“Tetapkanlah waktu untuk menerima pengaduan mereka. Berikan kepada mereka kebebasan untuk menyampaikan keluhan mereka kepadamu. Duduklah bersama mereka dan bersikaplah rendah hati demi mencapai ridha Allah yang menciptakan kamu. Pada saat seperti itu, jauhkanlah dari kamu para pengawalmu yang membuat orang takut untuk berbicara kepadamu karena aku mendengar Rasulullah berkata beberapa kali: “Orang-orang yang tidak dapat menjaga hak orang lemah dalam menghadapi orang-orang kuat tanpa rasa takut, maka tidak akan pernah mencapai kesucian.”
Oleh : KH Jalaluddin Rakhmat*
JERNIH– Pada tahun 38 H, Ali bin Abi Thalib menunjuk Malik bin Al-Harits Al-Asytar sebagai gubernur Mesir. Sebagai petunjuk melaksanakan pemerintahan, Ali menulis sebuah surat yang panjang — sebuah dokumen bersejarah yang dapat kita sebut sebagai pedoman administrasi pemerintah Islam.
Para ahli sejarah menyimpan dokumen ini. Kitab “Nahjul-Balaghah” memuat dengan lengkap sebagai surat yang ke-53. Para ulama telah menulis banyak buku yang mengulas isi dokumen berharga ini. Walaupun Ali menulis suratnya ribuan tahun yang lampau, isinya masih sangat relevan untuk kita; khususnya yang diberi amanah Allah untuk menjadi pejabat.
Sebelum mengutip beberapa bagian dari surat Ali ini, mariah kita lihat kualifikasi penerima surat tersebut. Malik Al-Asytar adalah salah seorang sahabat utama Ali bin Abi Thalib. Dia hidup dan dibesarkan dalam didikan sahabat utama Rasulullah. Ali sangat mencintainya: “Malik bagiku sama seperti aku bagi Rasulullah.” Dia ikut serta mendampingi Ali dalam berbagai peperangan. Keberanian dan kepiawaiannya dalam memainkan pedang terkenal ke seluruh Arabia. Ketakwaannya terlihat dalam kekhusyukan ibadat dan kesederhanaan hidupnya. Al-Nakha‘i meriwayatkan anekdot yang menarik dari kehidupan Malik.
Suatu hari Malik melewati Pasar Kufah dengan pakaian dan serban yang sangat sederhana. Seorang pemilik toko melemparkan daun-daun yang busuk kepadanya karena melihat penampilannya. Malik tidak menghiraukan perbuatan yang tidak sopan ini. Melirik pun tidak.
Dengan tenang dia meneruskan perjalanannya, Kemudian, seseorang berkata kepada pemilik toko, ’’Tahukah Anda siapa yang Anda perlakukan dengan tidak sopan itu?” Dia menjawab tidak tahu. Ketika diberi tahu bahwa orang itu Malik Al-Asytar, sahabat utama Amirul Mukminin, pemilik toko merasa takut dan malu.
Dia mengejar Malik, dan mendapatkan Malik sedang shalat di masjid. Usai Malik shalat, dia merebahkan dirinya, bersimpuh dan memohon maaf kepada Malik sambil menangis. Malik mengangkat kepala orang itu dan berkata,”Demi Allah, saya datang ke masjid untuk memohonkan ampunan Allah bagimu. Saya sendiri sudah memaafkan kamu waktu itu juga. Saya berharap Allah pun akan memaafkan kamu.”
Orang yang menyebabkan musuh-musuhnya bergetar mendengar namanya ternyata adalah orang yang juga sangat sabar dan pemaaf.
Di samping memiliki akhlak yang baik, Malik terkenal karena kemampuan organisasi dan administrasinya. Ketika kelompok Mu‘awiyah menimbulkan kekacauan di Mesir, Ali menunjuk Malik untuk menggantikan Muhammad bin Abi Bakar. Pada saat itulah Ali mengirimkan surat kepada Malik, yang waktu itu masih menjadi gubernur di Nasibin.
Mu‘awiyah mendengar berita pengangkatan Malik. Dia sangat kecewa karena dia telah menjanjikan untuk memberikan Mesir kepada Amr bin Al-Ash. Dia berharap dapat mengalahkan Muhammad bin Abi Bakar dengan mudah, tapi tidak dapat membayangkan merebut Mesir dengan mengalahkan Malik Al-Asytar.
Karena itu, dengan segera dia menghubungi Walikota Al-Qulzum. Mu‘awiyah menjanjikan untuk menyerahkan seluruh pajak daerah itu, asalkan dia sanggup membunuh Malik ketika singgah di sana. Walikota Al-Qulzum menjamu Malik dan menghidangkan madu yang sudah dicampur dengan racun. Segera setelah meminum racun itu, Malik menutup matanya untuk selama-lamanya.
Ketika Mu‘awiyah mendengar berita itu, ia melonjak gembira dan berkata: “Ali bin Abi Thalib mempunyai dua orang tangan kanannya. Yang pertama dipatahkan di Shiffin, yakni Amar bin Yasir, dan yang kedua, dibuntungkan sekarang, yakni Malik Al-Asytar.”
Tentu saja, ketika berita itu sampai kepada Ali, dia sangat berduka cita dan berkata: ’’Malik! Siapakah Malik? Jika Malik sebuah batu, dia adalah batu yang keras dan kukuh; jika dia karang adalah karang besar yang tak terguncangkan. Alangkah jarangnya, wanita melahirkan orang seperti Malik.”
Tanggung jawab gubernur
“Ketahuilah hai Malik, saya telah mengirimkan engkau ke satu daerah yang telah memiliki pemerintahan sebelumnya, baik yang adil maupun yang zalim. Rakyat akan memperhatikan tindakanmu sebagaimana mereka telah memperhatikan tindakan para penguasa sebelum kamu. Rakyat akan mengkritik kamu seperti kamu juga mengkritik mereka. Sesungguhnya orang-orang baik dikenal dari keharuman namanya yang diedarkan lewat lidah makhluk-Nya. Karena itu, perbendaharaan yang harus engkau kumpulkan adalah amal saleh. Karena itu kendalikanlah hawa nafsumu dan tahanlah hatimu dari berbuat sesuatu yang tidak boleh kamu lakukan.”
“Biasakanlah hatimu menyayangi rakyatmu. Janganlah berdiri di atas mereka seperti binatang rakus yang ingin menerkam mereka. Ada dua jenis rakyatmu: satu saudaramu dalam agama dan satu lagi saudaramu sesama makhluk. Sewaktu-waktu mereka dapat berbuat salah, baik sengaja atau tidak sengaja.”
“Ulurkanlah maafmu sebagaimana Allah mengulurkan ampunan kepadamu. Mereka berada di bawah kamu. Kamu berada di bawah imam kamu, dan Allah berada di atas dia yang menunjuk kamu.”
“Janganlah menempatkan dirimu melawan Allah, karena kamu tidak mempunyai kekuasaan di hadapan kekuasaan-Nya. Kamu tidak dapat berbuat tanpa kasih-sayang-Nya. Jangan menyesal karena memaafkan. Jangan menaruh iba ketika menghukum. Jangan bertindak tergesa-gesa ketika kamu marah. Janganlah berkata: “Saya telah diberi kekuasaan, karena itu saya harus dipatuhi ketika saya memerintah”, karena hal itu menimbulkan kebingungan dalam hati, melemahkan rasa beragama dan membawa orang kepada kehancuran. Jika kekuasaan menimbulkan rasa sombong pada dirimu, perhatikanlah kebesaran Allah di atas kamu.”
“Berbuatlah adil karena Allah, dengan berbuat adil kepada rakyatmu, walaupun itu bertentangan dengan kepentinganmu, kepentingan orang-orang yang dekat denganmu atau kepentingan orang-orang yang kamu sukai. Jika kamu tidak berbuat adil, maka kamu menjadi penindas. Bila kamu menindas makhluk Allah, bukan saja makhluk-Nya, tetapi Allah pun akan menjadi musuh kamu.”
“Bila Allah menjadi musuh seseorang, dia akan menghancurkan hidupnya. Dia akan selalu berperang dengan Allah sampai dia bertobat. Tidak ada yang lebih cepat menghalangi karunia Allah dan mempercepat datangnya hukuman Allah selain melakukan penindasan, karena Allah mendengar doa orang yang tertindas dan senantiasa siap menghukum para penindas.”
Perhatian terhadap rakyat kecil
“Takutlah kepada Allah dalam mengurus orang-orang kecil, yang memiliki peluang yang sedikit: fakir miskin, gelandangan, dan orang-orang yang tidak mampu. Jagalah baik-baik kewajiban yang ditimpakan Allah untukmu dalam mengurus mereka. Usahakan sebagian dari dana negara diperuntukkan untuk mengangkat nasib mereka. Janganlah kemewahan menyebabkan kamu membuat jarak dengan mereka. Kamu tidak akan dimaafkan bila melalaikan hal-hal yang kecil, karena sedang memutuskan masalah-masalah besar. Janganlah melalaikan derita orang-orang kecil dan jangan kamu palingkan wajahmu dari mereka karena kesombongan.”
“Uruslah kepentingan orang-orang yang tidak sanggup menemuimu karena penampilan mereka yang jelek dan karena orang menganggap mereka rendah. Tunjuklah para pejabat yang takwa dan rendah hati untuk mengurus mereka. Peliharalah anak-anak yatim, orang-orang tua yang melarat dan tidak sanggup mencari nafkah. Tugas ini memang berat untuk para pejabat. Setiap kewajiban memang berat. Allah akan meringankan tugas ini bagi mereka yang mencari kebahagiaan di hari akhirat. Bersabarlah dalam mengurus mereka dan bertawakallah kepada Allah.”
“Tetapkanlah waktu untuk menerima pengaduan mereka. Berikan kepada mereka kebebasan untuk menyampaikan keluhan mereka kepadamu. Duduklah bersama mereka dan bersikaplah rendah hati demi mencapai ridha Allah yang menciptakan kamu. Pada saat seperti itu, jauhkanlah dari kamu para pengawalmu yang membuat orang takut untuk berbicara kepadamu karena aku mendengar Rasulullah berkata beberapa kali: “Orang-orang yang tidak dapat menjaga hak orang lemah dalam menghadapi orang-orang kuat tanpa rasa takut, maka tidak akan pernah mencapai kesucian.”
Inilah sebagian nasihat Ali kepada Malik Al-Asytar. Nasihat yang akan dikenang sepanjang sejarah sebagai pedoman Islam bagi bara birokrat. [ ]
*almarhum, cendikiawan Muslim terkemuka
Dari “Islam Aktual :Refleksi Sosial Seorang Cendikiawan Muslim”, Mizan, Mei 1991