
Mari belajar dari Arab Saudi. Dengan alasan jelas, Arab Saudi tengah membangun Landbridge — proyek kereta cepat yang akan menghubungkan Riyadh ke Jeddah dalam waktu kurang dari empat jam, sekaligus membuka babak baru transportasi modern di Jazirah Arab.
JERNIH – Arab Saudi sedang bersiap membangun salah satu proyek infrastruktur transportasi terbesar di Timur Tengah: jalur kereta api cepat yang menghubungkan Riyadh dan Jeddah dengan investasi sekitar USD 7 miliar. Proyek ini menjadi bagian penting dari inisiatif nasional “Saudi Landbridge”, yang bertujuan menghubungkan pantai timur dan barat kerajaan — dari Teluk Arab hingga Laut Merah — dengan jaringan rel modern berkecepatan tinggi.
Proyek Landbridge senilai sekitar Rp 116,2 triliun tersebut memulai konstruksi awal 2025. Menurut laporan, pihak Saudi Railway Company (SAR) sedang menyelesaikan pendanaan dan finalisasi kesepakatan, sehingga “work is currently scheduled to start in 2025”. Tender untuk “lead design consultancy services” sudah dibuka dan tahap desain dilanjutkan, menandakan bahwa persiapan konstruksi sedang berjalan menuju 2025
Langkah ambisius ini bukan sekadar pembangunan sarana transportasi. Ia merupakan strategi ekonomi dan geopolitik jangka panjang untuk menjadikan Arab Saudi sebagai pusat logistik, perdagangan, dan mobilitas regional, sejalan dengan program transformasi ekonomi Vision 2030 yang dicanangkan Putra Mahkota Mohammed bin Salman.
Menteri Transportasi dan Layanan Logistik Saudi, Saleh Al-Jasser, dalam beberapa kesempatan menegaskan bahwa proyek Landbridge adalah “proyek transformasional yang akan mengubah cara barang dan orang bergerak di seluruh kerajaan.” Ia juga menyebut proyek ini sebagai “tulang punggung Vision 2030 di sektor transportasi,” yang akan memperkuat posisi Saudi sebagai simpul global untuk perdagangan dan pariwisata.

Rute dan Skala Proyek
Kereta cepat Riyadh–Jeddah (lihat garis warna ungu di peta) direncanakan memiliki panjang sekitar 900 hingga 950 kilometer, melintasi sebagian besar wilayah tengah Arab Saudi yang didominasi oleh dataran tinggi Najd dan kemudian menurun ke dataran pesisir Hejaz di bagian barat. Jika dihitung sebagai bagian dari proyek Landbridge secara keseluruhan, jaringan ini bisa mencapai lebih dari 1.500 kilometer, termasuk sambungan ke kota-kota pelabuhan di Teluk seperti Dammam dan Jubail.
Dengan kecepatan operasional yang ditargetkan mencapai 300 kilometer per jam, kereta ini diharapkan mampu memangkas waktu tempuh Riyadh–Jeddah dari sekitar 10 jam perjalanan darat menjadi kurang dari 4 jam. Jalur ini akan melayani penumpang dan kargo, memadukan fungsi transportasi cepat dan logistik antarwilayah.
Arab Saudi menyadari bahwa ketergantungan ekonomi terhadap minyak tidak berkelanjutan. Karena itu, Vision 2030 menempatkan sektor logistik, transportasi, dan pariwisata sebagai motor baru pertumbuhan. Proyek kereta cepat ini akan menjadi tulang punggung mobilitas ekonomi lintas sektor, memudahkan pergerakan barang dan manusia di seluruh kerajaan.
Di sisi lain juga akan menjadi kKonektivitas pelabuhan dan zona industri. Proyek Landbridge akan menghubungkan Pelabuhan Jeddah Islamic Port di Laut Merah dengan Pelabuhan King Abdulaziz di Dammam, menciptakan koridor logistik yang mempercepat arus barang dari Eropa ke Asia tanpa harus melalui Terusan Suez. Dengan rute darat yang lebih pendek, kontainer dari Jeddah bisa tiba di Dammam dalam waktu kurang dari 18 jam, dibandingkan berhari-hari melalui jalur laut.
Rute Riyadh–Jeddah juga strategis bagi sektor pariwisata religi. Jeddah merupakan gerbang utama menuju Makkah dan Madinah, dua kota suci umat Islam. Dengan adanya jalur cepat ini, calon jemaah umrah atau haji dari ibu kota dapat mencapai Jeddah dalam hitungan jam, lalu melanjutkan perjalanan ke Makkah dengan mudah. Proyek ini diharapkan mendukung target pemerintah menarik 100 juta wisatawan per tahun pada 2030.
Selain kenyamanan, proyek ini juga diharapkan mengurangi ketergantungan pada transportasi darat berbasis truk, yang selama ini mendominasi pergerakan logistik di Saudi. Dengan memindahkan sebagian besar angkutan barang ke rel, pemerintah berharap dapat menghemat biaya bahan bakar, menurunkan emisi karbon, serta memperpanjang usia jalan raya.
Kondisi Medan dan Tantangan Teknik
Pembangunan rel sepanjang hampir seribu kilometer melintasi berbagai jenis medan ekstrem. Dari gurun berpasir di Najd, wadis (lembah kering) yang menjadi jalur air musiman, hingga wilayah berbatu di barat dekat pegunungan Hejaz.
Tantangan utama yang dihadapi insinyur dan kontraktor mencakup abrasi pasir dan badai gurun, yang bisa menimbun rel dan merusak peralatan mekanik. Ditambah suhu ekstrem hingga 50°C, yang dapat memengaruhi stabilitas logam rel dan sistem kelistrikan.
Topografi yang dilintasi sangat bervariasi, yang memerlukan pembangunan jembatan panjang, terowongan pendek, dan jalur elevasi di beberapa titik.
Arab Saudi memiliki pengalaman sebelumnya dari proyek Haramain High-Speed Rail (Mekkah–Madinah via Jeddah) sepanjang 450 km yang beroperasi sejak 2018. Pengalaman tersebut memberi keunggulan teknis dalam mengelola proyek baru ini, terutama dalam hal material tahan panas dan perlindungan terhadap pasir.

Nilai Ekonomi dan Dampak Sosial
Studi pendahuluan memperkirakan proyek ini dapat menghasilkan nilai ekonomi miliaran dolar per tahun setelah beroperasi penuh, baik dari sisi logistik maupun pariwisata.
Studi tersebut melaporkan aka nada peningkatan efisiensi rantai pasok nasional. Biaya logistik di Saudi saat ini sekitar 14% dari PDB, lebih tinggi dibandingkan rata-rata OECD (8–9%). Dengan jaringan rel cepat, biaya itu bisa ditekan secara signifikan.
Selain itu juga akan menciptakan lapangan kerja baru. Ribuan tenaga kerja lokal akan terserap dalam fase konstruksi, operasi, dan pemeliharaan.
Proyek ini juga mendorong pertumbuhan kota-kota di sepanjang jalur. Sejumlah wilayah yang dilalui rute baru, seperti Taif dan Al-Kharj, berpotensi tumbuh menjadi simpul ekonomi baru melalui investasi properti, perdagangan, dan layanan.
Dari sisi lingkungan, studi membahas pula kontribusi terhadap dekarbonisasi transportasi. Kereta listrik jauh lebih efisien energi dibandingkan mobil atau pesawat jarak pendek, mendukung target net-zero emission Saudi pada tahun 2060.
Pendanaan dan Tahapan Pembangunan
Proyek senilai USD 7 miliar ini didanai melalui kombinasi investasi publik dan kemitraan swasta (PPP), di bawah koordinasi Saudi Railway Company (SAR). Pemerintah telah memulai proses pra-kualifikasi (pre-qualification) untuk kontraktor internasional dan lokal sejak 2024, dengan fase desain rinci dan pembebasan lahan berjalan paralel.
Fase pembangunan diperkirakan memakan waktu 5 hingga 7 tahun, tergantung pada penyelesaian desain teknis dan kondisi medan. Pemerintah menargetkan uji coba operasi sebagian jalur pada akhir dekade ini, dengan layanan penuh sebelum 2035.
Keberhasilan proyek Haramain High-Speed Rail menjadi referensi teknis yang sangat berharga. Jalur tersebut telah melayani jutaan penumpang setiap tahun dan terbukti tahan terhadap kondisi ekstrem gurun. Selain itu, proyek Riyadh–Jeddah dapat mengambil pelajaran dari negara-negara tetangga seperti Uni Emirat Arab (Etihad Rail) dan Qatar (Lusail LRT), yang menunjukkan bahwa infrastruktur rel bisa menjadi katalis ekonomi kawasan.
Pembangunan kereta cepat Riyadh–Jeddah bukan sekadar proyek transportasi, tetapi bagian dari strategi besar menjadikan Arab Saudi sebagai hub logistik dan mobilitas global. Jika berhasil, Landbridge akan menjadikan Saudi sebagai jalur alternatif antara Eropa dan Asia — rute darat yang memangkas waktu pengiriman barang lintas benua.
Secara politik, proyek ini juga memperkuat citra modernisasi kerajaan di bawah kepemimpinan Putra Mahkota. Dalam konteks global, Saudi ingin menunjukkan bahwa negara tersebut bukan hanya penghasil minyak, tetapi juga pionir teknologi dan infrastruktur masa depan di kawasan.
Namun, tantangan tetap besar. Biaya bisa melonjak akibat inflasi material global, medan yang sulit, dan kebutuhan teknologi tinggi. Selain itu, keberhasilan finansial proyek akan bergantung pada tingkat permintaan penumpang dan kargo yang realistis. Jika integrasi dengan pelabuhan, bandara, dan jaringan industri tidak berjalan mulus, potensi ekonominya bisa berkurang.
Kolaborasi Lokal dan Global
Saudi Arabia Railways (SAR) adalah perusahaan kereta api Saudi yang menjadi pelaksana utama proyek ini. Proyek ini juga dikerjakan oleh konsorsium Saudi-Tiongkok, yang melibatkan China Civil Engineering Construction Company (CCECC). Perusahaan lokal yang terlibat adalah Al Ayuni Contracting. Selain itu, terdapat keterlibatan perusahaan internasional seperti Systra (Prancis), Thales, WSP, Hill International (AS), Italferr (Italia), dan Sener (Spanyol). Jadi tidak hanya satu perusahaan global.(*)
BACA JUGA: Perbandingan Whoosh dengan Proyek Kereta Cepat Lain






