“Percikan Agama Cinta”: Tentang Nyai Zubaidah, Ibu Syekh Nawawi al-Bantani
Kampung Tanawara. Dulu ia hidupi. Kini lebih dikenal sebagai Tanara, tanah yang darinya cahaya menyemburat terang ke langit dunia. “Anak Berlian” itu telah menjadi Syaikh Nawawi al-Bantani, guru besar para ulama Nusantara dan juga dunia.
JERNIH–Saudaraku,
Sebuah kisah. Tentang Nyai Zubaidah. Tiba-tiba tersentak alang kepalang saat melihat beras yang ia tanak seketika berubah butiran berlian. Sekian jenak ia tertegun. Mungkin itu berkah dari shalawat yang ia rapal saat mencuci beras sebelum dimasak, pikirnya. Namun secepat kilat ia usir pikiran tak jelas itu. Nyai pun berkata lirih pada berlian dalam priuk nasinya. “Bukan beras nan kuinginkan jadi berlian, tapi anakku yang saat ini sedang nyantri.”
Beras pun seketika kembali jadi nasi. Nyai sadar. Ia terlahir, besar, dan beranak-pinak di tanah berlian. Tanah berkilauan. Seperti diyakini banyak ulama—termasuk di Hijaz sana. Beberapa waliyullah pernah mengatakan: dari kampung Tanawara inilah kelak muncul ulama pilih tanding kelas dunia. Nyai sangat berharap ulama yang dinubuatkan itu adalah anaknya sendiri. Rupanya doa Nyai dikabul Allah. Berlian yang dulu pernah ia tanak dan kembali jadi nasi, dimakan salah seorang anaknya, Mu’thi.
Usai nyantri selama tujuh tahun kepada dua kiai Nusantara (Kiai Sahal Banten dan Kiai Baing Yusuf Purwakarta), Mu’thi hijrah ke Tanah Haram. Di persada kelahiran Nabi Muhammad Saw inilah ia mukim tiga puluh tahun lamanya. Meninggalkan Nyai Zubaidah yang pernah memeramnya dalam rahim. Setelah mengetahui nama anaknya harum semerbak di antara para arif dan bijak bestari, ia kembali pulang ke Rahmatullah, menemui Sang Mahacinta.
Tak seperti pesarean para alim pada umumnya, Nyai memilih sebuah tempat di tepian kampung. Di antara belukar dan rawa liar. Persis di kaki sebuah pohon jeruk, ia berbaring—selamanya. Allah telah memuliakannya dengan cahaya kerendahan hati.
Kampung Tanawara. Dulu ia hidupi. Kini lebih dikenal sebagai Tanara, tanah yang darinya cahaya menyemburat terang ke langit dunia. “Anak Berlian” itu telah menjadi Syaikh Nawawi al-Bantani, guru besar para ulama Nusantara dan juga dunia.
Sadarlah. Padanya, mari kita bercermin. Cintailah ilmu dan sesama manusia tanpa batas. Rawatlah jejak karyanya. Tetap meruang di tengah-tengah kita. Demi melawan kegaduhan para pengasong agama di jalanan atasnama takbir. [Deden Ridwan]