“Percikan Agama Cinta”: Aku Terus Bergerak Menuju dan Karena Cinta
Aku menyeberang ruang-angkasa. Melampaui batas-batas dan simbol-simbol, tempat kebengisan berlindung di balik keagungan pemilik semesta. Menyelami jejak-jejak hikmah.
JERNIH– Saudaraku,
Aku adalah air. Mengalir deras. Membasuh kedalaman gerak. Mengincah tanah-tanah kering-kerontang jiwa yang masih mengemasi duri-duri kebencian.
Aku menyusuri gorong-gorong sungai, menyelusup tanpa henti. Memasuki semak-semak belantara mimpi yang diam. Membentuk sebuah kehidupan yang kontras dengan kegaduhan para pengasong ayat-ayat suci di jalanan.
Aku menyeberang ruang-angkasa. Melampaui batas-batas dan simbol-simbol, tempat kebengisan berlindung di balik keagungan pemilik semesta. Menyelami jejak-jejak hikmah. Mengingatkan aku pada sebuah alam keheningan para pecinta, namun menggetarkan sadar.
Aku jadi terbayang. Tulang-tulang orang-orang pembenci itu sama persis dengan onak-onak ikan hiu yang busuk ditelan tanah: menyebarkan raksi kelucahan di setiap sudut kali.
Aku ingin membangun rumah-rumah hampa. Aku letakkan kayu-kayu tanpa kerangka itu di atas bukit, menghadap gerak waktu yang mungkin berpihak sebelum akhir.
Aku terus bergerak melewati terjal-terjal, memburu lilin. Karena aku ingin berbuat adil kepada seluruh penghuni semesta, termasuk musuh-musuh para penggairah.
Aku insaf. Kebuasan sejak zaman purba selalu menjadi sumber perbalahan. Pertentangan terjadi di setiap garis-titik karena durjana menguasai tata-ruang kesadaran: membunuh kemanusiaan. Melawan kodrat Tuhan! [Deden Ridwan]