Dua Kasus Besar Jadi Perhatian Jokowi, Kata KPK
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara soal laporan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kasus besar yang diklaim Polhukam, Mahfud MD, hingga kini belum juga diusut. Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, mengaku tak mengetahui perihal kasus tersebut.
Karena itu, lembaga antirasuah mempersilakan eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), mendatangi jika ingin mengetahui perkembangan penanganan perkara. Namun, pihaknya tak bakal membuka informasi pelaporan termasuk pihak yang menjadi pelapor. Dengan alasan data-data pelaporan, termasuk informasi siapa pelapor harus dirahasiakan.
“Dari apa yang disampaikan Menko Polhukam, kita belum mengetahui kasus apa yang dimaksud,” ujarnya di Jakarta, Selasa (12/11/2019).
Menurutnya, ada dua kasus yang menjadi perhatian Jokowi. Di antaranya kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter Augusta Westland (AW)-101 di TNI AU dan dugaan suap perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services Pte. Ltd (PES) selaku subsidiary company PT. Pertamina (Persero).
Pada perkara helikopter AW-101, pihaknya telah menetapkan bos PT Diratama Jaya, Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka sejak 16 Juni 2017. Meski begitu, saat ini tengah menunggu hasil audit kerugian keuangan negara yang sedang dihitung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Menurutnya, penanganan perkara itu juga membutuhkan kerjasama antara KPK dengan Polisi Militer (POM) TNI. Lantaran POM TNI juga mengusut kasus yang sama. Bahkan sudah menetapkan empat anggota TNI ‎sebagai tersangka, yakni Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Marsekal Pertama TNI FA. Pemegang kas Letnan Kolonel WW, kepala unit pada TNI AU Kolonel Kal FTS, dan Pembantu Letnan Dua SS.
“Jadi kasus ini sangat tergantung pada keterbukaan dan kesungguhan TNI. Pihak swasta-nya sudah ditangani oleh KPK,” katanya.
Oleh karena itu, terkait kasus helikopter AW-101, lembaga antirasuah berharap adanya dukungan penuh dari Presiden Jokowi dan Menkopolhukam Mahfud MD.
“Sebenarnya kasus ini tidak susah kalau ada kemauan dari TNI dan BPK,” tegas Syarif.
Pada perkara mafia migas, KPK telah menjerat mantan Managing Director PES dan mantan Direktur Utama Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), Bambang Irianto sebagai tersangka. Untuk menyelesaikannya, butuh bantuan dari sejumlah pihak terutama untuk menelusuri bukti lintas negara. Sehingga perlu kerja sama internasional yang kuat.
“Kasus suap ini setidaknya terkait dengan sejumlah negara, seperti Indonesia, Thailand, United Arab Emirate, Singapore hingga British Virgin Island,” jelasnya.
Namun sejauh ini, baru dua negara yang siap membantu. Ia menegaskan, penanganan perkara korupsi harus berdasarkan alat bukti. Sementara untuk memperoleh alat bukti bergantung pada regulasi dan sikap koperatif para pihak terkait.