“Percikan Agama Cinta”: Mencari Esensi, Bukan Aksesori
Jangan-jangan shalat kita selama ini hanya sekadar menggugurkan kewajiban, bukan dilandasi kesadaran penghambaan penuh cinta kepada Tuhan
JERNIH– Saudaraku,
Pada awal perjalanan Islam di jazirah Arabia. Ada dua orang sahabat Nabi Muhammad Saw terlibat pertikaian. Bertikai perkara ubudiah. Seorang dari mereka rajin betul mengerjakan shalat lima waktu. Satunya lagi, cenderung mengabaikan. Malah terlihat malas-malasan. Lantaran perbalahan tak kunjung reda, mereka pun akhirnya menghadap Rasûlullâh Saw.
Tak dinyana, Sang Rasul tidak menanggapi sama sekali apa yang mereka adukan. Jawaban yang meluncur dari mulut beliau: “Aku tidak diutus untuk mengurusi shalat kalian, tapi menyempurnakan akhlak manusia.” Riwayat itu tercatat dalam sebuah Hadits. Menjadi teladan hidup. Bekal berharga dalam melakoni laku keseharian kita sebagai umat Muslim.
Sadarlah. Kalau Nabi Saw yang membawa risalah Islam bisa sesantai itu, kenapa kita begitu recok mencampuri urusan ibadah saudara sesama Muslim? Padahal bisa jadi shalat kita, misalnya, belum tentu sebaik mereka yang sering kita hujat karena jarang terlihat secara kasat mata. Jangan-jangan shalat kita selama ini hanya sekadar menggugurkan kewajiban, bukan dilandasi kesadaran penghambaan penuh cinta kepada Tuhan. [Deden Ridwan]