Crispy

Penyebaran Virus Corona Juga Menumpang Distribusi Makanan

Studi yang diterbitkan Agustus lalu menunjukkan tidak ada melemahnya virus menular itu setelah 21 hari dalam lemari es makanan standar dan suhu beku, ketika patogen ditambahkan ke sampel ayam, salmon dan babi.

JERNIH– Seorang ilmuwan yang berbasis di Singapura telah memperingatkan risiko penularan virus corona lintas batas melalui pasar pangan dan pertanian global senilai 1,5 triliun dolar AS.

Ada kemungkinan bahwa impor makanan yang terkontaminasi dapat menularkan virus kepada pekerja distribusi serta lingkungan, kata Dale Fisher, seorang dokter penyakit menular di National University Hospital Singapura. Pasar makanan beku dianggap sebagai salah satu pelabuhan di bagian pertama dari rantai penularan tersebut.

“Itu menumpang pada makanan, menginfeksi orang pertama yang membuka kotak,” kata Fisher, yang juga memimpin Global Outbreak Alert and Response Network, dalam sebuah wawancara.

Dalam beberapa bulan terakhir pemerintah Cina telah vokal menyatakan temuan jejak patogen SARS-CoV-2 pada kemasan makanan, yang meningkatkan kekhawatiran bahwa barang impor terkait dengan kebangkitan virus corona. Beijing telah memerintahkan berbagai langkah pencegahan, yang menciptakan gangguan besar dengan mitra dagangnya.

“Sementara penularan seperti itu tetap merupakan peristiwa “aneh”, skala perdagangan pangan global yang besarnya sedemikian rupa memungkinkan terjadinya beberapa kali penyebaran virus dari jutaan impor dan ekspor yang ada,”kata Fisher.

Teori ini telah lama diremehkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)  dan beberapa negara Barat. WHO mengatakan bukti epidemiologi baru-baru ini menunjukkan bahwa “tidak mungkin” virus dapat ditularkan dari permukaan ke sistem pernapasan manusia. Sementara Food and Drug Administration (FDA) AS juga menyatakan tidak melihat bukti apa pun yang menunjukkan bahwa penyakit tersebut dapat menyebar melalui makanan.

Di luar Cina, di mana pihak berwenang semakin mempertimbangkan kemungkinan bahwa virus dapat dibawa dan ditularkan melalui kemasan makanan, teori tersebut hampir tidak banyak dibahas. Fisher adalah salah satu dari sedikit ahli internasional yang mempelajari penyebaran wabah pada makanan segar dan beku yang terkontaminasi.

“Ada dua aliran pemikiran dan pandangan minoritas yang saya anut, yakni bahwa ada banyak bukti tidak langsung,” kata Fisher. “Banyak orang mungkin menentang ini karena mereka tidak ingin menakut-nakuti dunia—dan menemukan fakta bahwa makanan pun bisa menjadi sumbernya.”

Eksperimen yang dilakukan tim Fisher menunjukkan bahwa virus corona dapat bertahan dalam waktu dan suhu yang terkait dengan kondisi transportasi dan penyimpanan yang digunakan dalam perdagangan makanan internasional. Studi yang diterbitkan Agustus lalu menunjukkan tidak ada melemahnya virus menular itu setelah 21 hari dalam lemari es makanan standar dan suhu beku, ketika patogen ditambahkan ke sampel ayam, salmon dan babi.

Fakta bahwa virus cenderung berkembang di lingkungan yang dingin dan kering telah menjadikan fasilitas penyimpanan dingin tempat yang ideal untuk penyebaran patogen. “Pabrik pengepakan daging dan rumah potong hewan, bukannya sekolah dan gereja, lebih cenderung menjadi hot spot untuk wabah Covid-19,” kata Fisher.

“Ada banyak baja stainless tempat ia tumbuh,” katanya. “Dingin, ramai –berisik sehingga orang-orang harus berteriak.”

Awal bulan ini, pihak berwenang di kota pesisir timur Cina, Qingdao mengatakan mereka menemukan SARS-CoV-2 hidup pada makanan laut beku impor, dengan dua pekerja pelabuhan yang bertanggung jawab untuk membongkar kemasan berpendingin itu dinyatakan positif terkena virus.

Cina telah mengatakan beberapa kali dalam beberapa bulan terakhir bahwa impor barang-barang berpendingin adalah risiko untuk membuat Cina kembali terkena wabah. Cina kemudian melarang produk impor, termasuk makanan laut dari Indonesia dan sayap ayam dari Brasil, setelah tes positif pada kontainer pengiriman dan kemasan makanan.

Wabah yang berkembang kembali di Beijing Juni lalu, memicu boikot salmon secara nasional ketika virus itu terlacak kepada penjual ikan impor. Selandia Baru, yang telah bertahan lama terbebas dari virus, juga mengatakan sedang melihat kemungkinan bahwa salah satu cluster barunya dapat dihubungkan ke pabrik penyimpanan dingin.

Fisher berargumen bahwa alasan negara-negara Asia lebih mungkin menemukan bukti penularan makanan dan kemasan adalah berkat sifat wabah yang sekarang terkandung di banyak negara tersebut, tidak seperti di Barat yang sekarang berjuang melawan gelombang kedua infeksi.

Untuk mencegah hal tersebut, perusahaan produk makanan perlu memastikan para pekerjanya waspada terhadap penggunaan masker, mencuci tangan, dan sanitasi rutin pada permukaan dan peralatan.

“Anda perlu memastikan bahwa semua wabah di pabrik pengolahan daging ini berhenti,” kata Fisher. [South China Morning Post]

Back to top button