Spiritus

Shah Waliullah Al-Dahlawi, Mujtahid-Mujahid yang Merintis Pemikiran Sosial Karl Marx

Teori-teorinya tentang ilmu ekonomi dan sosialisme bersifat revolusioner, sehingga bisa dianggap sebagai pendahulu Karl Marx. Buku-bukunya memiliki wawasan, sikap moderat dan toleransi, tetapi sifat yang mendapat tekanan paling dalam ialah adl dan adalat (keadilan, kewajaran, keseimbangan). Selalu ia tekankan betapa pentingnya peranan prinsip itu dalam teorinya untuk memelihara struktur sosial.

JERNIH—Dr Sir Muhammad Iqbal, penyair sufi dari Pakistan, menggambarkan Kaisar Aurangzeb yang terkenal itu bagaikan anak panah terakhir dalam getaran kekuasaan Islam di India. Kekuatan-kekuatan anti-Islam yang menonjol selama pemerintahan seperti Kaisar Akbar, Jahangir dan Dara Shikah, telah dihentikan oleh Aurangzeb, seorang raja Muslim yang jujur, teliti, bicaranya hati-hati dan bijaksana.

Shah Waliullah Al-Dahlawi menurtut sebuah lukisan.

Dengan wafatnya Aurangzeb pada tahun 1709, timbul kekacauan politik yang kemudian memuncak dengan runtuhnya kekuasaan Muslim di anak benua itu. Keadaan politik yang berantakan itu adalah akibat kekacauan rohani masyarakatnya. Para pengganti Aurangzeb ternyata terlalu lemah dan tidak mampu menghadapi berbagai kekuatan yang memberontak.

Dalam periode krisis sejarah Islam seperti itulah, lahir Shah Waliullah, seorang ahli pikir terbesar yang dihasilkan India Islam, dan sangat besar pula jasanya dalam penyatuan kembali susunan Islam.

Shah Waliullah dilahirkan pada tahun 1703 Masehi. Kakeknya, Syekh Wajihuddin, perwira tinggi dalam ketentaraan Kaisar Jahangir, dan pembantu Aurangzeb dalam perang perebutan takhta. Ayah Waliullah, Shah Abdur-Rahim, sufi dan cendikiawan terkenal yang telah membantu menyusun “Fatwa-i-Alamgiri”, buku tebal mengenai hukum Islam. Ia menolak undangan istana, dan tetap mengabdikan tenaganya untuk organisasi dan pengajaran pada “Madrasah Rahimia”, sebuah sekolah teologi.

Sekolah ini yang kemudian memainkan peranan penting dalam emansipasi agama Islam di India. Madrasah ini yang menjadi tempat pendidikan pembaharu dan para mujahid seperti Shah Waliullah, Shah Abdul Aziz, Sayid Ahmad dari Bareli, Maulvi Abdul Haiy, dan Shah Ismail Syahid.

Tentang ajaran Shah Abdul Rahim beserta kakaknya, Maulana Ubaidullah Sindhi menulis: “Inti ajaran kedua bersaudara itu ialah usaha untuk menemukan jalan bersama bagi para filsuf Muslim (para sufi dan para mutakallim) dan para fuqaha (ahli hukum Islam).”

Shah Waliullah mendapatkan pendidikan pertama dari ayahnya, yang juga adalah gurunya dan pengarah perkembangan rohani yang menjadi dewasa sebelum waktunya. Daya ingatannya kuat, ia hafal Quran pada usia yang sangat muda, tujuh tahun.

Selang beberapa waktu setelah ayahnya meninggal dunia, 1131 Hijrah, ketika itu usia Waliullah belum 17 tahun, tapi sudah mulai mengajar di Madrasah Rahmulya milik ayahnya, dan meneruskan tugas ini selama 12 tahun sampai saat kepergiannya ke Arabia untuk studi yang lebih tinggi.

Selama berada di Mekkah dan Madinah—14 bulan–ia berhubungan dengan para guru terkenal di Hejaz. Guru kesayangannya ialah Syeikh Abu Tahir bin lbrahim dari Madinah, dan dari guru ini Shah Waliullah mendapatkan sanad (titel kesarjanaan) dalam bidang ilmu hadits. Gurunya itu berpengetahuan seperti ensiklopedi. Shah Waliullah banyak sekali menimba manfaat dari padanya, dan mengakui bahwa gurunya teramat saleh, berpandangan luas, dan bakat kesarjanaannya luar biasa.

Sewaktu berada di Mekkah, Shah Waliullah bermimpi bertemu Rasulullah SAW yang memerintahkan agar dirinya bekerja bagi organisasi pengembangan masyarakat Islam di India. Ia pun segera kembali ke Delhi pada 9 Juli 1732, dan memulai tugasnya dengan sungguh-sungguh.

Ia menghadapi tugas yang teramat berat pada masa di mana Muslimin India sedang dalam keadaan yang paling kritis dalam sejarahnya. Begitu juga kondisi struktur sosial, politik, ekonomi, dan spiritual dalam keadaan yang terkoyak-koyak. Ia mulai mengajarkan pengetahuan agama dan mempercayakan kepada para muridnya untuk bekerja sebagai muallim yang memberikan penerangan kepada masyarakat tentang sifat Islam yang sesungguhnya.

Kaisar Aurangzeb

Ia menulis buku standard pelajaran agama Islam, dan sebelum meninggal dunia dalam tahun 1762, ia telah menyelesaikan sejumlah besar buku yang menyangkut tentang Islam.

Dedikasinya terhadap pekerjaannya demikian besarnya, sehingga menurut anak lelakinya, yang juga berbakat, Shah Abdul Aziz,“Beliau itu jarang sakit. Sekali beliau duduk untuk bekerja setelah dhuha (shalat setengah matahari terbit), beliau tidak bergeser dari tempatnya sampai tengah hari.”

Ia seorang genius, intelektual yang mengabdikan diri bagi tugas pendidikan umat yang terjerumus tuntunan agama Islam yang salah. Adalah tugasnya untuk menghidupkan kembali Islam di subkontinen itu, di mana keadaannya saat itu diliputi kabut filsafat dan tasawuf. Ia bertekad membawa Islam kepada ajarannya yang murni.

Kegiatannya tidak hanya terbatas pada bidang kerohanian dan intelektual. Ia hidup dalam zaman yang bergejolak, dan selama hidupnya ia menyaksikan beberapa penguasa yang menduduki singgasana Delhi. Diberkahi dengan pandangan politik yang tajam, ia melihat dengan kesedihan yang mendalam akan kehancuran Islam di subkontinen itu, sehingga ia menulis surat kepada para penguasa politik, seperti Ahmad Shah Abdali, Nizam-ul Mulk, dan Najibuddaula, agar mereka menghentikan pembusukan yang telah melekat pada kehidupan politik orang-orang Islam di India.

Berkat seruannya, Ahmad Shah Abdali muncul di medan pertempuran di Panipat, 1761, dan menghentikan impian Marhatta untuk menguasai benua kecil India.

Shah Waliullah seorang penulis yang produktif. Ia menulis dalam dua bahasa, Arab dan Persia. Sampai saat ini, beberapa di antara buku-bukunya itu tersimpan di seluruh wilayah literatur Islam, dan belum terungguli oleh buku lain.

Buku-bukunya diklasifikasikan ke dalam enam kategori. Yang pertama, mengenai Quran, termasuk di dalamnya terjemahan Quran dalam bahasa Persia, bahasa sastra di Benua India pada waktu itu. Menurut Shah Waliullah, sasaran mempelajari Quran ialah,”Untuk  mengubah sifat manusia dan meluruskan kepercayaan yang salah, dan mencegah tindakan yang membuat orang teraniaya.”

Kategori yang kedua, mengenai hadits. Ia mewariskan beberapa buku, termasuk tafsir “Muwatta” dalam bahasa Arab dan bahasa Rusia, kumpulan hadis Imam Malik. Ia menganggap penting hadits Imam Malik ini melebihi Hadits Bukhari dan Muslim. Shah Waliullah seorang muhaddis (ahli hadits), dan semua muhaddis di anak benua ini dapat ditelusuri keturunannya sampai ke Imam Malik.

Kategori yang ketiga mengenai fiqh, termasuk “Insaf-fi-bayan-isabab-al-ikhtilaf”, yang meskipun pendek tetapi merupakan tulisan yang menarik dan informatif tentang riwayat hukum Islam selama kurun waktu lima abad terakhir.

Kategori yang keempat, berkenaan dengan tasawuf. Yang kelima adalah buku-bukunya tentang filsafat Islam dan llm-al-Kalam.

Kategori yang keenam, buku-bukunya tentang masalah Syiah-Sunni yang pada masa itu terasa agak tajam. Teori-teorinya tentang ilmu ekonomi dan sosialisme bersifat revolusioner, sehingga ia bisa dianggap sebagai pendahulu Karl Marx. Syeikh Muhammad lkram mengatakan: “Shah Waliullah menulis buku-buku bermutu tinggi tentang berbagai gerakan yang kukuh dan bermanfaat. Tetapi barangkali tidak kalah pentingnya adalah pandangannya dan cara pendekatannya yang tidak tampak, yang diwariskannya kepada para intelektual Islam di anak benua India – Pakistan. Buku-bukunya memiliki wawasan, sikap moderat dan toleransi, tetapi sifat yang mendapat tekanan paling dalam ialah adl dan adalat (keadilan, kewajaran, keseimbangan). Buku-bukunya tercatat sebagai saksi tentang bagaimana cara ia melihat prinsip-prinsip tersebut di dalam praktek. Selalu ia tekankan betapa pentingnya peranan prinsip itu dalam teorinya untuk memelihara struktur sosial.”

Peperangan kaum Muslim di India melawan para penyerbu.

Shah Waliullah dilahirkan di lingkungan masyarakat Islam yang pada saat itu dikuasai oleh semangat tasawuf. Ayahnya sendiri seorang sufi terkenal. Tapi ketika ia berusia muda, ia terpengaruh oleh lbn Taimiyah, seorang pembaharu.

Selain itu, selama berada di Hejaz ia berhubungan dengan para guru yang dipengaruhi ajaran Wahabi. Hal-hal inilah yang menghentikan dia untuk terus mengikuti ajaran tasawuf secara buta. la menyadari betapa indahnya penyajian para sufi dalam syiar agama Islam di anak benua itu. Ia pun tahu betapa perkembangan rohani Islam yang benar bisa dimulai dengan tasawuf.

Tetapi ia harus kritis terhadap ajaran tasawuf yang berada di tebing ascetisme, dan oleh karena itu menyesatkan Islam yang benar. Dalam “Wasiyat Nama” (Kehendak) ia mengatakan, “Nasihat (wasiyat) selanjutnya ialah agar orang tidak mempercayakan urusannya kepada siapa pun dan tidak menjadi murid orang-orang suci zaman sekarang yang tidak beres.”

Dengan memberikan interpretasi Islam pada ajaran tasawuf, Shah Waliullah menghapus ketidakpedulian yang ditinggalkan para ulama kepada tasawuf dan sufinya.

Maka dengan demikian, Shah Waliullah tidak hanya menjembatani jurang pemisah antara para sufi dan ulama, tapi juga menciptakan suasana harmonis dengan menghapuskan berbagai perbedaan yang ada di antara aliran-aliran tasawuf.

Shah Waliullah terpanggil hatinya untuk mengubah tatanan sosial dan politik zaman itu. Sebagai seorang realistis, ia memberikan diagnosis terhadap pelbagai penyakit yang merasuki politik masyarakat Islam, dan menganjurkan cara pengobatan untuk kesembuhannya. Ia mengkritik adat istiadat yang non-Islam, yang telah merasuk ke dalam tubuh masyarakat Islam karena hubungannya dengan Hinduisme.

Shah Waliullah berpendapat bahwa perubahan politik harus didahului dengan revolusi pemikiran. Tidak pemah terlintas dalam benaknya bahwa perubahan struktur politik atau struktur sosial harus melalui revolusi berdarah. Ia menghendaki perubahan sosial yang revolusioner melalui sarana damai. Dalam bukunya yang terkenal “Izaalat-al-Khifa” ia membahas idiologi revolusi politik yang ia bayangkan.

Ia menganggap kesadaran diri sebagai syarat mutlak untuk “kesadaran politik”. Dibahas juga secara terinci faktor-faktor yang membantu pertumbuhan keadaan masyarakat di dalam bukunya yang abadi,”Hujjat-Ul-lah-i-Baligah”.

Sekolah agamanya, Madrasah Rahimiya, menjadi pusat kebangkitan kembali Islam di anak benua itu. Siswa-siswa datang berkumpul dari segenap penjuru negara. Mereka dididik menjadi pembawa obor gerakan kemerdekaan di anak benua itu. Sesungguhnya madrasah itulah yang menjadi inti gerakan revolusioner untuk rekonstruksi pemikiran-pemikiran di dalam agama Islam.

Madrasah itu telah menghasilkan pekerja-pekerja ulet yang membawa misi dakwah dengan semangat muallim yang tinggi. Di antara mereka ada Maulana Muhammad Ashiq dari Phulat, Maulana Noorullah dari Budhana, Maulana Amin Kashmiri, Shah Abu Saud Radi Rai Bardi, dan anaknya sendiri, Shah Abdul Aziz, yang dibai’at dalam falsafah agama dan politik oleh ayahnya sendiri.

Shah Waliullah memainkan peranan penting dalam politik pada masanya. Besar bantuannya dalam menempa garis depan persatuan Islam melawan kekuatan Marhatta yang menanjak serta mengancam sisa kekuatan Islam di India bagian Utara.

Dialah yang menulis surat kepada Nijibdauli dan Nizam-Al Mulk, yang akhirnya mengundang Ahmad Shah Abdali menghancurkan kaum Marhatta di dalam pertempuran Punipat yang ketiga di tahun 1761.

Suratnya kepada Ahmad Shah Abdali yang meminta ia supaya mengangkat senjata melawan kekuatan Marhatta yang mengancam di India itu, merupakan dokumen paling penting di abad ke-18. Dokumen itu, secara teliti menganalisis situasi politik di anak benua itu, dan bahaya yang mengancam Islam di India dari segala perijuru.

Ia memilih pemimpin-pemimpm Islam yang paling bersemangat, paling mampu, dan memiliki disiplin paling tinggi pada masa itu untuk melawan kaum Marhatta. Di antara para pemimpin itu adalah Najibuddaula, pemimpin kaum Rohila yang mengagumkan, dan Ahmad Shah Abdali, pemimpin orang-orang Pathan yang berani. Usaha-usahanya merencanakan perang pertama melawan kaum Marhatta membawa sukses, dan kehancuran kaum Marhatta di dalam pertempuran Panipat yang ketiga di tahun 1761 menjadi titik balik dalam sejarah anak benua India itu.

Shah Waliullah mendambakan negara ideal seperd zaman khalifah ar-Rasyidun. la selalu berusaha keras menghidupkan negara semacam itu. [  ]

Back to top button