI CINTA ADALAH LAPAR

Barangkali cinta adalah lapar
kemudian kau membeli semangkuk bakso
yang didalamnya dicampur saus dan kecap,
ada juga tahu dan mie, serta irisan daun bawang.
Kau memilih untuk menyisakan bakso di akhir
untuk dilahap, padahal ia adalah hal yang paling
ingin kau nikmati tapi takut untuk kehabisan.
Ia dengan khidmat kau kunyah,
mengenyangkan, bukan? Tak ada yang
abadi bahkan rasa kenyang itu sendiri
melainkan yang pernah.


Barangkali cinta adalah darah
dan kau hanyalah seekor nyamuk
setiap lapar kau datang
mengisap dan menancapkan
struktur panjang, ramping, dan bergerigi itu
dengan kemungkinan-kemungkinan
bahaya yang siap merebut nyawamu
tepukan tangan pula lah yang
menjadi maut bagimu yang di dalamnya
mengalir darah segar dari apa yang
kau anggap cinta itu.


Barangkali cinta adalah mawar di pot
depan rumahmu. Yang setiap hari
kau sirami dengan doa.
Kau takut bila dipatuk ayam.
Resah begitu kuat di matamu
kau ambil mawar itu, lalu
kau simpan di dalam lemari, supaya hanya
kau saja yang bisa menikmatinya
kau lupa bahwa hidup mawar bukan di dalam lemari.


CATATAN REDAKSIONAL


Cinta, Bakso, dan Mawar dalam Lemari: Albani Menjahit Luka dengan Gaya yang Nyeleneh

oleh IRZI Risfandi

Ada cara yang tidak biasa ketika Ahmad Albani Atsauri menuliskan cinta—ia tak memilih bintang jatuh, rembulan di ufuk timur, atau degup jantung yang hiperbolik. Sebaliknya, ia mengajak kita menyelami cinta lewat semangkuk bakso, seekor nyamuk, dan sebatang mawar dalam lemari. Dan justru di situlah daya pikat puisinya: centil, lucu, menyentuh, namun menyimpan kritik psikologis dan kultural yang subtil. “Barangkali cinta adalah lapar” dibuka dengan aroma saus dan kecap yang menggoda, lalu perlahan berubah menjadi renungan eksistensial tentang rasa takut kehilangan, menunda kenikmatan, dan menyimpan rasa dalam-dalam agar tak cepat habis—sebuah metafora yang nyaris terlalu relatable buat generasi yang senang overthinking sambil makan mie instan tengah malam.


Dalam bait berikut, Albani mengganti mangkuk bakso dengan tubuh seekor nyamuk—dan cinta pun menjelma menjadi darah yang berbahaya. Di sini, puisinya berubah dari manis menjadi gelap. Kita diingatkan bahwa cinta juga bisa menjadi sesuatu yang merugikan: mengisap, menempel, penuh risiko, bahkan mematikan. Kritik terhadap cinta yang transaksional dan sepihak mengendap dalam metafora biologis ini, namun ia sampaikan dengan jenaka dan santai, seolah pembaca hanya diajak menonton dokumenter nyamuk sambil menggaruk betis. Dan di situlah keahliannya sebagai penyair muda: membuat yang pahit terasa renyah, membuat yang serius terasa ringan.


Bagian ketiga dari puisi ini terasa seperti klimaks yang murung sekaligus reflektif. Albani menghidupkan kembali stereotip cinta posesif dengan simbol mawar. Di bait ini, kita melihat bagaimana cinta bisa berubah menjadi ketakutan dan hasrat untuk menguasai. Doa menjadi air, ayam menjadi ancaman, dan lemari menjadi metafora dari penjara rasa. Pembaca tersentil pelan—mungkin kita pernah terlalu ingin memiliki seseorang, hingga lupa bahwa seseorang itu butuh matahari, udara, dan dunia luar untuk tetap hidup. Albani mengangkat kritik pada cinta yang manipulatif secara halus, namun efektif.


Ahmad Albani Atsauri lahir pada 2002 di Lombok Timur, dan kini aktif berkegiatan sastra di Malang, khususnya dalam Komunitas Puisi Kata Pengantar (KpKp). Ia adalah representasi penyair muda yang tidak canggung mengangkat hal-hal sehari-hari menjadi semacam perenungan filosofis—tanpa harus kehilangan kejenakaan dan ironi. Puisinya tidak sok tua, namun juga tidak serampangan. Albani menulis dengan gaya yang familiar bagi Gen Z dan milenial muda, tapi tetap menyimpan kedalaman yang bisa menggoda pembaca lintas usia.


Melalui puisi ini, Albani seolah mengajak kita menertawakan kesalahan sendiri, mencintai dengan lebih sadar, dan bersikap lebih jujur pada perasaan yang kita punya. “Barangkali cinta adalah mawar di pot” bukan hanya soal metafora estetik, tapi juga tentang bagaimana kita memaknai cinta di tengah kehidupan yang seringkali terlalu cepat, posesif, dan takut kehilangan. Dan Albani—dengan keberanian seorang nyamuk dan kelembutan seorang tukang siram mawar—menghidangkan puisinya dengan cara yang tak hanya indah, tapi juga mengusik.


2025


KATA PENGANTAR


Tahukah kau bahwa aku
selalu menemanimu


Ketika bangun dari tidur
aku adalah uapan kantuk
yang tak tertahan itu
mengantarmu kembali
memeluk bantal guling yang
di ujung sebelahnya ada
bekas liur menandakan
tidurmu begitu lelap


Aku juga berupa suara
daun berdesik ketika
angin kencang di sebelah
jendela kamarmu tempat
daun kering menjatuhkan diri:


Rupa-rupanya kau
masih tertidur pulas


Kadang aku tidak suka
ketika orang menggunakan
aku sebagai pengantar
hajat jahat mereka


Padahal dulu di dalam kitab
suci yang sering kau baca itu
mula-mula tuhan menjadikan
aku sebagai pengantar agar
moyangmu mengerti
macam-macam nama

Tuhan yang sama pula meminta
musa supaya mengantarkan
aku dengan lemah & lembut
kepada seorang raja yang
dikisahkan di dalam kitab suci
yang berusaha kau hafal itu


Aku pula adalah bentuk
paling sederhana dari
perasaan yang kau rapalkan
kepada istri & anak:


Hari ini makan apa, bu?
Hari ini pulang jam berapa, nak?
Kalau kau sadar, aku ialah
puisi yang ditulis untuk
mengajakmu berbincang:
Bagaimana kabarmu?


BIODATA :


Ahmad Albani Atsauri, lahir pada tahun 2002 di sebuah desa kecil di Lombok Timur. Ia tumbuh besar di tanah kelahirannya sebelum kemudian menetap di Kota Malang, tempat ia kini berdomisili dan aktif berkegiatan sastra.


Ia tergabung dalam Komunitas Puisi Kata Pengantar (KpKp) di Malang, serta aktif menulis puisi dan menjalin jejaring kesusastraan. Dapat dijumpai di media sosial melalui akun Instagram: @albaniatsaury

Check Also
Close
Back to top button