Rahasia Punggung Hitam Sang Teladan
Menghitamnya punggungnya menjadi dalil tak terbantahkan. Beliau memikul sendiri bantuan itu tanpa ada orang yang tahu.
Oleh: Prof Dr KH Ahmad Imam Mawardi
SEMUA yang mendapatkan bantuan penasaran siapa yang selalu mengirimkan makanan ke rumahnya setiap malam. Para janda tua dan kaum fakir di Madinah itu rutin mendapati beras/gandum di depan rumahnya untuk makan dan kebutuhan kesehariannya. Tak ada yang tahu siapa sang pengirim dan tidak ada pengumuman siapa dan mengapa rutin mengirimkan bantuan.
Suatu hari terdengar kabar menggemparkan tentang wafatnya Imam Ali bin Husain Zainal Abidin. Banyak yang bertakziyah berduka atas wafatnya orang yang istiqamah dalam ketaatan ini. Orang yang memandikan jenazah beliau kaget menjumpai punggung beliau menghitam menebal. Semua berkeyakinan bahwa punggung ini selalu memanggul atau memikul beban berat secara rutin.
Sejak kewafatan beliau, ternyata para janda dan fakir miskin yang biasa mendapatkan kejutan shadaqah saban pagi tak lagi mendapatkannya. Dunia terasa sepi kembali dan gersang dalam kebutuhan yang tak terpenuhi. Mereka saling berbisik dan menduga, akhirnya mereka yakin sekali, bahwa yang rajin shadaqah kepada mereka selama ini adalah Imam Ali bin Husain Zainal Abidin yang baru wafat itu. Menghitamnya punggungnya menjadi dalil tak terbantahkan. Beliau memikul sendiri bantuan itu tanpa ada orang yang tahu.
Sungguh ini adalah teladan kedermawanan dan keikhlasan yang luar biasa. Sulit sekali menemukan padanannya untuk zaman sekarang ini yang semuanya katanya harus didokumentasi. Bahkan, ada yang mendokumentasi “kebaikannya” sendiri untuk kemudian diumumkan via media sosial dan dibuatkan foto khusus atau banner untuk dipasang di setiap pojokan jalan.
Mungkin niatnya bagus, yakni agar kebaikannya ditiru orang lain. Hanya saja, model yang terakhir ini maraknya sangat bermusim dengan siklus 5 tahunan, yakni menjelang pemilihan umum dan pilkada. Tak perlu menunggu kewafatannya untuk berhenti shadaqah, cukup setelah usai pencoblosan, tak ada lagi bantuan. Maaf ya, tidak niat menyindir siapapun, cuma menggambarkan fenomena umum.
Mengapa Imam Ali bin Husain Zainal Abidin segigih itu dalam bershadaqah dan seikhlas itu menjalaninya sendiri? Apa janji Allah dan Rasulullah bagi mereka yang dermawan dan tulus dalam pelayanannya? Sepertinya semua kita sudah memahami ini. Tak perlu saya urai lagi. Cukup teladani sebisa mungkin. Salam dari Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya, A. I. Mawardi. [*]
* Founder and Director di Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya serta Dosen di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.