Spiritus

Setetes Embun: Tahu Apa yang Meluka

Esensi dari agama yang sesungguhnya adalah mengasihi sesama dan diri sendiri sebagai cara untuk mengasihi Allah.

Penulis: P. Kimy Ndelo CSsR;

JERNIH-Suatu hari dia mengunjungi pemilik sebuah kedai minuman di daerah pedesaan Polandia. Di dalam kedai minuman itu ada dua orang pria yang sedang minum alkohol dan sudah dalam keadaan mabuk. Sambil merangkul satu sama lain mereka nampak seperti orang sedih. Mereka mengungkapkan kasih kepada satu sama lain.

Tiba-tiba yang lebih tua berkata: “Peter, katakan padaku, apa yang menyakiti aku?”. Dengan rasa heran atas pertanyaan aneh itu, Peter berkata: “Bagaimana aku bisa tahu apa yang melukaimu?”. Ivan langsung membalas: “Jika engkau tidak tahu apa yang melukaiku, bagaimana engkau berkata engkau mengasihiku?”.

*

Dalam Injil hari ini Yesus mengajarkan perintah paling penting berdasarkan pertanyaan seorang ahli Taurat.

“Guru, hukum manakah yang terutama dalam Hukum Taurat” (Mat 22,36).

Yesus diminta Ahli Taurat untuk merumuskan Hukum Taurat dalam sebuah kalimat. Ini bukan perkara gampang. Mengapa?

Dalam tradisi Yudaisme jaman Yesus, ada kecenderungan ganda yakni di satu sisi memperbanyak Hukum Musa dengan ratusan hukum dan aturan, tetapi di sisi lain mempersingkat 613 Hukum Musa dalam satu atau beberapa kalimat.

Jika Yesus salah menjawab Dia bisa dianggap menghina Taurat karena mengabaikan hukum-hukum lainnya.

Orang Farisi mengakui bahwa ada 613 perintah dalam Taurat Musa. 248 bersifat positif – engkau harus melakukan ini – dan 365 bersifat negatif – engkau jangan melakukan ini. Mereka juga percaya bahwa setiap aturan dari 613 hukum ini mempunyai status yang sama. Tidak ada hukum yang lebih tinggi.

Jawaban Yesus sederhana, langsung dan mengutip hukum itu sendiri. Jawabannya sangat tradisional dan sesuai tujuan hukum itu sendiri. Dia mengutip kombinasi dua Hukum. “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap tenagamu” . Ini berasal dari kitab Ulangan 6,5. “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”. Dikutip dari Imamat 19,18.

Menurut-Nya ini adalah esensi dari agama yang sesungguhnya. Kita mengasihi sesama dan diri sendiri sebagai cara untuk mengasihi Allah.

Allah memberi kita sesama untuk mengasihi sehingga dengannya kita belajar mengisihi Allah. Allah berhubungan dengan kita setiap hari melalui sesama kita.

Tanpa kasih terhadap sesama maka kasih kita kepada Allah hanya sekedar perasaan hampa. Dan tanpa kasih kepada Allah maka kasih kepada sesama hanya sekedar kamuflase kasih kepada diri sendiri. (Reginald H. Fuller).

Kedua jenis kasih ini bagaikan dua sisi dari satu mata uang. Yang satu mengandaikan yang lainnya. Kasih bukan sekedar perasaan melainkan tindakan nyata. Kasih bukan kata sifat tetapi kata kerja.

Tapi mengasihi dengan benar hanya bisa dilakukan jika kita tahu apa yang bisa melukai dan menyakiti saudara kita. Kasih bukan hanya tentang melakukan yang positif, tapi juga tentang menghindari yang negatif.

(SETETES EMBUN, by P. Kimy Ndelo CSsR; ditulis di Biara Santo Alfonsus-Konventu Redemptoris Weetebula, Sumba tanpa Wa)

Back to top button