Abad Pembunuhan Belum Berlalu
Diamond telah meneliti kehidupan simpanse–primata tercerdas mendekati kecerdasan manusia, di Afrika. Perilakunya sadis. Mudah tersinggung. Mudah menggalang kesatuan kelompok hanya berdasarkan simpati sesama dan sentimen kepada kelompok lain. Sangat suka mengobarkan huru-hara yang berujung pada pembersihan etnis lawan (genocide).
Oleh : Usep Romli HM
Pembunuhan Geoge Floyd, lelaki kulit hitam oleh seorang polisi kulit putih AS di Minneapolis. Ahad (31/5) berbuntut panjang. Selain mengungkit semangat anti rasial, juga mengundang demo besar-besaran yang membuat ibu kota Washington DC morat-marit. Beberapa bangunan penting dan bernilai budaya, hancur lebur. Di antaranya Gereja St John.
Pada awal abad 21 ini, seharusnya, tragedi anarkisme, pembunuhan, perang, dan sejenisnya, baik perorangan maupun massal, sudah tak terjadi lagi. Biarlah semua itu tersimpan dalam lembar-lembar kitab hikayat masa lalu. Biarlah itu dulu dilakukan raja-raja lalim, seperti Nebukadnezar, Namrud, Fir’aun, Alexander Macedonia, dan lain sebagainya pada abad prasejarah. Jika ada toleransi hingga abad 20 bagi orang berjiwa megalomania, biarlah sebatas Hitler yang nazis, Mussolini yang fasis, Stalin yang komunis, Ariel Sharon yang zionis, atau Radovan Karadzik yang rasis, saja. Tak perlu ditiru oleh Donald Trump dan lain-lain yang hidup di abad millenial.
Mereka-mereka semua adalah pengidap “split personality”. Pecah kepribadian. Tak punya daya meredam segala gejolak luar, karena dirinya sendiri penuh gejolak. Tak mampu lagi mengendalikan nafsu angkara, karena diri mereka sendiri sudah hangus dibakar nafsu angkara yang bersumber dari perilaku keterbelahan kepribadian. Dari perbedaan kata dan perbuatan. “Ucap” dan “lampah” tidak lagi sejalan. Mulut dan otak tidak lagi serasi dengan hati nurani.
Jika masih ada yang berwatak demikian, sebagai manusia, mereka belum sempurna berevolusi. Paling tidak, berdasarkan teori Prof.Jared Diamond, penulis buku termashur “The Rise dan Fall of the Third Chimpanzee” (1992). Di situ, Diamond (lahir di Boston, AS, 1937), menyatakan evolusi fisik manusia yang dibahas Charles Darwin abad 19, sudah selesai. Bahkan mendekati kesempurnaan bentuk tubuh, wajah dan pancaindra lainnya, menjauhi bentuk kera sebagai “asal-usul” manusia.
Namun secara genetika, belum berubah. Masih tetap memendam unsur-unsur kebinatangan. Diamond telah meneliti kehidupan simpanse–primata tercerdas mendekati kecerdasan manusia, di Afrika. Perilakunya sadis. Mudah tersinggung. Mudah menggalang kesatuan kelompok hanya berdasarkan simpati sesama dan sentimen kepada kelompok lain. Sangat suka mengobarkan huru-hara yang berujung pada pembersihan etnis lawan (genocide). Memperkosa lawan jenis secara keroyokan. Dan lain-lain perilaku yang ternyata masih terdapat pada manusia.
Buku karya Diamond itu terbit persis ketika berlangsung perang etnis dan genocida di negara-negara Balkan, antara Bosnia Herzegovina, Serbia, Slovenia dan lain-lain. Juga persis pada awal meletusnya perang etnis di Rwanda, Afrika, antara Hutu dan Tutsi.
Maka pada abad ini, seharusnya, bersih dari hal-hal tak berperikemanusiaan itu. Tak ada pembantaian di Gaza, Rohingya, Xinjiang, Suriah, dll. Tak ada keganasan ISIS, dan sejenisnya. Tak ada lagi tempat bagi pemimpin yang sombong, mengagumi diri sendiri, nespotik dan tiranik, yang mudah mengerahkan huru-hara dan mengobarkan amarah massa.
Zaman sudah berubah. Demokrasi sudah membuka peluang bebas terhadap kehadiran pemimpin yang rendah hati, menghargai segala sesuatu di luar dirinya, dan menempatkan professionalisme di atas kepentingan keluarga, ideologi politik, dan aspek-aspek tak terpuji lain yang akan mengganggu kinerja setiap pemimpin adil dan santun.
Biarlah kesombongan, nespotik dan tiranik, menjadi puing-puing sejarah masa lalu, tatkala para penguasa bertahta berdasarkan trah, kekejaman dan menjadikan rakyat sebagai kuda beban pengusung tahta. Kemajuan zaman didukung kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi, tak memerlukan lagi “raja lalim, raja disanggah”. Perangkat sistem pemerintahan yang demokratis, seharusnya otomastis menghasilkan “raja adil, raja disembah”. [ ]