“Percikan Agama Cinta”: Muhammad SAW, Mata Air Keteladanan Seumur Dunia
Suatu kali sahabatnya mendengar Nabi SAW berkata: “Orang-orang yang saling mencintai karena mengakui kebesaran-Nya, hidupnya akan penuh cahaya, sehingga bahkan para Nabi dan syuhada iri kepadanya.”
JERNIH– Saudaraku,
Coba engkau renungkan kembali secara mendalam. Tentang perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW. Benar, Sang Nabi Cinta itu diakui sangat sukses menyampaikan risalah-Nya dalam waktu relatif-singkat dibandingkan dengan nabi-nabi sebelumnya.
Bayangkan, sosok panutan alam itu hanya perlu waktu 63 tahun, demi misi profetiknya mengubah kaum jahiliyah. Bandingkan, misalnya, dengan Nabi Nuh as. Memerlukan tenggat seribu tahun lebih untuk mendakwahi kaumnya dengan berujung tragis: kegagalan.
Apa rahasia kesuksesan dakwah Sang Matahari Dunia itu? Ternyata kuncinya, tak lain dan tak bukan, adalah cinta. Dalam setiap geraknya selalu melekat sifaf-sifat kasih-sayang, rahman-rahim: memberikan kesejukkan dan kedamaian pada semesta tanpa batas.
Ketahuilah. Muḥammad SAW adalah sosok mulia, yang penuh keagungan budi pekerti. Manusia lembut, murah hati, sopan, santun, beradab, akrab pada sesama, dan sangat mencintai anak-anak. Sehingga, kemuliaan akhlaknya ini patut dijadikan teladan bagi umat manusia sedunia.
Simaklah. Suatu kali sahabatnya mendengar Nabi SAW berkata: “Orang-orang yang saling mencintai karena mengakui kebesaran-Nya, hidupnya akan penuh cahaya, sehingga bahkan para Nabi dan syuhada iri kepadanya.”
Memang, “Tak akan masuk surga, kecuali kalian saling mencinta”, begitu dinasihatkannya. Biografinya penuh dengan kisah-kisah fantastis yang mendemonstrasikan sifat penuh cinta-kasih seperti itu. Sangat menggetarkan hati. Mengajarkan pada penghuni langit-bumi mengenai makna kearifan hidup tanpa kebencian.
Tapi sayang, cerita hidup Nabi Muḥammad SAW dalam sirah nabawi cenderung dipenuhi dan didominasi kisah-kisah peperangan; seolah pekerjaan beliau itu hanya berperang melulu. Di sekolah, madrasah, majelis taklim, masjid, surau atau bahkan di jalanan, peperangan itu terasa begitu melekat dalam jiwa khalayak. Ini tentu mesti engkau luruskan.
Sadarlah. Jika dikalkulasi, karier kenabian Nabi Muḥammad SAW itu kira-kira 23 tahun, atau sekitar 8.000 hari. Dalam sebuah penelitian, jumlah hari di mana Nabi berperang—mulai dari persiapan, dan lain sebagainya—disebutkan bahwa hari yang paling “boros”, di dalamnya banyak Nabi melakukan peperangan, adalah 800 hari.
Jika ini kita terima, berarti total hari peperangan Nabi Muḥammad SAW hanya 10 persen dari karier kenabian beliau. Hanya sekitar 2 tahun 3 bulan. Artinya, misi risalah kenabian Muḥammad SAW itu hanya 10 persen saja digunakan untuk berperang. Itu pun sifatnya defensif. Sementara 90 persen lagi dari risalah kenabiannya digunakan untuk misi kemanusiaan dan menebarkan kasih-sayang.
Saudaraku, kita mesti berjuang sekeren mungkin untuk terus menjadikan Muḥammad SAW mata air keteladanan karena keagungan akhlak-nya. Pastilah, pesan Tuhan yang diwahyukan kepada Nabi SAW membawanya untuk menjunjung tinggi segala bentuk keragaman dan menjadikannya sebagai pokok-etis: pedoman moralitas umat Islam dalam mengarungi samudra kemanusiaan. [Deden Ridwan]