Solilokui

Selamat Jalan Antasari Azhar …

Jejak Antasari Azhar di KPK menunjukkan dedikasi tinggi dalam membersihkan praktik korupsi di Indonesia. Meskipun ia harus menghadapi akhir karier yang tragis akibat kasus kontroversial yang sarat dugaan konspirasi.

JERNIH – Mendung bergelayut di BSD, Tangerang Selatan. Awan tampak enggan memberi jalan mentari menyinar. Suasana tersebut bak menjadi penanda berpulangnya seorang insan.

Ya benar. Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2007–2009, Antasari Azhar, meninggal dunia pada hari ini, Sabtu (8/11/2025), di usia 72 tahun. Antasari Azhar berpulang sekitar pukul 10.57 WIB di kediamannya di kawasan Tangerang Selatan, Banten.

Antasari boleh jadi ketua KPK yang paling sohor akibat kriminalisasi dirinya yang ditembakkan lewat kasus terbunuhnya Bos Putra Rajawali Banjaran. Sejak itu menjadi ketua KPK berhati jujur dan tegak lurus mesti berhadapan dengan risiko tinggi. Kecuali ketua yang memilih diatur dn disetir oleh kekuasaan dan oligarki.   

Menurut kuasa hukumnya, Boyamin Saiman, Antasari Azhar meninggal dunia dikarenakan sakit yang diidap sejak lama, meskipun ia enggan merinci jenis sakit yang diderita. Jenazah rencananya akan disalatkan di Masjid Asy Syarif, Serpong, Tangerang Selatan, dan dimakamkan di San Diego Hills, Karawang, Jawa Barat.

Antasari Azhar lahir di Pangkal Pinang, Bangka Belitung, pada 18 Maret 1953. Ia adalah anak keempat dari 15 bersaudara. Ayahnya diketahui pernah menjabat sebagai kepala kantor pajak di Bangka Belitung. Antasari merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Jurusan Tata Negara, pada tahun 1981.

Perjalanan kariernya dimulai di Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Kehakiman (1981–1985), sebelum kemudian meniti karier di dunia kejaksaan. Ia pernah menjabat di berbagai posisi strategis, di antaranya;  Jaksa Fungsional di Kejaksaan Negeri Tanjung Pinang (1989–1992),  Kasi Penyidikan Korupsi Kejaksaan Tinggi Lampung (1992–1994),  Kepala Kejaksaan Negeri Baturaja (1997–1999),  Kasubdit Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung (1999–2000) hingga lalu jadi Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (2000–2007).

Puncak kariernya di dunia penegakan hukum adalah ketika ia terpilih sebagai Ketua KPK ke-2 pada 18 Desember 2007, menggantikan Taufiqurahman Ruki, dan menjabat hingga 2009.

Semasa menjabat sebagai Ketua KPK, Antasari Azhar dikenal sebagai sosok jaksa karier yang tegas dan menjadi simbol perlawanan terhadap korupsi di era reformasi. Di bawah kepemimpinannya, KPK berhasil menorehkan sejumlah gebrakan dalam penindakan kasus korupsi kelas kakap yang melibatkan pejabat tinggi negara.

Ketegasannya dan langkah-langkah berani yang diambil KPK di bawahnya membuat lembaga tersebut semakin disegani.

Masa jabatan Antasari Azhar di KPK harus berakhir lebih cepat dan kontroversial pada tahun 2009. Ia terseret dalam kasus pembunuhan pengusaha, Nasrudin Zulkarnaen, Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran.

Pada 4 Mei 2009, Antasari ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi karena diduga memerintahkan pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.  Pada 11 Februari 2010, Antasari divonis hukuman penjara 18 tahun karena terbukti bersalah turut serta melakukan pembujukan untuk membunuh Nasrudin Zulkarnaen.

Sepanjang proses hukum, Antasari menolak semua tuduhan. Kasus ini dinilai oleh sebagian masyarakat dan pakar hukum sebagai salah satu perkara hukum paling kontroversial di Indonesia dan banyak yang meyakini adanya kriminalisasi terhadap Antasari sebagai upaya melemahkan KPK.

Dugaan konspirasi muncul dari anggapan bahwa kasus tersebut merupakan upaya untuk menjatuhkan pemimpin KPK, mengingat pada saat itu KPK tengah menangani kasus korupsi besar.

Meskipun masa jabatannya tergolong singkat, KPK di bawah komando Antasari Azhar dikenal sangat agresif dan berhasil mengguncang pejabat-pejabat tinggi negara yang terlibat korupsi. Keberanian dan ketegasannya dalam penindakan menjadi “taring” KPK yang paling ditakuti koruptor pada saat itu.

Beberapa kasus besar yang diungkap KPK pada era Antasari meliputi;

Kasus Korupsi Dana Yayasan Bank Indonesia (BI). Kasus ini menjadi salah satu penindakan paling fenomenal yang dilakukan KPK dan melibatkan petinggi bank sentral.  Tersangka kunci adalah mantan Gubernur Bank Indonesia (BI), Burhanuddin Abdullah. Modusnya berupa dugaan penyalahgunaan dana Yayasan BI untuk pemberian fasilitas pinjaman kepada anggota DPR dan penyimpangan dalam biaya hukum.

Hasilnya, Burhanuddin Abdullah ditetapkan sebagai tersangka dan kemudian divonis bersalah. Kasus ini menunjukkan bahwa KPK berani menyentuh pejabat setingkat kepala lembaga negara yang sangat dihormati.

Kasus Suap Jaksa Urip Tri Gunawan

Kasus ini tidak hanya menunjukkan keberanian KPK menindak korupsi, tetapi juga berani menyasar oknum penegak hukum (jaksa) yang seharusnya memberantas korupsi.

Tersangka kunci ialah Jaksa Urip Tri Gunawan dan pengusaha Artalyta Suryani. Modusnya Urip Tri Gunawan ditangkap tangan oleh KPK karena menerima suap senilai 660 ribu dolar AS dari Artalyta Suryani. Suap ini terkait dengan penanganan perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang melibatkan mantan pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Syamsul Nursalim.

Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan mengirimkan pesan kuat bahwa tidak ada institusi atau profesi yang kebal dari penyidikan KPK.

Kasus Suap Alih Fungsi Hutan

KPK di bawah Antasari juga menyasar kasus yang melibatkan anggota legislatif. Kali ini tersangka kunci adalah anggota DPR RI, Al Amin Nur Nasution.

Modusnya terkait kasus suap alih fungsi kawasan hutan lindung di Provinsi Bintan dan Sumatera Selatan. Al Amin ditangkap dan diproses hukum, yang memperkuat citra KPK sebagai lembaga yang tidak pandang bulu dalam menindak pejabat publik.

Kasus Besar yang Belum Tuntas (BLBI Jilid II)

Antasari sendiri pernah mengungkapkan bahwa pada masa kepemimpinannya, ia sangat berambisi untuk menuntaskan kasus besar lainnya, salah satunya adalah kelanjutan pengusutan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan nilai yang jauh lebih besar, yakni obligasi rekap senilai sekitar Rp 446 miliar (yang saat itu belum jelas keberadaannya), di luar yang sudah ditangani Kejaksaan Agung. Kasus inilah yang juga sering dikaitkan dengan potensi “pihak-pihak yang tidak puas” yang diduga melatarbelakangi kriminalisasi dirinya.(*)

BACA JUGA: KPK: Lembaga yang (Dibuat) Mati Muda

Check Also
Close
Back to top button