Setetes Embun: Jawaban “Ya” Maria
Ketaatan yang sejati berarti menempatkan diri dalam di bawah seseorang/Sesuatu dalam sikap melayani. Ketaatan sejati berarti pula menerima apa yang jelas-jelas Tuhan ingin kita lakukan, atau apa yang Dia ingin lakukan melalui kita.
JERNIH-Peristiwa inkarnasi atau Allah menjadi manusia dimulai dengan jawaban “Ya” dari Maria dalam kisah Kabar Sukacita hari ini: Fiat mihi secundum tuum.
Meskipun kita biasanya menganggap kelahiran Yesus sebagai awal kehadiran Allah di antara kita, Gereja mengajarkan bahwa kehadiran-Nya di antara kita dimulai dengan dikandungnya Yesus dalam rahim Maria oleh kuasa Roh Kudus yang terjadi pada saat Maria menyetujuinya menjadi ibu Yesus.
Seandainya Maria berkata “Tidak”, dan bukannya “Ya”, sejarah mungkin akan berbeda – meskipun kita tahu bahwa rencana Allah tidak akan gagal. Jawaban “Ya” dari Maria mengubah hidupnya dan seluruh dunia. Ketaatannya terhadap panggilan Tuhan mengubah hidupnya dan kehidupan kita semua.
Perawan Maria yang Terberkati adalah manusia pertama yang dapat berkata tentang Yesus, ‘Inilah tubuhku, ini darahku.’ Ia adalah altar pertama misteri Inkarnasi. Tubuhnya merupakan bait yang tepat.
Pilihan yang diambil Maria tidaklah mudah. Sebagai seorang gadis remaja, bertunangan namun belum menikah dengan Yosef, dia diminta untuk hamil oleh utusan Allah, malaikat Gabriel. Dalam tradisi Yahudi pertunangan dianggap sebagai komitmen penuh terhadap calon pasangannya, dan kehilangan keperawanan bagi gadis tersebut sama saja dengan perzinahan, sebuah dosa yang dapat dihukum mati.
Dengan menjawab “Ya” maka Maria adalah teladan ketaatan sejati. Ketaatan sejati berasal dari pilihan bebas yang dibuat berdasarkan apa yang benar dan baik. Hal ini seringkali membutuhkan keberanian yang besar, karena hal ini dapat berarti melawan arus sosial. Ketaatan yang sejati berarti menempatkan diri dalam di bawah seseorang/Sesuatu dalam sikap melayani. Ketaatan sejati berarti pula menerima apa yang jelas-jelas Tuhan ingin kita lakukan, atau apa yang Dia ingin lakukan melalui kita.
Ketaatan Yesus terjadi pada sebuah momen agung di taman Getzemani ketika Dia menjawab “Ya” kepada Bapa-Nya atas salib yang akan dipikul-Nya; jadilah kehendak-Mu.
Dengan mengatakan, bersama Yesus dan Maria, dengan sepenuh hati dan tanpa syarat “Ya,” kepada Tuhan maka Yesus akan “dilahirkan kembali” dalam diri kita.
Santo Fransiskus berkata, “Kita adalah Bunda Kristus ketika kita mengandung Dia di dalam hati kita… dan kita melahirkan Dia melalui karya-karya suci kita yang seharusnya menyinari orang lain melalui teladan kita”.
Warta gembira dalam Injil Suci hari ini bukan hanya bahwa Allah menyediakan keselamatan bagi umat-Nya, tetapi juga bahwa Dia mempunyai rencana bagi setiap orang.
Berapa kali kita menyatakan “Ya” atas rencana Tuhan yang mungkin nampak mustahil di mata kita?
Berapa kali kita menyatakan “Ya” dalam hal-hal sederhana hidup harian kita sambil percaya bahwa melalui ini pun Tuhan menggunakan kita walau belum kita pahami sepenuhnya?
(SETETES EMBUN, by P. Kimy Ndelo CSsR; ditulis di Biara Santo Alfonsus-Konventu Redemptoris, Weetebula Sumba tanpa Wa).