Adik-Kakak-Sepupu dan Ipar Corona Terdahulu
Corona tak jauh berbeda pula dengan topan, katak, kutu, darah dan belalang pembawa derita siksa kepada Firaun (Q.s.Al A’raf : 133). Raja Mesir yang mengaku sebagai Tuhan Maha Tinggi (Q.s.An Naziat : 24).
Oleh : Usep Romli HM*
CORONA datang pada tahun ke-20 abad 21. Sungguh hebat. Mahluk wabah jenis nanomikro, yang nyaris tak dapat dilihat oleh mikroskop itu, bergerak cepat bagai taifun “shorshor” bersuhu teramat dingin yang menghancurkan kaum ‘Ad hingga bergelimpangan bagai pohon kurma lapuk (Q.S. al Haqqoh : 6-7).
Dia membuat semua negara moderen di muka bumi, bertekuk-lutut. Mengunci diri (lockdown), menghentikan semua jenis kesukaan dan kemeriahan. Seperti turnamen olah raga, pentas musik, lawatan ke mana-mana, dan lain-lain.
Corona juga tak jauh berbeda dengan pendahulunya. Antara lain jenis lalat yang tak tampak oleh mata telanjang, menghancurkan pasukan Raja Namrudz. Raja sombong adigung adiguna, penolak dakwah tauhid Nabi Ibrohim, karena berkeras mempertahankan penyembahan berhala (Q.s. Ali Imron : 73-74).
Pasukan lalat ghaib tersebut menyedot darah dan mengoyak-ngoyak tubuh balatentara Namrudz, hingga tewas tak bersisa. Kemudian seekor lalat masuk ke lubang telinga Namrudz. Mengendon di kepala raja angkuh itu. Menimbulkan rasa gatal dan sakit berkepanjangan. Sehingga, setiap hari selama empat ratus tahun, Raja Namrudz menugaskan seorang sahaya, untuk memukuli kepalanya. Demikian keterangan Ibnu Katsir dalam kitab “Qishasul Anbiya”.
Seorang raja berkuasa,dan mengaku dapat menghidupkan dan mematikan, tak berdaya di bawah gelitikan lalat kecil.
Corona tak jauh berbeda pula dengan topan, katak, kutu, darah dan belalang pembawa derita siksa kepada Firaun (Q.s.Al A’raf : 133). Raja Mesir yang mengaku sebagai Tuhan Maha Tinggi (Q.s.An Naziat : 24). Ibnu Katsir menjelaskan, topan berhembus dahsyat. Menimbulkan banjir dan longsor. Katak memenuhi semua sumber air kolam, telaga, sungai, dan berlompatan ke pemukiman.
Masuk ke tempat-tempat manusia berkumpul. Pesta-pesta makan sering batal, karena begitu mulut menganga akan menyuapkan makan, katak datang menyerbu. Sangat menjijikkan. Kutu merangsek ke lipatan pakaian dan seluruh tubuh. Menimbulkan gatal-gatal dan sakit. Darah melimpah di mana-mana. Memenuhi sumur dan sumber air bersih. Semua terkena rembesan darah. Belalang beterbangan menyerang segala macam tanaman. Sehingga gagal panen.
Firaun dan rezimnya kalangkabut. Firaun memohon kepada Nabi Musa, agar berdoa kepada Alloh, agar membebaskan mereka dari bencana hebat tersebut dengan jaminan akan membebaskan Bani Israil dari kungkungan kekejamannya. Namun, setelah Alloh SWT mengabulkan doa Nabi Musa, mereka ingkar janji (Q.s.Al A’raf : 134). Maka kepada mereka ditimpkana azab tenggelam ke dasar lautan waktu mengejar Nabi Musa dan Bani Israel menuju daratan Palestina (Q,s. Al A’raf : 136).
Dan Corona dapat dibandingkan dengan batu-batu dari Sijjil (Neraka) yang dilontarkan burung-burung Ababil kepada pasukan gajah Abrahah yang akan menyerang Baitullah. Akan menghancurkan Ka’bah .
Dipaparkan dalam QS. Al Fil : “Tidakkah engkau (Muhammad), merenungkan, bagaimana Rabbmu menindak balatentara pasukan gajah ? Apakah bukan Dia yang menggagalkan rencana mereka menghancurkan Ka’bah, sebagai rekadaya sia-sia? Dia mengirimkan kepada mereka rombongan-rombongan burung untuk menghancurkan mereka. Melempari mereka dengan batu dari tanah yang dibakar. Dan Dia menjadikan mereka bagai daun-daunan dimakan ulat.”
Jika dibandingkan dengan wabah atau bencana yang ditimpakan kepada umat terdahulu, corona Covid-19 kiranya biasa-biasa saja. Kita tidak perlu khawatir oleh hal-hal yang belum pasti. Apalagi banyak menimbulkan kontradiksi. Fatwa MUI yang menghentikan salat Jumat dan salat berjamaah di masjid, misalnya, secara tak langsung, melahirkan “perpecahan” di kalangan umat Islam, antara yang pro dan kontra.
Yang pro menggunakan kaidah “menolak mudarat lebih baik daripada mencari maslahat”. Yang kontra, menggunakan kaidah, takdir Allah sudah menentukan segala sesuatu. Solusi menghadapi Corona adalah taubat, salat, istigfar. Bukan malah meninggalkan salat Jumat dan salat berjamaah.
Bahkan muncul pendapat mengandung keheranan : MUI bersusah payah memfatwakan penghentian salat Jumat dan salat berjamaah di masjid, demi mencegah pennyebaran Corona. Tapi di lain pihak, terduga penyebar Corona seperti TKA asal Cina yang datang ke Kendari, Sulawesi Tenggara, dibiarkan melenggang masuk, sebagaimana diberitakan beberapa media mainstream, antara lain TV-One, CNN, dsb.
Syekh Ahmad Al Kury, ulama Mauritania, sebagaimana tersebar di media social, berpendapat : “Kita beriman kepada qodho dan qodar. Karena itu keimanan tidak dapat dijadikan alas an untuk meninggalkan perintah dan kewajiban salat Jumat dan salat berjamaah di masjid. Masih banyak ihtiar lain untuk mencegah penyebaran virus Corona Covid-19, daripada melepaskan keimanan kepada qodho dan qodar.”
Sebuah kisah dari khazanah literatur sufi, dapat dijadikan bahan renungan :
“Malaikat Izroil berkunjung kepada Nabi Sulaiman. Menjelaskan tugasnya selama sepekan ini, mencabut seribu nyawa manusia yang sudah ditentukan tempat dan waktunya oleh Allah SWT. Seorang pembantu Nabi Sulaeman, tampak ketakutan. Apalagi malaikat pencabut nyawa itu terus-menerus menatapnya. Ia memohon agar Nabi Sulaeman memindahkannya ke Khurasan, nun jauh di kawasan Asia. Nabi Sulaeman mengabulkannya. Beliau menugaskan angin mengirimkan pembantunya itu ke tempat yang diinginkan.
Selesai menjalankan tugas, Malaikat Izrail, pamitan kepada Nabi Sulaeman, sambil berkata : “Ke mana pembantumu yang tadi ?” “Ia minta dikirimkan ke Khurasan. Sekarang ia sudah di sana,”jawab Nabi Sulaeman.
“Oh, syukurlah. Tadi aku heran, mengapa ia ada di sini. Maka aku terus menatapnya. Karena dalam catatanku, ia harus mati hari ini di Khurasan. Sekarang aku pergi ke sana,” kata Malaikat Izrail.
Karena itu, mengadapi virus Corona Covid-19, sabar, tawakal dan ikhtiar harus menjadi pegangan. Berserah diri kepada Allah Maha Penentu Segala Perkara. [ ]
*Penulis adalah Wartawan senior, Sastrawan, Budayawan dan Mubaligh. Tinggal di Cibiuk, Kabupaten Garut