Solilokui

Perlawanan Rockefeller Atas Vonis Mati

Pada usia 53 tahun Rockfeller divonis akan segera mati oleh dokter karena depresi akut. Dia begitu ketakutan bisnisnya hancur. Sungguh, begitulah kenyataannya. Gaya hidupnya berubah sangat tidak sehat. Kuatir terus-menerus. Makan dan tidur tidak teratur. Tidak berolahraga. Tak pernah tetirah ataupun bersenang-senang. Yang dipikirkannya hanya bisnis dan uang.

Oleh  : Agus Kurniawan

JERNIH– Saya ingin mengutip seorang motivator. Dale Carnegie, siapa yang tak kenal motivator kampiun ini.

Tapi yang mau saya kutip dari Carnegie justru kutipan dia tentang kisah dramatis orang lain, John D. Rockefeller. Getir, paradoks, tapi inspiratif — dan happy ending. Ini tentang cara Rockfeller menghadapi “vonis” mati.

Agus Kurniawan

Usia 31 tahun Rockeffeler mulai moncer berbisnis di bidang yang sangat kemilau, minyak bumi. Dan benarlah, sepuluh tahun kemudian dia sudah sulih diri jadi orang terkaya dan tersukses di Amerika. Bahkan mungkin terhebat di seantero dunia saat itu. Konglomeratnya konglomerat. Sekarang pun kita mengenalnya sebagai seorang filantropis yang begitu melegenda.

Tapi orang tak banyak tahu bahwa pada usia 53 tahun Rockfeller divonis akan segera mati oleh dokter karena depresi akut. Dia begitu ketakutan bisnisnya hancur. Sungguh, begitulah kenyataannya. Gaya hidupnya berubah sangat tidak sehat. Kuatir terus-menerus. Makan dan tidur tidak teratur. Tidak berolahraga. Tak pernah tetirah ataupun bersenang-senang. Yang dipikirkannya hanya bisnis dan uang.

Awal sakit ditandai dengan rontoknya rambut secara misterius. Istilahnya alopecia. Diikuti dengan susah makan yang merusak pencernaannya. Bayangkan, seorang pebisnis miliaran dolar tapi hanya bisa mengkonsumsi asupan seharga 2 dolar seminggu. Tragis, kan? Mukanya selalu pucat. Badannya lunglai. Koleganya sering menemukan Rockefeller pingsan di depan meja kerjanya.

Dokter memberikan dua pilihan padanya. Dia tetap seperti itu tetapi dengan risiko cepat mati hanya dalam beberapa waktu saja. Atau meninggalkan bisnisnya, beristirahat, tetapi berpeluang panjang umur.

Tak mudah bagi Rockeffeler memutuskan. Bila Anda pernah merasakan bagaimana intimnya mengelola usaha, Anda akan butuh berpikir ribuan kali untuk mundur.

Tetapi akhirnya Rockefeller memilih beristirahat, meninggalkan semua urusan bisnisnya. Dia lalu mendirikan yayasan filantropi yang ngetop itu. Sejarah mencatat, dia tak jadi meninggal di usia 53 tahun, tetapi awet tua, sampai 98 tahun.

Apa yang bisa kita pelajari dari kisah Rockeffeler ini? Sekalipun Anda seorang profesional atau pun pebisnis hebat, tetaplah bersepeda, atau mancing, atau hoby nonton orang pukul-pukulan di UFC. Karena dengan bersepeda, atau lain-lain itu, Anda akan tetap doyan makan. Itu pelajarannya. [ ]

Back to top button