
Untuk bisa sampai tingkatan “kedermawan melebihi embusan angin” ini sangat tidak mudah, karena para dermawan kelompok ini selalu memberikan bantuan tanpa syarat, tanpa terms & conditions. Cara pandang mereka yang selalu berprasangka baik kepada orang lain. Seperti dicontohkan Nabi SAW. Begitu muncul setitik keraguan atau sekelebat syakwasangka terhadap motif orang yang meminta bantuan, maka status “kedermawan melebihi angin berembus” tak akan bisa dicapai mereka yang berderma.
Oleh : Akmal Nasery Basral (@akmalbasral)
JERNIH— 1/. Ada tiga tingkatan sikap dermawan pada manusia: kedermawanan biasa, kedermawanan luar biasa, dan kedermawan melebihi kecepatan embusan angin. Ketiganya merupakan percikan dari sifat Allah Maha Pemurah (Al Karim).
Kedermawanan biasa (ordinary generosity) adalah sikap murah hati seseorang ketika kondisi hidupnya lapang. Dia tak ragu membantu orang lain. Namun saat kondisinya sulit, sifat karimnya terhenti. Bisa juga sifat dermawannya tak berlanjut bukan karena sedang kesulitan, melainkan tersebab cara pandangnya bahwa berderma cukup 1-2 kali saja. Tak perlu ada derma ketiga dan seterusnya. Sikap ini disebut juga sebagai kedermawan elementer.
Kedermawanan luar biasa (extraordinary generosity) adalah tahapan lebih tinggi. Mewujud dalam sikap konsisten berderma dalam keadaan lapang dan sempit ( fi-s sarra-i wa-d darra-i). Para dermawan super ini digambarkan Al-Qur’an memiliki dua sifat luhur lainnya, yakni ketrampilan mengendalikan emosi negatif-amarah yang tak mudah pecah, serta jiwa lembut-pemaaf terhadap orang lain yang berbuat salah dan khilaf. (QS 3: 134).
Adapun puncak tertinggi sifat karim seorang manusia disebut “kedermawan melebihi kecepatan angin berembus” (al khair min al rihil mursalat) yang mengacu pada karakter Nabi Muhammad ﷺ seperti riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dalam hadist sahih berikut ini: “Rasulullah ﷺ adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadan saat beliau bertemu Malaikat Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al Qur’an. Dan kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi angin yang berembus.” (Shahihain).

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani menjelaskan perumpamaan “kedermawanan melebihi angin yang berembus” sebagai rahmat yang Allah kirim melalui turunnya hujan secara merata, membasahi dan menghidupi bagian bumi yang subur maupun kering kerontang. Seperti itu pula kedermawan Rasulullah ﷺ yang merata, baik untuk orang fakir yang membutuhkan dan orang kaya yang berkecukupan. Kebaikan Rasulullah lebih banyak dibandingkan yang ditimbulkan hujan dari angin yang berhembus.” ( Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, juz IV, halaman 139).
Dalam kitabnya “Syarh Nawawi ‘ala Muslim”, Imam Nawawi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Nabi lebih dermawan daripada angin yang berembus” adalah dalam hal kecepatan dan menyeluruhnya kedermawanan beliau ﷺ, sehingga menjadi inspirasi bagi umat Islam untuk berjuang meningkatkan kedermawanan di bulan Ramadan–dibandingkan bulan-bulan lainnya.
Untuk bisa sampai tingkatan “kedermawan melebihi embusan angin” ini sangat tidak mudah, karena para dermawan kelompok ini selalu memberikan bantuan tanpa syarat, tanpa terms & conditions. Cara pandang mereka yang selalu berprasangka baik kepada orang lain. Seperti dicontohkan Nabi ﷺ.
Begitu muncul setitik keraguan atau sekelebat syakwasangka terhadap motif orang yang meminta bantuan, maka status “kedermawan melebihi angin berembus” tak akan bisa dicapai mereka yang berderma.
2/. Pada Januari 2009, Universitas Notre Dame meluncurkan Science of Generosity Project dengan dana hibah USD5 juta dari Yayasan John Templeton. Kedermawanan didefinisikan sebagai “keutamaan dalam memberikan hal-hal baik kepada orang lain secara cuma-cuma dan berlimpah (the virtue of giving good things to others freely and abundantly). Hal-hal baik itu bisa berupa materi (uang, makanan, kendaraan, dst) atau non-materi (memberikan perhatian dan dukungan moral, empati dan simpati, memberikan waktu untuk mendengarkan, dst).
Riset itu menemukan bukti bahwa kedermawanan memiliki efek positif bukan hanya terhadap penerima, melainkan juga terhadap pemberi derma dalam bentuk kesehatan psikologis (peningkatan harga diri, vitalitas dan kualitas hidup yang lebih baik), kesehatan fisik (kebugaran tubuh membaik dan menurunkannya risiko meninggal dunia lebih cepat), hubungan sosial (kebahagiaan dan rasa damai). Jika pemberi dan penerima derma berada dalam satu lingkungan kerja atau kantor yang sama, efek positifnya terlihat pada berkurangnya kelelahan kerja (job burnt out) secara signifikan.
Sementara dari perspektif umum teori kedermawanan (theory of generosity) terdapat postulat bahwa sikap derma meningkatkan kadar bahagia bagi yang melakukannya. Ingin bahagia? Berdermalah. Ingin lebih bahagia? Lebih sering berderma. Sesederhana itu.
3/
Pada satu hari melalui kisah yang diriwayatkan Abu Dzar al-Ghifari r.a., beberapa orang miskin curhat kepada Nabi Muhammad ﷺ tentang betapa enaknya menjadi orang-orang kaya. “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya membawa pahala yang banyak, mereka salat sebagaimana kami salat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka (yang tak kami punya).”
Rasulullah menjawab, “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian jalan untuk bersedekah? Sesungguhnya setiap tasbih merupakan sedekah, setiap takbir merupakan sedekah, setiap tahmid merupakan sedekah, setiap tahlil merupakan sedekah, mengajak pada kebaikan adalah sedekah, melarang dari kemungkaran adalah sedekah, dan berhubungan intim dengan istri kalian adalah sedekah.”
Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana bisa salah seorang di antara kami melampiaskan syahwat lalu mendapatkan pahala? Nabi bersabda, “Bagaimana pendapat kalian seandainya hal tersebut disalurkan di jalan yang haram, bukankah akan mendapatkan dosa? Demikianlah halnya jika dilakukan pada jalan yang halal, maka akan mendapatkan pahala.” (HR. Muslim, no. 1006).
Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah menguraikan bahwa hadits itu menggambarkan bahwa orang miskin bersifat ghibtah (ingin berlomba) dengan orang kaya (ahlud dutsur, ad-dutsur artinya harta). “Mereka cemburu agar bisa meraih pahala seperti orang kaya yang mudah dalam bersedekah. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan kepada mereka apa yang mereka mampu kerjakan.” ( Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:57)
Sedangkan Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan bahwa,“Hadits ini menjelaskan begitu banyak jalan kebaikan. Allah pun memudahkan kita untuk menempuh jalan kebaikan tersebut. Dan ingatlah setiap orang pasti menginginkan berbuat baik, termasuk yang kaya dan yang miskin.” (Al-Minhah Ar-Rabbaniyyah fii Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah, hal. 207).
Maka bulan suci Ramadan ini sejatinya merupakan gelanggang terbuka perlombaan meningkatkan kedermawanan bagi semua kelas sosial ekonomi. Bagi para aghniya yang memiliki limpahan harta untuk meningkatkan sifat karim hingga mendekati kedermawanan melebihi embusan angin seperti dicontohkan Nabi ﷺ, sementara bagi yang berkekurangan tetap memiliki semangat berderma dengan menyediakan buka puasa meski hanya dengan sebutir kurma, seteguk air, atau seketul roti, karena pahala memberikan puasa kepada orang yang berpuasa adalah sebesar pahala orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi pahala yang diberi derma.
Betapa indah dan luhurnya sifat karim yang dimudahkan Tuhan, Saudaraku. []
3 Ramadan 1446 H/3 Maret 2025