Solilokui

“Percikan Agama Cinta”: Negara Hadir untuk Membela Warganya

Bercerminlah pada jejak Rasulullah. Pemihakan pada masyarakat kecil, lemah, miskin, dan terpinggirkan menjadi sangat krusial. Merampok hak-hak mereka sungguh terkutuk. Sepakat, koruptor itu adalah kafir.

JERNIH– Saudaraku,

Ingatlah. Dalam Islam, kemaslahatan umat manusia dan lingkungan (tata-ruang) menjadi sangat krusial. Negara didirikan dengan tujuan hanya untuk menegakkan keadilan dan menancapkan kesejahteraan umat manusia. Maka, semua kebijakan dan praktik kehidupan negara itu wajib didasarkan atas prinsip nilai-nilai Islam universal: ramah lingkungan dan kemanusiaan. Itulah hakikat makna negara Islam, apa pun bentuknya.

Deden Ridwan

Sadarlah. Negara itu, menurut Islam sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW ketika memimpin Negara Madinah, hadir untuk membangun rasa keamanan, kenyamanan, dan kebahagiaan seluruh warga. Demi itu, Islam tidak membeda-bedakan warga negara berdasarkan etnis, keturunan, kelas sosial, dan bahkan agama. Islam sangat menjulang keragaman. Menyantuni perbedaan. Meluhurkan hak-hak dasar manusia dan kebebasan beragama. Bebas beragama atau tidak beragama. Pun jangan lupa: dalam konteks kehidupan bernegara, Islam menekankan pentingnya menjaga konsensus atau kesepakatan.

Ketahuilah. Komunitas politik atau Negara Madinah yang dipimpin Nabi SAW itu bukanlah negara agama. Benar, negara itu dibentuk tidak semata berteraskan kepentingan satu golongan agama tertentu saja dalam hal ini Islam, melainkan berdasarkan kesepakatan kepentingan semua golongan. Terkenang, warga Negara Madinah itu sangat plural, termasuk agamanya. Pasti, semua golongan itu hak-haknya dijaga dan dilindungi penuh oleh negara di bawah pimpinan Nabi SAW.

Renungkanlah. Negara dibentuk atas dasar kesepakatan politik. Karena itu, wahai saudaraku, merawat konsensus atau kesepakatan politik ini menjadi sangat krusial. Siapa atau golongan mana pun yang melanggar kesepakatan tersebut akan ditindak secara tegas oleh baginda Sang Nabi Cinta.

Bercerminlah pada jejak Rasulullah. Pemihakan pada masyarakat kecil, lemah, miskin, dan terpinggirkan menjadi sangat krusial. Merampok hak-hak mereka sungguh terkutuk. Sepakat, koruptor itu adalah kafir. Maka, kehadiran negara secara struktural semata untuk membela kepentingan mereka, menjadi sangat tegas. Percayalah, negara wajib membela hak-hak kepentingan mereka supaya hidup lebih adil dan sejahtera; negara wajib memuliakan golongan lemah ini, sampai kapan pun!

Ketahuilah. Secara general, pewaris dalam arti yang harus mencacak ajaran Nabi Muhammad SAW itu tentu umat Islam sendiri. Namun yang mesti merasakan dampaknya adalah seluruh manusia dan alam semesta. Karena, sekali lagi, karakter dasar Islam itu sendiri bersifat universal (rahmatan lil ālamīn).

Camkanlah. Secara khusus, pewaris ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW itu tentu adalah para ulama. Ada sebuah hadis terkenal: “Ulama pewaris para Nabi.” Tentu saja, ulama di sini yang ditekankan adalah integritas dan akhlak-nya, bukan asal-usul atau garis keturunannya. Integritas merujuk pada kepribadian-nya yang teruji, tulus, dan ikhlas: mengukuhkan nilai-nilai Islam dalam segala cuaca kehidupan secara cerdas-bijak.

Sementara akhlak yang dimaksud lebih mencerminkan perilakunya secara sosial: menyejukkan dan menjaga kedamaian; tidak menciptakan kegaduhan dan kekerasan atas nama agama. [Deden Ridwan]

Back to top button