Solilokui
Trending

Da 5 Bloods; Antara Black Lives Matter, Emas dan Nostalgia

California – Cara ampuh propaganda tentara Vietnam Utara ketika pecah perang Vietnam adalah dengan memanfaatkan Radio Hanoi. Radio ini dikuasai tentara dan kerap memperolok lawannya, tentara Amerika. Misalnya melalui salah satu penyiar perempuan favorit bernama Trinh Thi Ngo yang punya nama beken Hanoi Hannah.

Tema propaganda itu kadang membuat kuping panas prajurit Paman Sam di medan tempur. Suatu ketika Hannah berseloroh  bahwa bangsa kulit hitam di Amerika sebenarnya hanya 11 persen saja. Namun mengapa jumlah tentara kulit hitam yang diterjunkan di Vietnam mencapai 35 persen? Bahkan mereka selalu diturunkan di garis depan.

Siaran itu tertangkap radio butut lima tentara kulit hitam. Mereka adalah Norman (Chadwick Boseman), Paul (Delroy Lindo), Otis (Clarke Peters), Eddie (Norm Lewes) dan Melvin (Isiah Whitlock Jr.).

Mendengar siaran itu, membuncahlah batin para infanteri yang kebetulan sedang diterjunkan untuk misi mencari jatuhnya pesawat milik CIA yang membawa bantuan. Bagaimana tidak, prajurit kulit hitam ini seolah jadi martir Amerika di perang yang bahkan oleh warga Vietnam disebut sebagai American War, bukan Vietnam War.

Situasi Amerika kala itu pun tengah bergejolak. Demonstrasi merebak di mana-mana menuntut persamaan hak warga kulit hitam. Tewasnya Martin Luther King pada 1968 seminggu setelah pidato akbar membuat pintu damai soal ras tertutup rapat. Begitupun tiga tahun sebelumnya, saat Malcolm X mengalami peristiwa setragis Luther King.

Semangat Luther King, perjuangan Malcolm, tuntutan persamaan hak, hingga pengorbanan ras Afro Amerika yang tak berbalas  menyatu dan berkecamuk di benak kelima prajurit “sedarah” itu. Mereka seolah warga asing di negeri yang katanya menjunjung tinggi demokrasi. Maka ketika pesawat CIA yang mereka temui ternyata membawa peti berisi ratusan emas batangan, jadilah gundah gulana.

Hakikat perang bisa berganti. Patriotisme berubah menjadi indivisualisme. Bahkan tak menang perang pun tak soal. Sebab, di saat emas berkilau menyilaukan mata, siapa yang tak ingin mengubah haluan.

Kegundahan para veteran ini pintu masuk cerita film Da 5 Bloods. Sutradara Spike Lee yang dikenal sebagai pembuat film dengan tema dan aktor Afro Amerika itu melompat ke masa kini, di saat Vietnam telah modern dan kembali “dijajah” Amerika lewat McDonald-nya.

Reuni empat sekawan veteran Afro Amerika yang pernah terjun di Vietnam

Empat veteran perang inipun reuni. Kembali ke Ho Chi Minh City untuk tujuan apa lagi kalau bukan mengambil harta karun emas yang mereka pendam selama 40 tahun. Norman, sang prajurit inspiratif dan sosok leader bagi empat orang ini tewas saat pertempuran kecil di lokasi emas itu berada.

Spike Lee memulai dengan sjumlah fakta perang. Dari fakta, ia menjejalkan fiksi. Kisah pun berkembang dan beragam bunga nostalgia. Tetapi tetap bersumber dari 1001 cerita fakta para prajurit Amerika yang terjun di Vietnam sejak 1955 hingga 1975. Misalnya tentang prajurit yang kepincut gadis Vietnam yang bahkan mengandung anak. Hingga luka mental yang sulit hilang sampai hari ini.

Itu di sisi Amerika. Di sisi Vietnam, Lee menyisipkan “luka” pula bagi sebagian rakyat Vietnam yang kehilangan orang tersayang. Di sinilah kecermatan Lee menyampaikan fakta perang yang melibatkan setidaknya tiga presiden Amerika itu.

Film berdurasi 154 menit ini menambahkan konflik selain persoalan internal empat veteran itu sendiri. Yaitu, hadirnya broker emas bernama Desroche. Tokoh antagonis ini tampaknya sengaja diset berwarga Perancis. Pemerannya pun asli aktor Perancis, Jean Reno.

Seperti Anda tahu, Vietnam pernah dijajah Perancis hampir satu abad. Perancis dihadirkan dalam dua sisi; jahat dan baik oleh Lee bersama tiga penulis cerita lainnya. Sisi jahat diperankan bagus oleh Reno. Sisi baik muncul pada si cantik penjinak bom dan ranjau, Hedy. Dan, aktris Perancis pula yang dipilih, Melanie Thierry.

Pesan lain yang hendak disemburkan Lee adalah veteran Vietnam rupanya tak semuanya hidup bercukupan, nyaman dan sejahtera. Setelah menjadi warga biasa, para veteran itu tak sedikit yang lara. Bisnisnya berantakan, keluarganya berserakan.

Karenanya tak aneh jika perburuan emas tersebut tercerai-berai. Dalam ketercerai-beraian ini lalu satu-persatu persoalan diceritakan. Kehadiran David, putra Paul yang menyerobot masuk jadi tim pemburu emas kian menambah bobot konflik.

Da 5 Bloods sebenarnya pernah digagas Oliver Stone tujuah tahun silam. Stone adalah veteran Vietnam yang menjadi otak sukses film Platoon. Tadinya Stone sepakat memfilmkan naskah yang aslinya berjudul The Last Tour (karya Danny Bilson dan Paul De Meo).

Namun ia angkat tangan pada 2016 dan Spike Lee mengambil alih dengan perubahan ke perspektif Afro Amerika. Dua penulis orisinal ikut terlibat. Proses produksi pun segera dimulai pada Maret 2019 silam.

Spike Lee sosok sutradara penting yang porto folio genre filmnya bervariasi

Di sisi lain Netflix melihat peluang untuk menambah inventory film-film orisinalnya. Perusahaan streaming film ini punya dana mencapai 15 miliar dolar untuk membeli banyak film. Setelah tahun 2018 mengeluarkan 12 miliar dolar.

Proses produksi Da 5 Bloods sendiri sangat cepat. Syutingnya berlangsung tiga bulan di Ho Chi Minh City, Bangkok dan Chiang Mai. Sementara ongkos produksinya cukup besar mencapai 45 juta dolar.

Da 5 Bloods hadir di jaringan Netflix di saat peristiwa rasialis kembali mengemuka di Amerika dan berbagai belahan dunia. Bukan kebetulan bila gerakan Black Lives Matter disisipkan Lee. Sebab gerakan ini sudah ada sejak 2013.

Film yang proses finalisasinya terjadi pada Februari 2020 ini sekadar menyampaikan fiksi petualangan, yang dilakukan oleh para prajurit kulit hitam. Sejumlah fakta ikut ditampilkan sebagai bagian penting perjalanan sejarah. Bahkan masih pula menyimpan masalah ladang ranjau yang bertebaran. Walaupun sebanyak 3 juta ranjau telah diledakkan usai perang.

Dari sekian karya film Lee, Da 5 Bloods adalah porto folio baru untuk film dengan genre adventure. Meski tanpa Samuel L. Jackson, tetapi akting Delroy Lindo cukup memberi energi pada film ini.

Da 5 Bloods tidak mengangkat heroisme seperti Platoon, Apocalypse Now, atau bahkan lebay macam Rambo. Para prajurit Afro Amerika ini adalah sosok biasa. Bisa berubah dogma ketika ada harta di depan mata.

Namun di dalam harta itu sendiri ada pula hak bagi kaum lain. Siapa mereka? Anda bisa tebak.(*)

Back to top button