Solilokui

Menyegarkan Nilai-nilai Shalat

Oleh :  H. Usep Romli HM*

Ibadah salat fardu (wajib) lima waktu bagi umat Islam, diperintahkan langsung oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw, ketika Isra Miraj, di Sidratul Muntaha, 27 Rajab tahun kedua Hijrah. Tidak diwahyukan melalui Malaikat Jibril, seperti perintah-perintah lain. Oleh karena itu, salat merupakan kewajiban terpenting bagi setiap Muslim.

Sabda Nabi saw., salat adalah tiang agama. Orang yang tidak melaksanakan salat sama dengan merobohkan tiang tersebut. Waktu dan tata cara salat ditetapkan oleh Nabi Muhammad saw berdasarkan wahyu Allah SWT kepada beliau. Tidak boleh menyimpang dari apa-apa yang dicontohkannya. Beliau mengatakan, “Salatlah sebagaimana aku salat”.

Usep Romli HM

Selain hubungan vertikal ritual pribadi manusia dengan Allah SWT (mahdlah), juga mengandung hubungan horizontal dengan sesama manusia (ghair mahdlah). Salat merupakan pencegah dari perbuatan keji dan munkar. Innash shalata tanha anil fahsya wal munkar (Q.s.al Ankabut : 45).

Berkaitan dengan fungsi sosial salat sebagai pencegah kekejian dan kemunkaran, muncullah pertanyaan negatif. Mengapa banyak orang yang melakukan salat, tetapi kekejian dan kemungkaran jalan terus? Merebak di mana-mana? Khususnya di Indonesia yang mayoritas Muslim? Aneka macam kekejian dan kemungkaran bagai tak habis-habisnya terjadi. Mulai dari kejahatan dan kemunkaran skala kecil, hingga yang berskala besar dan menggegerkan. Seperti korupsi, pembunuhan, sodomi,dll.

Para koruptor yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), rata-rata Muslim. Rajin melaksanakan salat. Bahkan bukan hanya salat fardu saja tetapi juga salat sunat tahajud yang dijanjikan Allah SWT menjadi sarana pengangkat derajat ke tempat terpuji  (Q.s.Isra : 79).  Sehingga antara salat dan perbuatan jahat (keji dan munkar) seolah tidak punya kaitan apa-apa. Artinya, salat jalan terus, kejahatan juga berkembang terus.

Padahal sesungguhnya tidak demikian. Salat sebagai bentuk sarana ibadah ritual, memang sudah ditetapkan mengandung pencegahan kekejian dan kemungkaran. Tetapi para pelaku salat, tidak mampu mengisi dan menerapkan nilai-nilai luhur salat ke dalam jiwanya.

Salat yang dilakukan sebatas formalitas. Atau mungkin pelarian pada saat mengalami keterdesakan. Bukan salat yang didasari prinsip penyerahan diri mutlak kepada Allah SWT Penguasa Semesta Alam. Salat semacam itu, membawa pelakunya ke area kenistaan dan kecelakaan. Selain menodai dirinya sendiri, juga menodai agama.

Al Quran, Surat al Ma’un : 4-7 menjelaskan, kecelakaan siksa neraka, diperuntukkan bagi orang yang salat, namun salatnya lalai dan pamer, serta tidak mendorong kepada kebaikan. Karena itu terjadilah tragedi. Salat terus berlangsung, kekejian dan kemunkaran tak pernah henti. Sebab salat yang seharusnya difungsikan untuk “tanha anil fahsya wal munkar” itu, menyimpang dari peran dan fungsinya, karena para pelaku salat (mushollin) bersikap atau berwatak lalai, tidak tepat waktu dan menganggap enteng kewajiban salat. Bersalat namun sambil pamrih. Ingin disebut ahli ibadah, ingin mendapat kredit poin dari atasan, menarik suara konstituen, pujian mertua, dan mahluk lain. Bukan penilaian dari Allah SWT.

Para pelaku salat semacam itu,  tidak mendatangkan manfaat di muka bumi dengan mencegah kekejian dan kemungkaran, di akhirar  sudah disediakan neraka Wail. Wailul lil mushollin (Q.s. al Ma’un : 4).  Mereka kekal di neraka itu, bersama para pelaku kejahatan memalsukan ukuran, tukang mark-up, tukang pat gulipat, tukang merekayasa aturan untuk keuntungan pribadi atau kelompok, dengan cara melanggar hukum yang berlaku. Wailul lil muthaffifin (Q.s.al Muthaffifin : 1).

Peran dan fungsi shalat untuk mencegah seseorang dari perbuatan keji dan mungkar, sangat tergantung kepada kualitas ibadah shalat yang dilakukan. Minimal, ketika sedang shalat itu sendiri seseorang berhenti dan tercegah dari perbuatan keji dan mungkar. Karena ketika sedang shalat, seseorang sedang melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Kualitas shalat yang bagus, antara lain ditandai dengan  menghadirkan hatinya menghadap Allah Ta’ala, berkat dorongan  keimanan . Sehingga ia mampu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Ia menjadikan sabar dan salat sebagai sebagai penolong, walaupun yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (QS. Al-Baqarah : 45)

Diriwayatkan dari Hudzaifah, Nabi Saw, mendirikan salat. jika menghadapi perkara menyusahkan  (hadis hasan riwayat Imam  . Abu Dawud)

Para ulama salafush shalihin menyatakan, salat merupakan rangkaian ucapan dan perbuatan. Diawali dengan takbir, diakhiri dengan salam, beserta syarat-syarat  dan rukun yang telah ditentukan. Pada salat terdapat gerakan disertai doa.

Ada gerakan sujud. Menunjukkan posisi  merendahkan diri hingga mencium tanah. Ini merupakan pengingat bagi kita akan kerendahan kita di hadapan Allah Sang Pencipta, karena sesungguhnya di hadapan Allah, kita hanyalah hamba yang mutlak sepenuhnya milik Allah.Menyadarkan kita bahwa pada hakikatnya tiada yang mampu memberikan pertolongan pada kita selain Allah.

Salat dilakukan sehari semalam sebanyak lima kali. Berarti ada lima kali dalam sehari semalam kita bisa bertobat, kembali kepada Allah, karena memang pada dasarnya dalam sehari semalam, tidaklah mungkin kita terluput dari dosa, baik disengaja ataupun tidak.

Salat memperkuat akidah dan keimanan kita pada Allah SWT, karena sesungguhnya sehari-hari godaan kenikmatan duniawi dan godaan setan senantiasa mengganggu akidah kita hingga kita lupa akan keberadaan Sang Khaliq yang Maha Mengawasi. Dengan melakukan ibadah shalat, kita kembali mempertebal keyakinan dan keimanan kita, ibarat tumbuhan kering yang segar kembali sesudah diguyur hujan.

Salat merupakan rukun Islam  kedua . Merupakan ibadah lahir dan batin, Meliputi, hati, lisan, serta gerak anggota tubuh . Melaksanakan sholat hukumnya wajib bagi seorang Muslim, sehingga jika seorang Muslim meninggalkannya maka berdosalah ia.

Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: “Islam dibangun atas lima perkara, yaitu bersaksi bahwa tidak ada ilah  yang berhak disembah selain Allah dan mengakui Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan sholat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan haji.” (hadis riwayat Imam Bukhari ).

“Pokok dari perkara-perkara adalah Islam, tiangnya adalah sholat dan puncak tertingginya adalah jihad di jalan Allah, ”(hadis riwayat Imam Turmudzi). [  ]

*Pengasuh sebuah pesantren di satu kampung di Garut

Back to top button