Dokumen Terbaru Tegaskan Penindasan Atas Muslim Uighur
“Dokumen menyajikan bukti kuat betapa Beijing secara aktif menganiaya dan menghukum penduduk Uighur karena beragama Islam.”
XINJIANG– Helchem, seorang wanita Uighur, dicomot dari rumahnya karena pernah menggunakan ‘burka’. Ia kini menghuni apa yang disebut pemerintah Cina sebagai kamp reedukasi.
Yusuf, pria berusia 65 tahun, ditangkap dari rumahnya karena memelihara jenggot. Dua putrinya, yang mengenakan burka, dan satu putranya yang secara serius belajar politik Islam, juga dicomot dan menjadi penghuni kamp sejak 2017.
Mereka adalah sebagian kecil dari 3.000 orang yang tercatat dalam dokumen kamp interniran di sebelah barat Propinsi Xinjiang. Dokumen itu, berjumlah 137 halaman, dengan banyak kolom dan baris.
Ada kolom yang mencatat seberapa sering seorang tahanan beribadah, bagaimana mereka berpakaian, kepada siapa mereka melaukan kontak, dan bagaimana keluarga setiap tahanan bersikap.
Bahkan, menurut BBC.co.uk, dokumen itu mencatat aspek paling intim setiap tahanan Muslim Uighur dalam kehidupan sehari-hari.
BBC tidak menyebut pembawa dokumen itu, dan hanya menulis dokumen dibawa dari Cina dengan risiko kematian. Dokumen diduga berasal dari sumber yang sama, yang tahun lalu membocorkan dokumen pertama.
Dr Adrian Zenz, pakar kebijakan Cina di Xinjiang dan pengurus senior Yayasan Korban Komunisme, yakin dokumen itu asli.
“Dokumen ini luar biasa,” katanya. “Dokumen menyajikan bukti kuat betapa Beijing secara aktif menganiaya dan menghukum penduduk Uighur karena beragama Islam.”
Salah satu kamp yang tertera dalam dokumen, masih menurut Dr Zenz, adalah Pusat Pelatihan Nomor Empat. Kamp inilah yang pernah dikunjungi BBC saat tur yang dibiayai pemerintah Cina, Mei 2019 lalu.
Banyak bukti yang ditemukan BBC saat itu dikuatkan dokumen ini.
Dokumen itu juga memuat rincian investigasi terhadap 311 dari 3.000 tahanan. Dimulai dengan latar belakang, kebiasaan beribadah, hubungan dengan ratusan kerabat, tetangga, dan teman.
Ada kolom putusan, yang berisi apakah mereka layak dibebaskan setelah menjalani ‘pelatihan’, atau harus bertahan sampai waktu tak ditentukan.
Dokumen ini bertentangan dengan klaim Cina, yang menyebut kamp itu hanya sekolah. Dr Zenz mengatakan dokumen itu menawarkan pemahaman lebih dalam tentang tujuan penahanan Muslim Uighur.
Jika Helchem dan Yusuf ditahan karena pernah mengenakan burka dan berjenggot, ratusa Muslim Uighur lainnya dicomot saat berusaha membuat paspor. Menurut Dr Zenz, pemerintah Cina menganggap Muslim Uighur yang hendak bepergian ke luar negeri adalah kaum radikal.
Bukan Hanya Uighur
Uighur adalah etnis dominan di Xinjiang. Mereka, dalam bahasa, penampilan fisik, dan budaya, lebih dekat dengan orang-orang Asia Tengah. Mereka berbeda dengan etnis Han, penghuni mayoritas negeri Cina.
Dalam beberapa dasawarsa terakhir, etnis Han menyerbu Xinjiang. Ketegangan antaretnis tak terhindarkan, yang dipicu oleh pengucilan ekonomi penduduk asli.
Kekerasan sporadis tak terhindarkan, yang membuat Beijing merespon keamanan dengan target Muslim Uighur.
Uighur tidak sendiri. Etnis Kazakh dan Kyrgyz juga menjadi target serangan. Kebanyakan dari mereka Muslim, dan bernasib sama — menjalani hari-hari tanpa hak beribadah di kamp interniran.
Dr Zenz menyebut dokumen baru ini ‘Daftar Karakax’, karena merangkum cara Cina memandang hampir semua ekspresi kepercayaan sebagai indikasi ketidak-setiaan.
Untuk membasmi ketidak-setiaan, Cina harus menggeruduk setiap rumah warga dan hati orang Uighur.
Awal 2017, ketika kampanya interniran dimulai, kelompok Pekerja Partai Komunis — dikenal sebagai tim kerja berbasis desa — menyapu masyarakat Uighur dengan jaring besar.
Setiap anggota mengunjungi rumah, berteman, membuat catatan rinci tentang kebiasaan beragama di rumah-rumah. Misal, berapa banyak Alquran di satu rumah. Bagaimana cara ibadah orang-orang di rumah.
Semua laporan itu terhimpun rapi, dan disebut Daftar Karakax, dan digunakan melakukan penangkapan massal. Cina juga menggunakan konsep rasa bersalah oleh asosiasi, untuk memberatkan dan menahan jaringan keluarga Muslim di Xinjiang.
Kolom ke-11 dalam dokumen itu digunakan untuk mencatat hubungan keluarga dan lingkaran sosial. Ada catatan teman atau kerabat dan latar belakang masing-masing.
Namun ada yang sangat menggangu pemerintah Cina, yaitu pelanggaran undang-undang keluarga berencana. Muslim Uighur memiliki lebih dari dua anak.