Meski Berkaki Palsu, Korban Tinombala Itu Tetap Mengabdi Negeri
JAKARTA– Salah satu janji Prajurit Bhayangkara adalah siap ditugaskan di mana saja dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta selalu siap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Janji itu terpateri dalam kepala setiap insan Bhayangkara.
Berbekal Janji itu, Aipda Andrew Maha Putra, S.H, anggota Brimob lulusan Diktukba Polri Gelombang I tahun 2005, selalu taat dan patuh saat dimutasikan di berbagai tempat. Selesai mengikuti pendidikan di Watukosek Jawa Timur, Andrew bertugas di Resimen Brimob Klapa Dua, Depok, Jawab Barat. Tak lama kemudian, pada April 2006, Aipda Andrew pindah tugas menjadi anggota organik Sat Brimob Polda Sulteng dan ikut Operasi Tinombala.
Andrew, pria asal Desa Banyuning Singaraja ini ditunjuk menjadi bagian dari Satgas Operasi Tinombala bergabung dengan TNI untuk menangkap kelompok teroris Santoso. Dan saat menjalankan tugas itulah Ia menjadi korban penembakan oleh kelompok Santoso di perbukitan wilayah Salogose, Sausu, Sulteng pada 31 Desember 2018. “Saat tugas di Intelmob Satgas Operasi Tinombala, punggung dan kaki saya kena tembak,” kata Aipda Andrew di Polda Bali.
Suami Ni Luh Maharini ini kemudian menceritakan kronologis terjadinya penembakan yang menyebabkan kakinya diamputasi. Berawal dari adanya informasi masyarakat ditemukannya kepala manusia tanpa badan pada Minggu (30/12/2018), sekitar Pukul 14.00 Wita, yang kemudian dilaporkan ke Kasat Brimob Polda Sulteng, Kombes Pol. Susnadi, S.I.K . Atas informasi itu, Andrew dan unitnya diperintahkan untuk mengecek kebenarannya
“Saat itu Kasat Brimob memerintahkan kepada kami untuk memastikan kebenaran informasi tersebut,” kata anak pertama dari pasangan mendiang Kompol (Purn) I Gede Ngurah Sugandhi, S.H. dan Mince Lembang itu.
Malam hari sekitar Pukul 19.30 Wita, ia bersama regunya berjumlah 10 orang berangkat naik ke perbukitan untuk mengecek lokasi penemuan kepala dan melakukan penyisiran di perbukitan itu untuk mencari badan orang tersebut. Penyisiran berhasil menemukan badan korban yang tak jauh dari lokasi ditemukannya kepala korban.
Pagi harinya Senin (31/12/2018) sekitar Pukul 07.00 Wita, Aipda Andrew selaku Komandan Regu (Danru) ditemani Bripda Baso mengendarai sepeda motor berangkat mendahului mobil yang akan membawa mayat korban. Tindakan itu sesuai Standart Operation Prosedur dengan tujuan agar perjalanan mobil yang membawa jenasah berjalan tanpa halangan apapun. Dan saat melakukan pengecekan jalan yang akan dilalui mobil itu, ditemukan kayu yang melintang di jalanan.
“Saat mengecek situasi itu, ditemukan ada kayu melintang di jalan. Saya bersama Bripda Baso menyingkirkan kayu tersebut agar tim yang membawa mayat bisa lewat. Baru mau melanjutkan perjalanan, tiba-tiba ada 4 kali suara tembakan dari arah perbukitan.”
Penembakan yang terjadi sekitar pukul 08.00 Wita itu membuat Andrew terluka bagian punggung atas kiri. Sambil terus melakukan perlawanan, Andrew melihat Bripda Baso kena tembak sehingga Andrew berusaha memberikan pertolongan untuk menyelamatkannya. Saat itulah betis kakinya terkena tembakan.
“Nah saat memberikan pertolongan tersebut betis kaki kanan saya kena tembak. Berselang 30 menit, delapan orang anggota yang membawa mayat tiba dan langsung memberikan bantuan. Saat itu juga tidak ada suara tembakan dari perbukitan,” kata dia.
Aipda Andrew dan Bripda Baso langsung dievakuasi ke mobil patrol dan dibawa ke Puskesmas Sausu, selanjutnya dibawa ke RS Bhayangkara Palu yang ditempuh selama 9 jam. “Kami langsung mendapat penanganan medis oleh dokter. Sempat dirawat selama 5 hari di ICU, kondisi saya justru semakin memburuk dan akhirnya saya sendiri meminta untuk dirujuk ke RS Sanglah, Denpasar.
Andrew sengaja meminta dirujuk ke RS Sanglah karena tidak ingin merepotkan keluarganya“Kenapa saya meminta dirujuk ke RS Sanglah? Bayangan saya waktu itu pasti akan mati. Kalau mati di RS Sanglah, setidaknya saya tidak menyusahkan keluarga. Syukur saya bisa melewati cobaan tersebut.”
Di RS Sanglah, dokter menyarankan agar kaki Andrew diamputasi karena lukanya sudah infeksi dan bila tidak diamputasi akan menyebabkan kematian karena sudah tidak ada aliran darah ke kaki bagian bawah. Andrew sempat shock namun akhirnya menerima saran dokter demi dapat berkumpul bersama keluarga. Kini ia menggunakan kaki palsu setelah menjalani operasi sebanyak delapan kali.
“Saya langsung shock dan sedih mendengar penjelasan dokter. Saat itu juga saya bersama keluarga memutuskan dan menyetujui dilakukan operasi Amputasi di atas lutut tanggal 17 Januari 2019. Saya sudah dioperasi sebanyak 8 kali untuk mengangkat serpihan peluru,”
Semangat hidup Aipda Andrew terbesar datang dari istri dan ketiga anaknya, Putu Ayu Rania Putri (5), Made Ngurah Satya Putra (3) dan Ngurah Arya Wiguna (7 bulan) yang selalu mendukungnya dan sabar mendampinginya.
Kini Andrew tetap semangat bertugas di Poliklinik Biddokkes Polda Bali meskipun menggunakan kaki palsu. “Saya berjalan harus pelan-pelan. Akibat kaki dipotong di atas lutut maka saya jalan harus menggunakan pinggul.”
Nampaknya kakinya belum terbiasa dengan kaki palsu yang digunakan sehingga kadang timbul rasa tidak nyaman dan nyeri terutama saat hendak tidur. “Saya berharap rasa sakit ini segera hilang. Saya juga mohon dukungan dan perhatian dari pimpinan agar lebih semangat melaksanakan tugas sehari-hari. Saya menjadi tulang punggung di keluarga, istri juga belum bekerja sejak saya pindah ke Bali. [tvl]