Veritas

Jaksa Manhattan Tinjau Ulang Kasus Pembunuhan Malcolm X

New York — Kejaksaan Distrik Manhattan, New York, mengumumkan akan meninjau kembali pembunuhan Malcom X — pemimpin aktivis hak-hak sipil AS — 1965, yang berpotensi mengarah ke penyelidikan ulang kasus ini.

The Innocence Project, kelompok nirlaba yang bekerja dengan pengacara hak-hak sipil atas nama Muhammad Abdul Aziz, mengatakan peninjauan atas kasus itu harus dilakukan mengingat munculnya informasi baru dalam film dokumenter Netflix, Who Killed Malcolm X?

Muhammad Abdul Aziz adalah terpidana dalam kasus itu, dan kini berusia 81 tahun. Ia menunjuk pengacara, yang bersama The Innocence Project, menemui Cyrus Vence Jr — Jaksa Distrik Mahnhattan — meminta penainjauan ulang.

Danny Frost, juru bicara Kejaksaan Distrik Manhattan, mengatakan hasil peninjauan akan memberi informasi mengentai langkah investigasi lanjutan yang mungkin dilakukan.

Malcom X

Malcom X menjadi Muslim setelah bertemu Elijah Muhammad. Ia menunaikan rukun Islam kelima, yang membuka wawasannya akan ajaran Islam sebenarnya.

Sepulang dari perjalanan ke Arab Saudi dan negara-negara Islam di Timur Tengah dan Turki, Malcolm X mulai berjarak dengan Elijah Muhammad.

Ia menjalankan rukun Islam, temasuk shalat lima waktu, berpuasa, dan tidak menyebut diri ‘nabi’. Ia mengembangkan gagasan sendiri; mencampurkan agama dengan nasionalisme kulit hitam.

Pers kulit putih menyebutnya penghasut, penebar kebencian, dan entah apa lagi. Ia menenggelamkan nama besar Elijah Muhammad, yang membuat nyawanya terancam.

Rumah Malcom X dibom. Tak lama kemudian orang-orang bersenjata memberondong tubuhnya saat ceramah di Ballroom Audubon di Harlem.

Berbagai pertanyaan tentang kesalahan polisi dan kejaksaan, serta pelanggaran dalam penyelidikan, membayangi investigasi pembunuhan Malcom X.

Dua dari tiga pria dinyatakan bersalah, dan diadili. Kritikus menuduh penegakan yang buruk adalah penyebab pembunuhan. Polisi membiarkan orang-orang yang terlibat pembunuhan seenaknya berjalan menenteng senjata.

Aku Tahu yang Terjadi

Satu dari dua pria yang dinyatakan bersalah adalah Muhammad Abdul Aziz. Satu lainnya Khalil Islam.

Saat ditangkap, Aziz bergelar Norman 3X Butler. Khalil Islam dikenal dengan nama Thomas 15X Johnson.

Selama persidangan tahun 1966, Aziz dan Khalil bersikukuh menyebut diri tak bersalah. Namun, keduanya tak punya bukti yang memperkuat pembelaan dirinya.

Khalil Islam meninggal tahun 2009. Ia telah menyelesaikan masa hukuman, dan kembali bebas. Namun ia terus berjuang membersihkan diri dari tuduhan bersalah.

“Tuduhan keliru telah membentuk hidup saya menjadi lain,” kata Aziz dalam film dokumenter buatan Netflix. “Semua orang terpengaruh. Seluruh generasi. Anak cucu saya, menjauhkan saya.”

Saat proses sidang 1966, muncul Mujahid Abdul Halim — dikenal dengan dua nama alias; Talmadge Hayer dan Thomas Hagan — yang mengaku sebagai pembunuh.

Di depan persidangan, Abdul Halim mengatakan; “Aziz dan Islam tidak ada kaitan dengan pembunuhan itu.”

Laporan New York Times tentang persidangan itu melaporkan Abdul Halim mengatakan; “Saya ada di sana. Saya tahu apa yang terjadi, dan saya tahu orang-orang yang ada di sana.”

Lebih Percaya Diri

Peter Casolaro, penasehat senior persidangan, dan wakil ketua Integritas Persidangan Charles King, akan memimpin peninjauan kasus pembunuhan Malcolm X.

Casolaro dikenal membantu menjungkir-balikan hukuman lima remaja atas kasus pemerkosaan seorang pelari di Central Park Manhattan 1989. Lima remaja yang dituduh memperkosa itu disebut Celtral Park Five.

Netflix mengikuti Abdul-Rahman Muhammad, seorang aktivis di Washington DC, ketika menyelidiki kasus pembunuhan Malcolm X dan mengungkap informasi yang membuat orang tak bersalah dipenjara.

Di laman Facebook-nya, Muhammad menulis; “Saya senang Casolaro ditugaskan menangani kasus ini.”

Tak lama setelah rencana peninjauan atas investigasi pembunuhan Malcolm X diumumkan, Muhammad menulis lagi; “Saya percaya Muhammad Abdul Aziz, mantan Norman 3X Butler, dakan dibebaskan dari tuduhan pembunuhan.”

The Innocent Project mengatakan tidak ada bukti fisik yang menghubungkan Aziz dan Islam dengan pembunuhan itu. Aziz punya alibi, tapi tak digubris.

Kelompok itu juga mengatakan pengacara hak-hak sipil William Kunstler memperoleh dokuman FBI, yang tidak pernah terungkap, untuk mendukung pengakuan Halim yang membunuh Malcom X.

Dokumen itu diterima Kunstler tahun 1978. Halim, dalam dokumen itu, tidak hanya mengaku sebagai pembunuh tapi mengidentifikasi empat rekan konspirator lainnya.

Bahkan, Halim memberi alamat lengkap empat rekan konspirator lainnya, plus rincian rencana pembunuhan.

“Kami bersyukur Jaksa Distrik Cyrus Vence Jr dengan cepat setuju melakukan peninjauan atas hukuman Muhamamd Aziz,” kata Barry Scheck, salah satu pendiri The Innocence Project.

Mengingat sejarah penting kasus ini dan fakta bahwa klien kami tidak bersalah, kata Scheck, kami senang Vance menugaskan dua jaksa dihormati menangani kasus ini.

Back to top button