SolilokuiVeritas

Industri Multifinance: Mengais Peluang, Menjaga Keberlanjutan

Ada lagi fenomena “doom loop leasing”, sebuah lingkaran setan yang memperlihatkan kredit bermasalah yang terus meningkat sehingga mengguncang likuiditas perusahaan. Situasi ini memaksa multifinance memangkas pembiayaan baru, sehingga memperburuk profil finansial mereka. Menurut OJK, rasio pembiayaan bermasalah atau Non-Performing Financing (NPF) pada November 2024 mencapai 2,71 persen, naik senilai 7,27 persen secara year-on-year (yoy).

Oleh : Isti Yuli Ismawati*

JERNIH– Industri multifinance di Indonesia benar-benar menghadapi tantangan keberlanjutan yang kompleks. Medio Januari 2025, Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) memproyeksikan pertumbuhan piutang pembiayaan hanya 7-8 persen untuk tahun 2025 ini. Angka ini adalah koreksi dari proyeksi sebelumnya, yaitu 8-10 persen. Penurunan optimisme ini mencerminkan dinamika yang penuh tekanan, di tengah ketidakpastian ekonomi global dan domestik.

Pada 2024 sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan pertumbuhan piutang pembiayaan multifinance berada pada kisaran 10-12%. Namun, realisasinya diduga akan melenceng. Kemungkinan, pertumbuhan akan berada di bawah 10% karena penurunan daya beli masyarakat, PHK massal, dan pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Ini juga diperparah oleh persaingan ketat dari industri modal ventura, fintech, dan bank digital yang semakin agresif dalam menawarkan produk pembiayaan berbasis teknologi.

PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menunjukkan bahwa penerbitan obligasi oleh industri multifinance, hingga Agustus 2024, menurun signifikan dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Hanya Rp18,01 triliun berbanding Rp25,90 triliun. Penurunan ini menandakan tekanan pada likuiditas industri, yang memengaruhi kemampuan perusahaan multifinance untuk mendanai pertumbuhan portofolionya.

Situasi semakin rumit dengan pemberlakuan opsen pajak kendaraan bermotor pada Januari 2025, yang menjadi beban tambahan bagi konsumen di berbagai daerah. Kebijakan ini berpotensi menekan penjualan kendaraan bermotor, padahal sektor otomotif masih menjadi pilar utama portofolio pembiayaan multifinance.

Di sisi lain, fenomena approval rating debitur yang terus merosot turut membebani kinerja industri. Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK mencatat lonjakan pengajuan kredit yang ditolak akibat riwayat buruk debitur, banyak di antaranya terkait pinjaman online.

Ada lagi fenomena “doom loop leasing”, sebuah lingkaran setan yang memperlihatkan kredit bermasalah yang terus meningkat sehingga mengguncang likuiditas perusahaan. Situasi ini memaksa multifinance memangkas pembiayaan baru, sehingga memperburuk profil finansial mereka. Menurut OJK, rasio pembiayaan bermasalah atau Non-Performing Financing (NPF) pada November 2024 mencapai 2,71 persen, naik senilai 7,27 persen secara year-on-year (yoy). Walaupun masih di bawah ambang batas 5 persen, tren ini menjadi peringatan serius akan perlunya penguatan manajemen risiko.

Dalam situsi semacam itulah, multifinance berupaya mengais peluang di 2025. Salah satunya bisa dari pembiayaan sektor perumahan. Program pemerintah yang menargetkan pembangunan tiga juta rumah memberikan potensi besar bagi perusahaan multifinance untuk terlibat. Langkah ini tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan perumahan masyarakat tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja dan peningkatan aktivitas konstruksi.

Selain itu, pembiayaan kendaraan listrik menjadi area prospektif lainnya. Permintaan terhadap kendaraan listrik diprediksi akan meningkat seiring dengan upaya mengurangi emisi karbon dan mendukung transisi ekonomi hijau. Terlepas dari masih banyaknya problem dalam perniagaan mobil listrik, multifinance dapat menawarkan produk pembiayaan kompetitif, yang sekaligus memperluas portofolio mereka di sektor teknologi berkelanjutan.

Industri kelapa sawit juga menawarkan peluang besar di tahun 2025, terutama dengan meningkatnya permintaan global dari negara-negara besar seperti India, China, dan Uni Eropa. Perusahaan multifinance dapat mendukung industri ini dengan menyediakan pembiayaan untuk peningkatan kapasitas produksi dan pengelolaan perkebunan yang berkelanjutan.

Pun produksi batu bara yang diperkirakan masih akan bertambah. 91 perusahaan anggota Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mengalami peningkatan volume produksi sepanjang tahun 2024, hingga menyentuh angka 534 juta ton. Pada 2025, angka itu diperkirakan masih bisa meningkat di atas 5%. Keterpilihan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat membuka lagi peluang sector ini untuk bertumbuh. Multifinance dapat memanfaatkan prospek tersebut.

Industri multifinance tentu perlu melakukan langkah strategis. Diversifikasi portofolio pembiayaan dengan fokus pada sektor-sektor yang memiliki potensi pertumbuhan tinggi, seperti perumahan dan kendaraan listrik, dapat menjadi strategi penting. Pengembangan produk pembiayaan yang inovatif dan sesuai dengan kebutuhan pasar, seperti skema pembiayaan dengan suku bunga kompetitif atau tenor yang fleksibel, juga sangat diperlukan.

GRC, ESG, dan Tuntutan Keberlanjutan
Di saat yang sama, penerapan prinsip tata kelola, risiko, dan kepatuhan (Governance, Risk, and Compliance/GRC) menjadi semakin krusial. Menurut Ketua Dewan Audit OJK, Sophia Isabella, industri multifinance harus segera mengintegrasikan prinsip GRC secara mendalam dalam setiap aspek operasional mereka. Pernyataan ini mencerminkan urgensi untuk memperkuat tata kelola sebagai fondasi utama dalam menghadapi tantangan yang ada.

Regulasi yang diterbitkan OJK, seperti POJK Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan dan POJK Nomor 44/POJK.05/2020 tentang Manajemen Risiko bagi Lembaga Jasa Keuangan Nonbank, memberikan panduan strategis bagi industri multifinance untuk bergerak menuju keberlanjutan, dengan mengintegrasikan prinsip environmental, social, dan governance (ESG) dalam strategi dan model bisnis mereka. Langkah OJK yang meluncurkan Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) semakin menegaskan komitmen regulator untuk mendorong pembiayaan yang mendukung keberlanjutan, seperti pembiayaan untuk UMKM dan transportasi ramah lingkungan.

Perusahaan multifinance harus memastikan bahwa setiap keputusan dan proses operasional berjalan transparan, akuntabel, dan mematuhi semua aturan. Penggunaan teknologi seperti kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dan big data perlu dioptimalkan untuk efisiensi, kecepatan, dan akurasi kerja. Di sisi lain, pengelolaan piutang yang efektif menjadi keharusan untuk menjaga arus kas perusahaan tetap sehat.

Manajemen risiko yang solid juga memungkinkan multifinance percaya diri ketika menyalurkan pembiayaan ke sektor-sektor yang mendukung keberlanjutan, seperti energi bersih dan UMKM. Dengan tata kelola yang kuat, kepercayaan investor dan pemangku kepentingan dapat meningkat, menciptakan ekosistem yang kondusif bagi pertumbuhan jangka panjang.

Investasi dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang berkelanjutan melalui pendidikan dan pelatihan juga harus menjadi prioritas utama. Dengan begitu, setiap individu memahami dan mampu mengimplementasikan prinsip keberlanjutan dalam setiap proses bisnis industri multifinance.

Namun, dukungan pemerintah dan regulator lah yang paling dibutuhkan. Insentif seperti keringanan pajak atau akses pendanaan dengan bunga rendah bagi perusahaan yang menerapkan prinsip ESG dapat menjadi pendorong signifikan. Tanpa dukungan pemerintah dan regulator, industri multifinance akan sulit bertahan. Di negara-negara lain pun, pemerintahnya sangat mendukung industri multifinance mereka.

Masa depan industri multifinance bergantung pada kemampuan mereka dan pemangku kepentingan utamanya beradaptasi dengan tuntutan zaman. Tapi, dilema keberlanjutan ini juga menegaskan bahwa fokus pada keuntungan jangka pendek tidak cukup untuk menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Industri multifinance harus sehat dan kuat secara finansial sekaligus berdampak positif bagi masyarakat dan lingkungan. []

  • Praktisi Manajemen Risiko di Lembaga Keuangan, mahasiswa doktoral Perbanas Institute

Back to top button