Belajar dari Pahitnya Jamu
Oleh: KH Abdullah Gymnastiar
SAUDARAKU, pernahkah meminum jamu demi tujuan kesehatan atau kebugaran? Atau pernahkah melihat seseorang yang minum jamu? Kita tentu mengetahui khasiat jamu yang akan kita minum.
Dan begitu jamu itu masuk di mulut kita, kita mengetahui rasanya pahit, apakah kita lantas memarahi tukang jamu? Tentu saja tidak. Bahkan kita berterimakasih dan membayarnya. Mengapa? Karena kita tahu dan sadar bagaimana khasiat jamu itu dan bagaimana rasanya di lidah kita.
Demikianlah kepahitan dalam hidup kita. Sungguh, hidup di dunia banyak berisi kejadian-kejadian yang tidak kita harapkan. Bahkan tidak jarang terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak mengenakkan hati kita. Pahit dan getir rasanya.
Akan tetapi, menghadapi kenyataan yang demikian, banyak orang yang tidak pandai menyikapinya secara bijaksana. Ada orang yang sangat mudah berkeluh kesah, meratap, mengutuki keadaan, hingga berburuk sangka kepada Allah Swt. Na’udzubillahi mindzalik.
Padahal bagi orang yang beriman, setiap kenyataan hidup sepahit apapun pasti merupakan kehendak Allah dan setiap kehendak Allah pastilah kebaikan. Bagi orang yang beriman, kepahitan hidup akan disikapi dengan tiga hal. Pertama, mengevaluasi diri dan memeriksa perbuatan apakah yang telah mengundang datangnya kepahitan itu. Kedua, berbaik sangka bahwa ketetapan Allah pasti kebaikan bagi dirinya. Dan yang ketiga, meyakini bahwa hanya kebaikan Allah Swt. yang bisa menyelamatkan kita.
Jadi, jikalau ada kepahitan yang terjadi di dalam hidup kita, sikap terbaik adalah sungguh-sungguh bertaubat kepada Allah Swt., berbaik sangka kepada-Nya dan berburu kebaikan Allah dengan cara meningkatkan kualitas sabar dan kualitas ibadah kita kepada-Nya.
Saudaraku, jika suatu saat terjadi kepahitan dalam hidup kita, janganlah membencinya. Sikapilah dengan kesabaran dan baik sangka kepada Allah Swt. Karena sesungguhnya kita tidak pernah mengetahui hal apakah yang terbaik bagi kita sebenarnya. Seringkali yang awalnya kita pandang baik bagi kita, di kemudian hari kita bersyukur tidak mendapatkannya karena ternyata itu mengandung keburukan. Dan tidak jarang yang awalnya kita pikir kejelekan bagi kita, kelak di kemudian hari kita bersyukur telah merasakannya karena ternyata mengandung kebaikan bagi kita.
Allah Swt. berfirman, “Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”(QS. Al Baqarah: 216). [*]