Bujuk Rayu Rokok terhadap Anak-anak Kian Dahsyat
Jakarta – Kebiasaan merokok tidak hanya menjadi masalah pada orang dewasa, namun juga semakin menggejala pada kalangan anak dan remaja. Prevalensi merokok pada populasi remaja usia 10-18 tahun makin tinggi yakni dari tahun 2013 sebesar 7,2 persen mennadi 9,1% di 2018 berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas).
Jika populasi pada kelompok usia itu sekitar 40,6 juta jiwa, maka sudah ada sekitar 3,9 juta anak yang merokok. Kenaikan jumlah perokok anak dipastikan karena akses atau jangkauan mereka terhadap rokok sangat mudah dan murah.
Karenanya Kementerian Kesehatan mengangkat tema Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS tahun ini 2020 adalah “Cegah anak dan remaja Indonesia dari ‘Bujukan’ rokok” yang diperingati setiap tanggal 31 Mei.
Saat ini justru anak-anak dan remaja yang menjadi “sasaran empuk” agar mereka mulai merokok sejak usia muda dan akhirnya menjadi perokok aktif hingga dewasa. Taktik ini tentu saja bertujuan untuk mengganti jutaan perokok yang meninggal setiap tahun dari penyakit akibat rokok, seperti penyakit jantung dan kanker mulut.
Saat ini rokok dijual bebas dan murah di warung-warung, sehingga dengan uang jajan anak-anak bisa membelinya. Selain itu, paparan iklan rokok terhadap anak-anak juga kian masif baik di dalam maupun luar ruang. Bahkan iklan rokok sekarang makin kreatif dengan mencantumkan harga termurah, yang memengaruhi pikiran anak bahwa uang jajannya cukup untuk membeli rokok.
Tak hanya itu, yang lebih membahayakan lagi adalah beredarnya produk rokok tanpa cukai yang beredar hingga pelosok daerah. Harga yang pun jauh lebih murah, lebih terjangkau. Namun risiko kesehatannya makin tinggi karena kandungan tidak terjamin tanpa pengawasan yang jelas.
“Anak-anak dan remaja di Indonesia perlu terus ditingkatkan kesadarannya tentang dampak bahaya dari penggunaan rokok dan Bujukan rokok,” ungkap siaran pers Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, Senin, (01/06/2020).
Bujukan rokok menggunakan berbagai cara dan strategi demi menarik minat kaum muda yaitu anak-anak dan remaja terhadap produk rokok dan nikotin, mulai dari strategi pemasaran dan promosi, inovasi produk dan penggunaan cita rasa, serta rokok ketengan.
Bujukan rokok juga mempromosikan dan memasarkan produknya dengan beriklan di televisi dan internet, mensponsori acara musik dan olahraga, memberikan beasiswa kepada siswa, dan menggunakan influencer media sosial. Strategi ini semata-mata dilakukan untuk menarik generasi baru pengguna rokok yaitu anak muda.
Dengan kondisi pandemi COVID-19, kebiasaan merokok meningkatkan risiko dan kerentanan terjangkit COVID-19. Merokok adalah faktor risiko penyakit tidak menular (diabetes, hipertensi, penyakit jantung, kanker) yang merupakan Komorbid Covid-19. Kita rentan terjangkit COVID-19 yang parah jika memiliki penyakit-penyakit tersebut.
Lewat momentum Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) tahun 2020, masyarakat digugah untuk bersama-sama meningkatkan kesadaran masyarakat terutama generasi muda untuk tahu, mau dan mampu tolak bujukan rokok. Secara bersama-sama melindungi generasi muda dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi generasi penerus bangsa. Apalagi kesehatan masyarakat menjadi pilar pembangunan sumber daya manusia untuk terbentuknya Generasi Sehat Indonesia Unggul.
Peran dan keterlibatan para pemangku kepentingan sangatlah penting untuk memperkuat upaya pengendalian tembakau di Indonesia. Pemerintah saat ini berupaya untuk memperkuat kebijakan pengendalian tembakau yang termasuk didalamnya mengatur pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok yang komprehensif. Pemerintah juga terus menekan rokok illegal yang tidak hanya merugikan pendapatan cukai namun juga lebih berbahaya bagi kesehatan. [*]