Di Tengah Pandemi, Jadikan Ramadhan Bulan Paling Berkah
Sangat penting bagi kita untuk memperbarui dan menghidupkan kembali hubungan kita satu sama lain, dan menggunakan waktu ini untuk membangun kembali jembatan yang mungkin telah hancur dalam perlombaan kehidupan
Oleh: Dr Muhammad Abdul Bari*
Pertumbuhan eksponensial dalam tingkat infeksi dan kematian di seluruh dunia akibat pandemi virus corona tidak henti-hentinya menciptakan rasa takut, sementara lockdown tak menciptakan hal lain kecuali mentalitas terkepung.
Tidak ada yang bisa mengatakan dengan pasti berapa lama ini akan berlanjut, berapa banyak yang akan binasa, dan seperti apa dunia setelahnya. Pandemi jenis ini memberi tahu kita bahwa manusia bukanlah penguasa dunia seperti yang diyakini sebagian orang. Jika tidak ada yang lain, krisis global ini adalah seruan bagi kemanusiaan.
Bencana besar seperti ini memunculkan yang terbaik dan terburuk dalam sifat manusia. Upaya putus asa untuk menjaga diri dari virus dan menyelamatkan hidup, telah membawa banyak orang ke dalam solidaritas. Pemerintah, bahkan yang dipimpin sayap kanan atau pemimpin populis otoriter, telah mengeluarkan sejumlah dana dalam besaran tak terpikirkan untuk mendukung kembalinya bisnis, membantu para pekerja serta melindungi perekonomian.
Pada manusia, lockdown telah menimbulkan rasa kebersamaan, bahkan kalau pun hanya virtual, di antara keluarga dan masyarakat. Kepedulian untuk mereka yang rentan, lanjut usia dan miskin, diagendakan sebagai prioritas, serta munculnya penghargaan atas kesejahteraan kolektif semua orang. Sedihnya, krisis ini juga menunjukkan kurangnya kepemimpinan moral atau politik yang terkoordinasi secara global.
Efek dari sikap ‘negara saya dulu’ telah diekspos lebih lanjut dan dikhawatirkan bahwa orang-orang terlantar seperti Rohingya, masyarakat adat dan orang miskin akan terkena dampak secara tidak proporsional.
Bagaimana Ramadhan mengangkat semangat komunitas?
Di masa-masa yang luar biasa ini, bulan Ramadhan akan membawa perasaan campur aduk bagi umat Islam. Kita akan sangat merindukan praktik-praktik komunal yang penting, seperti melakukan shalat malam (Tarawih) di sebuah jamaah. Tetapi barangkali seharusnya kita pun mengingat, selama bulan berkah inilah Al Qur’an diturunkan (Al-Qur’an 2: 185) kepada Nabi kita (saw), sementara beliau berada dalam isolasi di gua Gunung Hira. Perpanjangan waktu senyap karena lockdown, juga memberikan peluang unik untuk kontemplasi, melakukan introspeksi diri, menilai kembali pribadi dan melakukan pembaruan sehingga kita dapat lebih terhubung dengan Allah dan Kitab-Nya.
Kehidupan di dunia ini adalah kesempatan dan ujian untuk menjadi hamba Allah. Ujian bisa datang dengan berbagai cara, seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an. “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. ” (Al-Qur’an 2: 155). Cara untuk mengatasi semua ujian ini adalah melalui kesabaran, ketabahan dan kepercayaan pada Tuhan kita.
Ramadhan datang sebagai berkah istimewa, karena seluruh tujuan puasa adalah untuk mencapai kesadaran akan Allah (Al-Qur’an 2: 183). Berpuasa sejak fajar hingga senja selama sebulan membantu kita membakar ego melalui wadah pantang dari tindakan yang normalnya diizinkan, seperti makan dan minum, atau menjauhkan diri dari pikiran buruk dan tindakan jahat guna memperkuat kendali diri kita.
Berpuasa mengingatkan kita untuk menghargai berkah tak terhitung yang diberikan Pencipta kita kepada kita. Karunia-karunia ini, yang sering kita terima begitu saja, menjadi lebih jelas bagi kita di masa-masa ujian ini.
Kasih sayang dan empati terhadap sesama manusia
Ramadhan mengajarkan kita etos berbagi, kemurahan hati dan pengorbanan untuk orang lain. Kita berusaha untuk melakukan upaya terbaik untuk keselamatan kita, serta mengintensifkan upaya untuk membantu orang lain di sekitar kita, di lingkungan dan komunitas kita. Untuk memanfaatkan waktu ini sebaik-baiknya, kita harus berusaha memiliki rencana pribadi jangka pendek dan menengah dengan daftar “do’s dan don’t” dan jangan sampai menghabiskan waktu percuma.
Kita harus mengikuti pedoman para ahli medis dan saran pemerintah. Kita mungkin percaya bahwa kita kurang berisiko, tetapi melanggar aturan-aturan ini tidak hanya dapat membahayakan kita, tetapi juga orang lain di sekitar kita, termasuk mereka yang paling rentan, seperti orang tua dan kakek-nenek. Kita harus ingat bahwa para profesional kesehatan dan orang-orang di garis depan mempertaruhkan nyawa mereka untuk melindungi kita, dan kita semua memiliki peran masing-masing untuk dimainkan.
Dengan lebih sedikit waktu yang dihabiskan untuk bepergian dan bekerja, berarti lebih banyak waktu tersedia untuk kesejahteraan kita, anggota keluarga dan masyarakat luas.
Sangat penting bagi kita untuk memperbarui dan menghidupkan kembali hubungan kita satu sama lain, dan menggunakan waktu ini untuk membangun kembali jembatan yang mungkin telah hancur dalam perlombaan kehidupan. Kita harus menghabiskan lebih banyak waktu bersama anak-anak kita, tidak hanya untuk membuat mereka sibuk, tetapi juga membesarkan mereka dengan pengetahuan dan karakter (akhlaq) sebagai manusia yang baik.
Seperti dalam setiap Ramadhan, ketika pintu-pintu kedermawanan dari kaum Muslim terbuka, kita harus mengulurkan tangan kita lebih jauh untuk membantu mereka yang sangat membutuhkan terutama mereka yang lebih rentan sebagai akibat dari krisis ini.
Pengurungan jangka panjang di rumah secara alami dapat menyebabkan iritasi, ketegangan, dan frustrasi dalam anggota keluarga. Sangat penting bagi kita untuk tetap tenang dan mengendalikan lidah, sebagaimana Nabi kita bersabda, “Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no. 1903).
Terlalu sering menggunakan dan menyalahgunakan media sosial mengurangi interaksi kita di dunia nyata satu sama lain. Sudah saatnya kita sadar dan menggunakan media sosial yang sama untuk mendapatkan pengetahuan dari sumber-sumber otentik dan meningkatkan koneksi dengan orang-orang terdekat kita.
Mari kita berdoa semoga Allah melindungi kita semua, meningkatkan kualitas kemanusiaan kita menjadi lebih baik, dan menjadikan kita kekuatan bagi kebaikan bagi orang lain. Alangkah indahnya jika kita dapat keluar dari krisis ini dengan lebih bijaksana daripada sebelumnya. [ ]
*Dr Muhammad Abdul Bari adalah pemuka masyarakat di Inggris, guru, konsultan parenting dan penulis. Artikel dan tulisan lainnya dapat diakses melalui laman www.drabdulbari.com. Diunggah di Jernih.co atas izin yang bersangkutan.