PSI Sarankan Jam Malam di DKI untuk Tekan Jumlah Kasus Covid
Menurut PSI, perpanjangan PSBB transisi jadi sia-sia jika Pemerintah DKI tidak melakukan pembatasan mobilitas warga.
JERNIH-Tingginya angka kasus positif Covid-19 di wilayah DKI Jakarta paska libur Natal dan Tahun Baru 2021 membuat Partai Solidaritas Indonesia DKI Jakarta mengusulkan untuk menerapkan kebijakan pengetatan sehingga dapat menekan lonjakan virus corona dalam bentuk pembatasan jam malam.
Menurut Ketua Fraksi PSI Idris Ahmad, perpanjangan PSBB transisi tak dapat menurunkan angka kasus dan jadi sia-sia jika Pemerintah DKI tidak melakukan pembatasan mobilitas warga.
“Termasuk di dalamnya aturan pembatasan jam malam,” kata Idris di Jakarta pada Rabu (6/1/2020).
Idris yang juga Anggota Komisi E setuju dengan kebijakan Pemprov DKI memperpanjang pelaksanaan rapid test antigen terhadap masyarakat yang keluar masuk ibu kota. Menurutnya kebijakan tersebut dapat menekan penyebaran Covid-19.
“Itu dapat menekan penyebaran wabah corona,” katanya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI mencatat, tingkat keterisian ruang ICU di DKI saat ini telah mencapai 79 persen dan sementara keterisian ranjang isolasi sudah mencapai 87 persen. Bahkan RSD Wisma Atlet, Jakarta harus menolak pasien OTG karena kamar yang disiapkan sudah mencapai limit.
Harapan Idris kepada Gubernur Anies Baswedan meneruskan regulasi perihal pengetatan aktivitas masyarakat hingga jumlah kasus melandai.
“Ini membuktikan bahwa Jakarta sudah kesulitan menangani pertambahan kasus aktif yang sudah ada,”.
Menurutnya, kelompok-kelompok masyarakat seperti PKK dan Jumantik didorong untuk ikut melakukan pendekatan personal kepada warga soal pentingnya disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan.
“Pemprov DKI tidak boleh lengah. Bila Jakarta gagal mengendalikan laju penularan, maka semakin banyak warga tertular COVID-19 yang telantar, tak tertangani di puskesmas dan rumah sakit,”.
Tingginya angka kasus positif Covid dapat dilihat juga dari meningkatnya jumlah RW rawan di Jakarta hingga lebih dari 2 kali lipat dari 21 RW menjadi 55 RW. Hal tersebut menunjukkan tidak ada kecamatan di wilayah DKI Jakarta yang bebas dari pertambahan kasus aktif.
“Ini menunjukkan Jakarta tengah mengalami penularan yang sangat masif, anggota keluarga yang hanya sesekali keluar rumah dapat menularkan virus di rumah”. (tvl)