Solilokui

Orang-Orang Berumur Panjang dari Okinawa

Pada masa kini tradisi ini umumnya hanya  berupa kumpul-kumpul tiap sore atau tiap pekan. Mereka ngerumpi, minum teh barengan, bersenda gurau. Mirip ajaran Rasullullah Muhamad SAW, silaturahmi memperpanjang umur.

Oleh   :  Agus Kurniawan

JERNIH– Okinawa adalah pulau di gugusan Kepulauan Ryukyu, wilayah Selatan Jepang. Sudah beberapa dekade daerah ini menarik  perhatian peneliti karena penduduknya termasuk yang memiliki harapan hidup tertinggi di dunia. Usia mereka di atas rata-rata.

Agus Kurniawan

Okinawa pun jawara dalam hal jumlah penduduk yang mencapai usia 100 tahun atau lebih — istilahnya centenarian. Hebatnya, para sesepuh di sana hidup dalam kondisi sehat dan mandiri, tidak dalam perawatan orang yang lebih muda ataupun panti wreda.

Selain Okinawa, daerah lain yang memiliki penduduk berusia sangat lanjut adalah Sardinia. Pulau ini masuk wilayah Italia bagian Barat, berada di laut lepas Mediterania.

Apa rahasia mereka bisa berumur panjang? Saya ringkaskan saja dari berbagai sumber.

1. Puasa. Konsumsi kalori (calory intake) penduduk Okinawa (biar ringkas saya sebut saja Okinawan) 10-15 persen lebih rendah dibanding rata-rata umum. Beberapa riset memang menunjukkan bahwa orang yang mengurangi asupan kalori –termasuk puasa– memiliki fungsi faali yang lebih baik. “Makanlah manakala lapar, dan berhenti sebelum kekenyangan”, ujar Nabi SAW dalam sebuah hadits.

2. Jenis asupan. Ini yang sedikit mengherankan, Okinawan mengkonsumsi karbohidrat cukup tinggi. Tetapi karbohidrat mereka tidak berasal dari beras, gandum, ataupun kentang, melainkan dari ubi jalar (sweet potato). Konon, rata-rata Okinawan menyantap ubi setengah kilogram  per hari per orang.

Ada sejarahnya, sih. Okinawa pada masa lalu adalah daerah miskin di mana padi sulit dibudidayakan–seperti umumnya wilayah lain di Jepang. Alhasil, hanya kalangan ningrat atau elit saja yang bisa mengkonsumsi nasi beras (ingat film “Seven Samurai”, yang mana para samurai sebagai tamu kehormatan disuguhi nasi beras, sementara warga desa memilih makan yang lain).

Okinawan pada umumnya mengkonsumsi ubi jalar. Rupanya kemiskinan ini membawa berkah: ubi jalar rebus memiliki indeks glikemik jauh lebih rendah dibanding beras,  lebih sehat untuk dikonsumsi.

Okinawan juga sangat sedikit memanfaatkan gula sederhana (gula pasir dan turunannya), ikan, atau pun daging. Ini berbeda dengan penduduk Jepang daratan. Okinawan lebih banyak mengkonsumsi kacang-kacangan, sayuran berwarna kuning dan hijau. Salah satu diet Okinawan yang mashur adalah pare atau paria (bitter lemon) — makanan pahit ini bahkan menjadi bahan utama salah satu ikon kuliner Jepang, goya champuru.

Okinawan menggemari jamu. Konon jamu ini pengaruh dari kebudayaan Cina yang terbawa masuk melalui perdagangan. Selain jamu, sebagaimana tradisi Jepang, Okinawan menyukai teh yang diminum pahitan, alias tanpa gula.

Diet ala Okinawa ini kini menjadi tren di seluruh dunia. Bahan-bahan kuliner itu diyakini dapat mengurangi beragam penyakit degeneratif, seperti diabetes, darah tinggi, penyakit jantung dan liver, pikun, sampai kanker. 

Para peneliti dari Universitas Minnesota membuat kesimpulan menarik. Lebih dari 65 persen warga zona biru (daerah yang penduduknya berumur panjang dan sehat) mengkonsumsi makanan pokok dari karbohidrat kompleks, bukan karbohidrat sederhana. Diet mereka utamanya meliputi sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, dan biji-bijian utuh (whole grain), makanan berserat tinggi. Mereka memang mengkonsumsi ikan dan daging, tetapi dalam porsi sedikit.

3. Hidup yang bergerak. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang berumur panjang dan sehat memiliki tradisi olah fisik lebih banyak (baca: bergerak).

Okinawan masa lalu adalah para peramu dan pemburu. Pada masa modern, mereka menggantinya dengan berkebun. Sedangkan penduduk Sardinia bermukim di daerah pegunungan yang umumnya menjadi peternak atau penggembala. Mereka berolah fisik dari pagi hingga petang.

Riset menarik lainnya adalah tentang suku Indian Tsimane (Chimane) yang bermukim di belantara Amazon, di wilayah Bolivia, Amerika Selatan. Orang-orang Tsimane selain berumur panjang, juga memiliki kesehatan jantung terbaik di dunia — dipresentasikan dalam simposium para ahli kardiologi tahun 2017. Mengapa bisa begitu? Para peneliti menyimpulkan bahwa kebugaran orang Tsimane diperoleh dari olah fisik dengan intensitas tinggi, konsekuensi dari kehidupannya sebagai pemburu dan nelayan.

Masyarakat modern tak mungkin lagi jadi pemburu atau peramu. Kita mengganti olah fisik dengan olahraga. Tetapi DR Michelle Segar (dalam bukunya “No Sweat”) berpendapat bahwa olah fisik tidak mesti berupa olahraga — yang biasanya mengintimidasi dan membutuhkan alokasi waktu tersendiri. Olah fisik dapat dilakukan dengan memperbanyak gerak dalam keseharian kita. Yang biasanya dilakukan dengan naik kendaraan bermotor, bisa dilakukan dengan jalan kaki. Beberes rumah atau berkebun adalah contoh lain upaya  memperbanyak gerak.

4. Kehidupan Sosial

Diet doang tak cukup untuk membuat kita sehat dan berumur panjang. Penelitian menunjukkan bahwa warga zona biru memiliki tradisi kehidupan sosial yang gumyak dan relijius.

Moai adalah tradisi sosial masyarakat Okinawa yang dipercaya oleh para peneliti sebagai salah satu faktor yang meningkatkan kesehatan dan umur panjang. Maoi adalah suatu bentuk interaksi sosial,  kumpul-kumpul antar anggota masyarakat secara rutin atau berkala.

Zaman dulu ini dilakukan sebagai support group, komunitas mendukung kehidupan seseorang, termasuk finansial. Pada masa kini tradisi ini umumnya hanya  berupa kumpul-kumpul tiap sore atau tiap pekan. Mereka ngerumpi, minum teh barengan, bersenda gurau. Mirip ajaran Rasullullah Muhamad SAW, silaturahmi memperpanjang umur.

Orang Sardinia memiliki kebiasaan serupa. Sebagaimana tradisi kekeluargaan yang kuat di Italia, para Sardinian menghabiskan sorenya dengan berkumpul bersama keluarga besar. Mereka mengelilingi dapur, makan bareng, dan bersenda gurau.

Para periset juga meyakini bahwa orang-orang yang berumur panjang umumnya memeluk agama atau keyakinan tertentu. Mereka memiliki tradisi relijius, baik dalam bentuk kegiatan ritual rutin ataupun sakramen berkala. Relijiusitas memberikan visi hidup dan sumber kebahagiaan, yang menjadi faktor penting kesehatan.

Epilog

Wah panjang juga. Saya akhiri tulisan ini dengan pertanyaan: bukankah semua itu pernah kita miliki? Ya, tepat.

Kakek-nenek kita memiliki semua tradisi di atas. Mereka berusia lebih panjang dibanding kita sekarang — kecuali yang terkena pandemi atau korban perang.  Nenek buyut saya hidup sampai umur lebih dari 100 tahun. Satu generasi berikutnya berusia sedikit lebih bawah, meninggal antara 80-90 tahun. Tapi…. bapak dan paman saya –generasi berikutnya lagi — meninggal di bawah usia 70 tahun.

Gaya hidup, pola makan, perubahan intensitas olah fisik, dan stres mengubah segalanya: generangi sekarang lebih degeneratif. Sebaiknya kita mencermati dan berhikmah dari kenyataan ini. [ ]

Penulis bisa dicolek melalui email goeska@gmail.com

Check Also
Close
Back to top button