Inilah Anatomi Kerusuhan Agama di New Delhi
Video lain, yang dicek fakta oleh AltNews, menunjukkan para petugas polisi memukuli sekelompok pria yang terbaring luka di jalan dan memaksa mereka menyanyikan lagu kebangsaan. Di India, polisi di bawah Kementerian dalam Negeri, yang menterinya adalah Amit Shah, seorang BJP
NEW DELHI— Kita patut berduka untuk akal sehat yang telah tercerabut di New Delhi manakala dan sebelum kerusuhan agama paling buruk dalam dekade terakhir di India. Wajar bila dunia maya dipenuhi tagar ‘Shame on You, India!’ selama beberapa hari terakhir. Berikut tulisan Soma Basu, seorang wartawan jurnalisme investigative serta peneliti terkemuka di India, yang ia tulis pada laman The Diplomat.
Lebih dari 200 warga sipil terluka. Setidaknya dua masjid dirusak dan dibakar oleh para pendukung Partai Bhartiya Janata (BJP) yang berkuasa. Rumah-rumah dan toko-toko Muslim dihancurkan, pompa bensin, pasar ban, dan kendaraan yang tak terhitung banyaknya dibakar selama tiga hari kekerasan. Ironisnya, Presiden AS Donald Trump, yang berada di India untuk kunjungan perdananya, memuji Perdana Menteri India Narendra Modi karena berhasil membangun ‘toleransi beragama’, suatu ungkapan yang ganjil, bahkan seandainya kerusuhan yang baru-baru ini bergejolak itu tak terjadi.
Beberapa wartawan yang meliput kerusuhan dipukuli atau dihinakan. Ponsel dan kamera mereka direnggut. Beberapa diminta untuk membuktikan apakah mereka beragama Hindu, dan dibebaskan hanya jika mereka setuju untuk tidak menulis apa pun tentang para perusuh.
Pembakaran berlangsung selama tiga hari sebelum perintah tembak-menembak oleh polisi diberikan di daerah-daerah yang dilanda kerusuhan. Namun, menurut saksi mata, terlepas dari perintah itu, para pendukung BJP terus mengumpulkan dan menyebarkan slogan-slogan yang memanaskan situasi.
Dari Clash ke Pogrom
Kekerasan pecah di Jaffrabad, Babarpur, Brahmapuri, Taman Gorakh, Maujpur, Bhajanpura, Kabir Nagar, Chand Bag, Gokulpuri, Karawal Nagar, Khajoori Khas, dan Kardam Puri setelah pemimpin BJP, Kapil Mishra mengeluarkan “ultimatum tiga hari” kepada pihak Polisi untuk membersihkan protes-protes terhadap Citizenship Amendment Act (CAA), yang dilakukan para wanita Muslim di Stasiun Metro Jaffrabad.
Mishra mengatakan, “Kami memberi Polisi Delhi tiga hari untuk membersihkan jalan di Jaffrabad dan Chand Bagh. Kami tidak akan mendengarkan Anda (polisi) setelah ini.” Video pidatonya itu menjadi viral di media sosial; dalam rekaman itu seorang polisi terlihat berdiri di samping Mishra dan tersenyum sementara Mishra membuat ancaman.
Para pemrotes, yakni para Muslimah, telah memblokir jalan di Jaffarabad pada Sabtu malam untuk memprotes CAA yang kontroversial dan untuk mendukung pemogokan yang dipersoalkan lewat pemanggilan Kepala Angkatan Darat Bhim Chandrashekhar Azad pada hari Minggu lalu. Protes di Jaffrabad dimaksudkan untuk mereplikasi protes yang dipimpin para Muslimah terhadap CAA, yang telah berlangsung selama dua bulan di Shaheen Bagh.
Tepat sebelum pemilihan berlansgung di New Delhi, beberapa pemimpin BJP telah memberikan pidato-pidato yang membakar amarah orang-orang Hindu terhadap para demonstran anti-CAA. Para pimpinan BJP itu menyebut mereka “pengkhianat” dan “teroris.” Mayoritas pengunjuk rasa, tentu saja adalah Muslim.
Menteri Negara Urusan Keuangan Anurag Thakur, dari BJP yang berkuasa, mengangkat slogan “Desh ke gaddaro ko, goli maaro s***o ko! (Tembak para pengkhianat India!)”, di sebuah kampanye pemilihan umum yang ramai di Delhi. Beberapa hari kemudian, anggota parlemen BJP Parvesh Verma berpidato di sebuah pertemuan dalam proses pemilihan dengan mengatakan, “Lakh, orang berkumpul di sana (Shaheen Bagh). Mereka akan memasuki rumahmu, memperkosa saudara perempuan dan perempuanmu, membunuh mereka. Ada waktu hari ini … Modi-Ji dan Amit Shah tidak akan datang untuk menyelamatkan Anda besok.”
Apa yang mereka lakukan relative tanpa dampak, karena Komisi Pemilihan India hanya akan menjatuhkan sanksi ringan atau bahkan mungkin tidak sama sekali.
Selama pemilihan umum di Delhi, papan polling utama dari BJP adalah untuk membuat perbedaan antara dua komunitas agama, mengadu domba Hindu dan Muslim satu sama lain. Strategi kampanye media sosial partai itu berfokus pada memproyeksikan BJP sebagai pelindung umat Hindu. Dalam kampanye mereka yang diangkat hanya bahwa siapa pun yang menentang CAA dilukis sebagai pengkhianat yang harus diusir dari negara itu. Menteri Dalam Negeri Uni Amit Shah meneruskan hal itu dengan mengatakan, “Ketika Anda menekan tombol pada 8 Februari (hari pemungutan suara), lakukan itu dengan sangat marah sehingga saat ini terasa di Shaheen Bagh.”
BJP kalah dalam pemilihan karena Partai Aam Aadmi (AAP). Tetapi mereka berhasil mempertahankan delapan dari 70 kursi. Kerusuhan baru-baru ini pecah di daerah pemilihan yang dimenangkan oleh BJP dalam pemilihan Delhi.
Beberapa jam setelah ‘ultimatum’-nya, Mishra si BJP yang terkenal karena pidato-pidato provokatifnya, men-tweet meminta orang untuk berkumpul di Maujpur pada jam 3 malam. Menurut dia, hal itu “untuk memberikan jawaban ke Jaffrabad’, yang hanya satu kilometer jauhnya dari titik tersebut.
Pendukung BJP berkumpul dalam jumlah besar dengan bendera kunyit yang menyimbolkan Hindu. Mereka mulai mengangkat slogan-slogan seperti “Jai Shree Ram (Salam Ram Ram)”, “Har Has Mahadev (Salam Siwa)”, “Tembak pengkhianat”, dan “Jo Hindu ki baat karega wahi desh par raaj karega (Hanya mereka yang berbicara tentang kesejahteraan Hindu akan memerintah negara ini).”
Pelecehan terhadap penduduk Muslim di wilayah tersebut, yang tidak ada hubungannya dengan protes CAA, dimulai jauh sebelum pelemparan batu yang sebenarnya dimulai. Tidak ada yang tahu siapa yang melempar batu pertama. Tetapi segera, pelemparan batu dimulai antara kedua kelompok dari komunitas yang berbeda. Polisi menembakkan gas air mata tetapi kekerasan tidak berhenti.
Selama tiga malam, para pendukung BJP yang mengenakan tutup kepala kunyit atau membawa bendera kunyit, terus mengamuk, dan polisi—ah petugas polisi di mana pun, tampak bersekongkol dengan mereka. Kata warga, para perusuh ini bukan orang daerah mereka, namun tampaknya berasal dari daerah-daerah yang berbatasan dengan Delhi.
Beberapa video yang beredar di media sosial menunjukkan para perusuh mengklaim petugas polisi “bersama mereka”. Sementara yang lain menunjukkan bagaimana petugas polisi membantu mereka mengumpulkan batu untuk dilemparkan selama bentrokan.
Video lain, yang dicek fakta oleh AltNews, sebuah platform independen yang menggunakan forensik data untuk memverifikasi konten viral, menunjukkan para petugas polisi memukuli sekelompok pria yang terbaring luka di jalan dan memaksa mereka menyanyikan lagu kebangsaan. Salah satu petugas yang sedang merekam video membuat pria, yang hampir tidak sadar, menyanyikan lagu kebangsaan “dengan benar”.
Polisi Delhi datang di bawah yurisdiksi Kementerian Dalam Negeri India (MHA), yang dipimpin oleh Amit Shah, seorang BJP.
Beberapa wartawan yang melapor dari lapangan melaporkan bahwa polisi tidak menghentikan kerusuhan yang dilakukan para pendukung BJP. Polisi bahkan memberi mereka perlindungan sementara mereka terus melempari batu, membakar properti, dan menyerang orang.
Amit Mishra, anggota Aam Aadmi Party (AAP) yang memenangkan pemilihan, meretwit video dari Mustafabad di mana perusuh terlihat menerobos masuk ke rumah-rumah meneriakkan “Jai Shree Ram” bahkan ketika perintah menembak tengah diberlakukan. Di beberapa tempat, polisi juga terlihat menghancurkan kamera CCTV yang dipasang di jalan-jalan.
Setidaknya dua masjid di Mustafabad dirusak dan dilempari batu. Ada beberapa anak kecil di dalam salah satu masjid, sampai mereka diselamatkan oleh penduduk. Ada banyak anak-anak yang tengah belajar agama di masjid telah dipukuli dengan tongkat dan mengalami cedera serius.
Dari mereka yang kehilangan nyawa, beberapa dapat diidentifikasi, termasuk kepala polisi Rattan Lal, yang meninggal karena peluru. Dua polisi telah pula mengalami luka.
Jasad anggota biro intelijen India, Ankit Sharma, ditemukan dalam got. Ayahnya menuduh Tahir Hussain, seorang anggota dewan AAP, menculik dan membunuh putranya. Sementara ayah Rahul Solanki, seorang korban di pihak lain, menyalahkan pemimpin BJP Kapil Mishra karena memicu kekerasan yang merenggut nyawa putranya.
Pendukung BJP memblokir jalan utama, menutup jalan-jalan dan tidak membiarkan ambulans mencapai daerah yang dilanda kerusuhan. Beberapa warga Hindu setempat membantu tetangga Muslim mereka dengan membawa mereka ke rumah sakit karena para perusuh hanya membiarkan umat Hindu lewat.
Seorang anak laki-laki kecil yang pergi keluar untuk mencari makanan buat keluarganya ditembak. Ia harus menunggu ambulan selama enam jam dengan peluru masih bersarang di tubuhnya. Kendaraan polisi akhirnya membawanya ke rumah sakit, di mana ia harus antre dan menunggu lagi untuk perawatan.
Di beberapa tempat lain, orang-orang terkunci di dalam rumah mereka atau tidak dapat kembali. Dalam Jalan Terusan Gamri, dekat Khajoori Khas, seorang wanita berusia 85 tahun dibakar hingga mati ketika sekitar 100 perusuh membakar rumahnya. Anggota keluarganya berhasil melarikan diri tepat pada waktunya, tetapi dia yang hanya bisa terbaring di tempat tidur tidak bisa diselamatkan.
Bahkan ketika barbaritas terjadi di jalan-jalan, hampir tidak ada langkah yang diambil oleh para pemimpin AAP dan Kongres untuk membantu orang-orang di daerah-daerah yang dilanda kerusuhan. Ketika anggota Komite Koordinasi Jamia berkumpul di depan kediaman Ketua Menteri Delhi Arvind Kejriwal, polisi justru membubarkan mereka dengan meriam air.
Jurnalis ditembak, dipukuli
Lebih dari selusin wartawan diserang dan diintimidasi ketika mereka meliput kerusuhan Delhi. Akash Napa dari JK 24 ditembak oleh massa di Maujpur dan dirawat di Rumah Sakit GTB dengan peluru bersarang di tubuhnya.
Saurabh Shukla, Arvind Gunasekar, dan Runjhun Sharma dari NDTV dikepung para pendukung BJP ketika mereka sedang syuting sebuah masjid yang dirusak dan dibakar di Gokulpuri. Baik Shukla dan Gunasekar dipukuli dengan keji. Sharma diminta untuk pergi tetapi dia menolak dan memohon massa untuk membiarkan rekan-rekannya pergi. Hanya setelah massa melihat nama-nama Hindu di kartu identitas jurnalis mereka dilepaskan. Saat itu Gunasekar terpaksa menghapus video pertama.
“Hindu ho? Bach gaye (Anda diselamatkan karena Anda Hindu)”, adalah kalimat yang dikatakan perusuh kepada Shivnarayan Rajpurohit dari Indian Express setelah ia diserang gerombolan perusuh. Buku harian dan teleponnya diambil, kacamatanya dirusak, dan dia ditampar dua kali karena melaporkan dari daerah yang didominasi Hindu.
“Saya diserang oleh demonstran pro CAA karena melaporkan fakta. Sekelompok pria bersenjatakan tongkat dan batu bata memojokkan saya dan siap memukul saya. Saya memohon dan berlari untuk menyelamatkan hidup saya, ”tweet Parvina Purkayastha dari Times Now.
Sreya Chatterjee, seorang jurnalis lepas, men-tweet. “Ya! Saya berada di lokasi tempat para pemrotes Pro-CAA membakar rumah-rumah. Toko-toko dirusak dan dijarah. Mereka mulai melemparkan batu-batu ke arah demonstran Anti-CAA. Ini sebelum para pemrotes Anti-CAA bereaksi.”
Anindya Chattopadhyay, seorang jurnalis foto dari Times of India, adalah orang pertama yang menulis di akunnya dan menceritakan bagaimana dia diserang para perusuh. Mereka mengancam akan melepas celananya untuk memeriksa apakah dia seorang Muslim.
Beberapa jurnalis lainnya dianiaya, diintimidasi dan diminta untuk membuktikan agama mereka. Mereka melaporkan secara luas tentang bagaimana bentrokan berubah menjadi kerusuhan dan kemudian jadi pogrom.
Pujian Trump soal toleransi beragama
Bahkan ketika kekerasan berkecamuk di Delhi, Presiden AS, Donald Trump, dalam baluitan jas yang chick mendapat sambutan hangat dari Perdana Menteri Modi. Pentas dua raksasa politik itu memang dimaksudkan untuk menjadi tontonan.
Modi membalas apa yang diterimanya di acara “Howdy Modi” pada bulan September tahun lalu dengan ‘acara’ “Namaste Trump”, yang menghabiskan sekitar 13 juta dolar AS dari anggaran tahunan Gujarat.
Untuk acara tersebut, Trump disambut di stadion kriket terbesar di dunia, Motera, di Ahmedabad. Sementara keduanya menceritakan persahabatan mereka selama “Namaste Trump”, sebagian sisi timur laut ibu kota India, tengah terbakar. Sambutan Partai BJP menyambut Trump terus berlanjut, meskipun kekerasan meluas.
“Saya tidak ingin mengatakan apa pun tentang CAA. Terserah India. Saya harap negeri ini akan mengambil keputusan yang tepat untuk rakyatnya,”kata Trump dalam konferensi pers di akhir kunjungan dua harinya.
Hanya setelah kepergian Trump, perdana menteri yang mengerti media sosial itu melakukan tweet: “Perdamaian dan harmoni adalah pusat dari etos kami. Saya memohon kepada saudara dan saudari saya di Delhi untuk menjaga perdamaian dan persaudaraan setiap saat. Penting untuk membuat ketenangan dan keadaan normal dipulihkan paling awal.”
Gayanya yang terlihat menunda-nunda tidaklah aneh. Modi terkenal suka menyelesaikan tugas yang ada sebelum memperhatikan masalah lain. Lagi pula, ia pernah memastikan untuk menyelesaikan syuting di televisi “Man vs Wild” khusus dengan tim Discovery Channel, pada hari saat personel ke-48 Pasukan Cadangan Sentral kehilangan nyawa di Pulwama.
Baru pada Selasa malam, Menteri Dalam Negeri Amit Shah mengadakan pertemuan tingkat tinggi dengan kepala menteri lawan politiknya Arvind Kejriwal. Setelah itu pula penasihat keamanan nasional Modi, Ajit Doval, dikirim ke daerah-daerah yang dilanda kerusuhan untuk menilai situasi.
Doval kembali mengatakan “situasinya terkendali,” bahkan ketika orang-orang terus melaporkan serangan dan kehidupan di timur laut Delhi benar-benar macet. Pada Selasa malam desas-desus tentang pelemparan batu muncul dari daerah Laxmi Nagar, area pasar yang padat di Delhi timur. Anggota BJP dari majelis legislatif Abhay Verma mengklaim dia mencapai tempat itu untuk “meredakan ketegangan” tetapi dia bersama para pendukungnya terlihat berbaris di daerah itu sembari meneriakkan slogan-slogan provokatif seperti “tembak para pengkhianat.”
Sinar Harapan telah mati?
Pada saat warga yang dilanda kerusuhan tidak memiliki tempat untuk pergi, beberapa Gurdwaras di Delhi utara, termasuk Majnu Ka Tila Gurdwawa yang terkemuka, membuka pintu mereka untuk orang-orang yang melarikan diri dari kekerasan.
Di tempat lain, penduduk Hindu dan Muslim saling membela. Di Seelampur, Dalit memblokir jalan melawan gerombolan dan melindungi tetangga Muslim mereka.
Di Bhajanpura, Chandbag, penduduk Hindu menceritakan bagaimana tetangga Muslim mereka menyelamatkan sebuah kuil dari pengrusakan oleh orang luar. Rajendra Kumar Mishra, seorang penduduk daerah itu, mengatakan kepada BBC bahwa 70 persen warga Chandbag adalah Muslim. Warga, baik Hindu maupun Muslim, membentuk kelompok-kelompok untuk menyelamatkan satu sama lain dari kekerasan.
Di daerah Brijpuri, penduduk Hindu dan Muslim melakukan pawai persatuan mengecam kekerasan dan meneriakkan slogan-slogan bahwa mereka tidak akan membiarkan daerah mereka dihancurkan. Ketika kerusuhan hebat merobek bagian timur laut kota, beberapa orang maju untuk memberikan perlindungan dan bantuan medis kepada orang-orang yang terluka.
Setelah semua mesin pemerintah gagal, Pengadilan Tinggi Delhi yang mengadakan sidang tengah malam pukul 12:30, pada hari Rabu pagi memerintahkan polisi untuk memastikan jalan yang aman bagi korban yang terluka dibawa ke rumah sakit. Pengadilan diadakan di kediaman Hakim Murlidhar setelah advokat Suroor Mander menjelaskan bahwa 22 orang terjebak di Rumah Sakit Al-Hind.
Pada hari Rabu pagi, pengadilan kembali bersidang, dan menarik polisi Delhi karena kegagalan mereka selama kerusuhan. Pengadilan juga mendaftarkan laporan informasi pertama (FIR) terhadap tiga pemimpin BJP, Kapil Mishra, Anurag Thakur, dan Parvesh Verma, karena menghasut terjadinya kekerasan.
Pengadilan mengatakan tidak dapat “mengizinkan kejadian 1984 terulang lagi,” mengacu pada kerusuhan anti-Sikh setelah mantan Perdana Menteri Indira Gandhi terbunuh. Ini memerintahkan pihak berwenang untuk meningkatkan upaya untuk membantu korban kerusuhan. [thediplomat]