TVRI Pemegang Hak Siar Piala Dunia FIFA 2026

Berpuluh tahun hak siar Piala Dunia FIFA dipegang oleh televisi swasta. Kali ini TVRI dapat kesempatan. Berapa nilai yang harus dibayar untuk membeli hak siar? Dari mana datangnya uang?
JERNIH – Televisi Republik Indonesia (TVRI) kembali menjadi buah bibir setelah diumumkan sebagai pemegang hak siar Piala Dunia FIFA 2026 untuk wilayah Indonesia. Bagi sebagian orang, ini adalah kabar gembira yang terasa nostalgis: TVRI pernah menjadi satu-satunya layar hiburan bangsa, dan kini ia dipercaya untuk menayangkan ajang olahraga terbesar di dunia.
Namun di balik kabar itu, ada cerita panjang tentang proses negosiasi, politik anggaran, hingga tantangan besar yang menanti lembaga penyiaran publik ini.
FIFA, sebagai pemilik tunggal hak siar Piala Dunia, membuka tender terbuka untuk setiap negara. Setiap penyiar yang berminat harus masuk ke meja negosiasi dengan proposal harga dan cakupan distribusi. Di Indonesia, penunjukan TVRI mendapat dukungan politik. Komisi VII DPR RI mendorong agar lembaga penyiaran publik diberi kesempatan, sekaligus memastikan masyarakat bisa menonton pertandingan secara gratis.
Anggota Komisi VII DPR, Hendry Munief, bahkan menyampaikan apresiasinya secara terbuka, “Kami ucapkan selamat buat TVRI mendapatkan hak siar Piala Dunia 2026. Dengan adanya hak siar itu masyarakat dapat menikmati dengan gratis, serta bisa melaksanakan nonton bareng tanpa dibayangi izin hak siar.”
Kutipan ini menegaskan bahwa keberhasilan TVRI bukan semata bisnis, melainkan penugasan politik dan sosial.

Namun satu pertanyaan besar muncul: berapa uang yang harus dikeluarkan TVRI?
Sejumlah sumber menyebut angka sekitar Rp16 miliar sebagai estimasi nilai kontrak hak siar. Angka ini relatif kecil bila dibandingkan dengan biaya hak siar di negara lain, tetapi bagi TVRI yang masih bergantung pada APBN, jumlah itu tetap signifikan.
Dana untuk membeli hak siar ini tidak datang dari kantong TVRI semata, melainkan dari alokasi APBN yang disetujui DPR. Selain itu, pemasukan iklan dan sponsor selama turnamen diharapkan bisa menjadi sumber tambahan untuk menutup biaya produksi. Dengan kata lain, Piala Dunia 2026 bagi TVRI adalah investasi sosial yang sekaligus bisa mendatangkan pendapatan komersial—meski bukan semata-mata orientasi profit.
Menjadi televisi broadcasting Piala Dunia FIFA adalah sebuah prestis. Bertahun-tahun hak siar di Indonesia dipegang oleh televisi swasta. Karena itu penunjukan ini membawa TVRI pada sebuah persimpangan: antara menjaga perannya sebagai lembaga penyiaran publik dan menjawab ekspektasi masyarakat yang kian tinggi.
Sebagai TV broadcast tidak hanya sekadar menyiarkan pertandingan. Ada beberapa tantangan besar agar gaung Piala Dunia FIFA 2026 terasa. Piala Dunia, dengan standar siaran internasional, menuntut kualitas gambar dan suara prima. Untungnya siaran televisi hari ini sudah menggunakan digital.
Event sebesar ini memerlukan tim profesional, komentator mumpuni, dan teknologi pendukung grafis modern. Di sisi lain TVRI harus menyeimbangkan antara siaran gratis untuk publik dan kebutuhan pemasukan iklan/sponsor.
Hal-hal di atas telah berkali-kali dilakukan secara kreatif oleh televisi swasta. Dan, hampir seluruhnya memberi kenangan manis.
TVRI selama bertahun-tahun kehilangan daya tarik. Maka menjadi TV broadcaster resmi dan satu-satunya di Indonesia bisa jadi momentum untuk berbenah dan mengembalikan pamornya. Dan, ada uang negara yang diangsurkan di situ. Jika dianggap sebagai investasi, maka mestinya bisnis industri televisi berjalan baik dan jadi medium bagi bisnis TVRI itu sendiri.(*)
BACA JUGA: Adidas Trionda Bola Simbol Tiga Gelombang Piala Dunia 2026