Kisah Sepasang Muslim Skotlandia di Tengah Wabah Covid-19
- Aisyah melihat seorang tua menangis di depan supermarket karena tak mampu membeli kebutuhan.
- Sejak saat itu Aisyah dan suaminya memberikan bantuan paket makanan gratis ke lansia di Falkirk.
- Ia mendistribusikan 3.000 masker ke staf NHS, garda depan melawan wabah Covid-19.
Falkirk — Jam belum menunjuk pukul 09:00 tapi antrean di luar toko kelontong Aisyah Javed di Falkirk, Skotlandia, telah mengular.
Yang antre bukan penduduk biasa, tapi staf medis NHS — garda depan dalam perang melawan virus korona penyebab Covid-19. Mereka ingin mendapatkan sarung dan pembersih tangan, dan barang-barang yang sangat mereka butuhkan.
Lusinan pekerja medis telah tewas, dan pemerintah meremehkan penyebab kematian dengan kurangnya peralatan pelindung pribadi (PPE). Bagi staf NHS, memiliki peralatan pelindung; masker, sarung tangan, dan sanitizer, adalah masalah hidup.
Alih-alih harus mengeluarkan uang setiap hari untuk membeli semua itu, staf NHS terperangah ketika Aisyah dan suaminya menolak uang mereka.
“Saya tidak menjual masker. Saya menyumbangkannya,” kata Aisyah, wanita berusia 34 tahun.
Seorang staf NHS mengatakan; “Saya tidak keberatan membayar. Ambilan uang ini.” Aisyah tetap menolak.
“Staf NHS melakukan pekerjaan dengan baik, mempertaruhkan nyawa. Maaf, kami tidak bisa mengambil uang kalian,” ujar Aisyah.
Ketika penguncian semakin ketat pada Maret 2020, Aisyah menyaksikan seorang wanita tua menangis di luar supermarket karena tidak mampu membeli kebutuhan.
Saat itulah dia dan suaminya menggunakan 5.000 pound, atau Rp 97 juta, untuk membeli masker, pencuci tangan antibakteri, dan produk lainnya. Ia juga mengatur paket perawatan untuk siapa saja yang membutuhkan.
Aisyah dan suami menyumbangkan 3.000 masker, mengirim 1.000 paket makanan kepada orang-orang rentan kelaparan dalam empat pekan terakhir.
Diperkirakan 1,5 juta sampai dua juta orang kehilangan pekerjaan di Inggris sejak bulan pertama krisis virus korona.
Institute for Employment Studies memperkirakan angka kehilangan pekerjaan meningkat tajam, dan menjerumuskan orang ke dalam kemiskinan.
Banyak pelanggan Aisyah kesulitan membeli makanan untuk keluarga. Asiyah tidak ingin mendengar mereka tidur dengan perut lapar.
“Saya mengeluarkan pengumuman di Facebook, bahwa kami akan mengirim makanan gratis,” kata Aisyah. “Kami mendapat 200 sampai 300 panggilan.”
Selama akhir pekan Paskah, Aisyah dan suaminya membagikan ratusan telur Paskah gratis dan memasok paket perawatan ke rumah sakit, rumah perawatan, dan panti jompo.
William Welsh, lelaki berusia 73 tahun, telah tinggal tak jauh dari toko kelontong Aisyah selama 54 tahun. Kini, dia menyupa Jawad, suami Aisyah, dengan Assalamualaikum.
“Saya tidak akan melupakan apa yang dilakukan Jawad,” kata Welsh. “Dia melakukan pekerjaan kelas satu.”
Yang dilakukan Jawad dan Aisyah menginspirasi komunitas, dan orang-orang berduit di Falkirk dan seluruh Skotlandia. Padahal Jawad tidak kampanye.
Irfan Razzaq, sekretaris jenderal Glasgow Central Mosque, mengubah masjid sebagai pusat bantuan untuk semua. Jika sebelumnya masjid membantu pengungsi dan pencari suaka berlatar belakang Muslim, kini tidak lagi.
“Kami tidak akan memalingkan muka dari siapa pun,” katanya. “Kami menerima panggilan dari non-Muslim, terutama lansia, dan kami mengulurkan tangan.”
Pagi itu, antrean di luar toko kelontong cukup panjang. “Seorang pelanggan mengatakan kepada Al Jazeera, seraya menunjuk ke arah Jawad; “Pria itu layak mendapat gelar ksatria.”
Aisyah dan Jawab terus melayani pelanggan dan staf NHS dengan senyum. Senyum yang tulus. Semua orang tahu itu.