Tradisi Menyembelih Binatang Ternak
Ada nuansa sakral pada setiap penyembelihan. Kalau ada orang atau keluarga mengundang tetangga dan menyembelih binatang ternak, bisa dipastikan ada niat sakral di dalamnya.
Oleh: Prof Dr KH Ahmad Imam Mawardi
TRADISI ‘nyambeli’ (menyembelih binatang piaraan) di masyarakat Madura adalah tradisi yang kuat mengakar. Tradisi ini tidak dimaksudkan sebagai pamer kekayaan, melainkan lebih pada fungsi pengorbanan diri sebagai upaya meraih pertolongan Allah atau wujud syukur akan karunia Allah yang luar biasa.
Ada nuansa sakral pada setiap penyembelihan. Kalau ada orang atau keluarga mengundang tetangga dan menyembelih binatang ternak, bisa dipastikan ada niat sakral di dalamnya. Binatang yang paling lazim disembelih adalah sapi, kambing dan ayam.
Jaman dahulu, saat saya kecil, yang disembelih adalah rata-rata binatang peliharaan sendiri. Dulu, jarang orang beli daging dalam jumlah banyak ke pasar. Kalau tidak memiliki peliharaan sendiri, biasanya membeli binatang hidupnya ketimbang daging yang sudah siap olah. Apa ada beda? Beda sekali pada kesan dan auranya. Paling minimnya, bagi yang gak mampu membeli satu ekor dengan ditanggung sendiri, biasanya membelinya dengan patungan yang nanti dagingnya dibagi sesuai dengan besaran patungannya. Menarik sekali, akrab dan merakyat.
Betapapun kita bisa membeli daging tanpa tulang dalam jumlah banyak di pasar atau di mall, bagi orang Madura sampai kini menyembelih sendiri memiliki sensasi dan kebanggan tersendiri. Tak salah kalau setiap kali adik-adik saya yang tinggal di Madura selalu mengirim berita kepada saya setiap menyembelih apapun. Kesannya bukan pada daging dan masakannya, melainkan pada semangat mengorbankan sesuatu demi sesuatu yang mulia.
Maka, setiap Idul Fithri dan Idul Adha, masyarakat Madura biasa mengantarkan sebagian daging olahan sembelihannya ke kiai atau ulama setempat sambil memohon doa keberkahan. Demikian pula jika ada hajat penting atau “selametan” keluarga/usaha. Hikmahnya besar sekali. Kekompakan masyarakat terjaga dan relasi kiai santri tetap menguat. Inilah salah satu alasan mengapa relijiusitas masyarakat madura masih kuat terjaga.
Saya bisa tuliskan secara panjang makna dan esensi tradisi ‘nyambeli’ ini. Sebagai pengantar, saya cukupkan sampai di sini dulu. Poin paling pentingnya, peliharalah semangat berkorban demi kebenaran dan kebaikan, maka kita akan selalu dalam naungan cinta dan pertolongan. Selamat Idul Adlha. Salam, AIM. [*]
* Founder and Director di Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya, Dosen di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya