“Percikan Agama Cinta” : Rebut Setiap Kesempatan Menabur Kebaikan
Mereka menempa diri dalam ketabahan, kesabaran, dan kesetiaan. Merawat segala asa atas nama kebaikan. Mereka hidup. Berlambarkan keluhuran budi pekerti.
JERNIH– Saudaraku,
Keberadaan kita di sini. Kini dan nanti, jelas melewati sekian panjang perjalanan anak-anak manusia yang lahir lebih dulu. Kita adalah manusia masa kini. Menyambungkan masa lalu dengan masa depan. Sampai akhirnya kita pun segera menjadi bagian dari sejarah.
Di atas panggung kehidupan ini. Selalu ada manusia terbaik. Mendarmabhakti hidupnya untuk banyak orang. Mereka menempa diri dalam ketabahan, kesabaran, dan kesetiaan. Merawat segala asa atas nama kebaikan. Mereka hidup. Berlambarkan keluhuran budi pekerti.
Kita perlu meneladani laku lampah yang demikian itu. Karena untuk menjadi manusia bermanfaat, tak perlu harus menunggu jadi sarjana terlebih dahulu. Tengoklah ke sekeliling. Ada begitu banyak kesempatan yang bisa kita ambil. Mewarnai hidup sendiri jadi lebih berarti.
Peradaban hidup manusia sejak dulu kala, memang kerap kali menawarkan khazanah tak ternilai harganya. Selalu saja ada keajaiban yang terjadi di puncak pencapaiannya. Di jagad alit ini, pusparagam kejadian muncul silih berganti. Sedari yang kasat indra. Hingga yang melampaui batas-batas nalar kita. Kebudayaan manusia adalah wahana terbaik tuk mengenali diri kita sendiri. Mengada dari ketiadaan. Kembali meniada selamanya.
Lantas laku hidup bagaimanakah yang harus kita lakoni? Jawabannya cuma satu: hiduplah yang bermakna. Karena sumbangsih dan pengorbanan. [Deden Ridwan]