Spiritus

Setetes Embun: Menunggu dan Berharap

“Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat.”

Penulis: P. Kimy Ndelo, C.Ss.R

JERNIH-Aku dan seorang pria buta sedang berdiri di tengah kerumunan pelancong di Port Mores dekat bandara. “Engkau berdiri saja di sini.” kataku padanya. Aku ingin menghindari dia dari gangguan karena berdesak-desakan, jadi aku meninggalkannya di sudut yang terlindung. Aku kemudian pergi membeli tiket, mengirim surat, dan memeriksa kedatangan dan keberangkatan pesawat. Pada satu titik aku berbalik dan kembali menatapnya. Dia hanya berdiri di sana.

Orang-orang berkerumun di sekelilingnya. Seorang anak menatapnya. Seorang portir mengendarai kereta bagasi di sekelilingnya. Seorang petugas surat kabar tidak dapat mengerti mengapa dia bahkan tidak melihat surat kabar tersebut. Orang buta itu hanya berdiri disana. Kaki-kaki yang berjalan di sekelilingnya, suara-suara tak dikenal dan segala macam suara manusia yang datang dan pergi tidak ada artinya baginya.

Dia hanya berdiri dan menungguku kembali. Dia dengan sabar menunggu, sangat puas karena aku akan kembali. Tidak ada keraguan di wajahnya. Sebaliknya, ada harapan pada dirinya: Aku akan kembali dan menggandeng tangannya dan kami akan melanjutkan perjalanan. —

Pandangan orang buta dengan kelopak mata tertutup yang berdiri di sana membuatku teringat akan apa yang seharusnya menjadi wajah Advent seorang Kristen. (Kisah Anonim)

**

Hari ini kita memasuki masa Adven. Kata Adven berasal dari “advenio” yang secara harafiah berarti “datang untuk”. Dimengerti sebagai masa penantian sekaligus pengharapan. Dalam pengertian populer sekarang bisa diibaratkan sebagai masa berada di “ruang tunggu” (waiting room).

Kita bisa membayangkan ruang tunggu pesawat atau ruang tunggu di sebuah rumah sakit. Setiap orang menanti dengan pengharapan kapan panggilan itu datang.

Di balik penantian ini tersirat pula sebuah peringatan agar waspada dan jangan lalai. Mengapa? Karena kelalaian membuat orang gagal merespon panggilan dan tertinggal.

Dalam arti inilah kata-kata Yesus hari ini benar-benar mempunyai makna yang relevan:

“Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat.”

Peringatan Yesus ini merupakan suara kenabian yang sudah terdengar berulangkali dalam sejarah Israel. Contohnya adalah peringatan Nabi Yeremia.

Ramalan nabi Yeremia, dalam bacaan pertama, (Yer 33,14-16) sesungguhnya berawal dari kesalahan raja dan bangsa Israel. Pada masa sebelumnya, Yeremia memperingatkan raja Zedekia dan bangsa Israel akan bahaya dari utara, yakni Raja Nebukadnezar. Peringatan ini datang dari Allah agar raja dan bangsa Israel selamat. Akan tetapi peringatan itu tidak dihiraukan. Akibatnya raja disiksa sampai matanya buta dan Israel diporak-porandakan. Bait Allah dihancurkan dan bangsa Israel dijadikan tawanan ke Babilon.

Meski demikian janji dan cinta Allah bagi umat-Nya tidak hilang dengan adanya kelalaian dan penolakan. Allah selalu mempunyai ruang untuk menerima umat-Nya yang datang dan bertobat. Allah selalu mempunyai cara untuk memperbaiki relasi yang sudah dirusakkan. Allah selalu mempunyai cara untuk mengembalikan kedamaian dan ketenteraman.

Peringatan Yesus juga menjadi bukti cinta Allah kepada umat-Nya. Belajar dari pengalaman bangsa Israel di masa lalu, Dia ingin agar umat-Nya selalu waspada dan menaruh perhatian pada kedatangan Yesus yang kedua kalinya. Dia datang bukan untuk menaklukkan melainkan untuk memerdekakan selamanya.

Akan tetapi hal ini pun tetap merupakan pilihan bebas. Setiap orang, sekalipun berada di “ruang tunggu” tetap berhak untuk menolak panggilan. Tentu dengan semua konsekwensinya. Yang pasti, tidak selamanya kita berada di ruang tunggu. Dia akan datang dan mengajak kita pergi, entah siap atau tidak.

(SETETES EMBUN, by P. Kimy Ndelo, C.Ss.R., ditulis di Biara Redemptoris, Shrine of the Mother of  Perpetual Help, Baclaran Manila, Philippine).

Back to top button