“Percikan Agama Cinta”: Memiliki Dunia, Bukan Terpenjara Olehnya
Engkau mesti segera keluar dari imajinasi gemerlap kehidupan duniawi yang serba material-hedonis. Karena jika tetap berada dalam penjara obsesif itu, sampai kapan pun, engkau tak akan peka dengan dunia manusia sesungguhnya.
JERNIH–Saudaraku,
Dalam kebisingan waktu, mungkin engkau lebih sering-asyik bergumul dengan lumpur, pasir, air, hasil-hasil bumi atau benda-benda kesayanganmu. Engkau hisap semesta ini dalam cekaman hasratmu. Menumpuk bebatuan bernama banda. Merajahkan kesedapan pentas. Seolah engkau memestakan keabadian.
Suatu ketika coba engkau terbang ke ruang-angkasa.Tataplah langit setinggi-tingginya. Kemudian buka jendela: pelan-pelan tundukan matamu sejenak pada suatu titik di garis paling bawah, di ujung tanah. Pun pikiran dan hatimu ikut bergerak: menunduk…
Bayangkan. Apa kira-kira yang terjadi? Tatkala engkau mengudara. Lambat-laun, penampakan segala bentuk kemewahan dalam berhalamu itu berubah wujud: mengecil, meredup. Akhirnya, benar-benar melenyapkan kasat jelukmu. Senyap ditelan angin. Jika begitu, masihkah engkau tetap mendewa-dewakan anasir-anasir itu kelewatan batas?
Renungkanlah. Tuhan, Sang Mahacinta, menegaskan dalam firman-Nya, bahwa dunia ini hanyalah permainan: tempat menanam. Ibarat padi. Mula-mula ditanam, tumbuh menguning, dipanen, berubah jadi jerami, lalu hancur menyatu dengan tanah. Kenisbian itu tak pantas engkau jadikan sandaran hidup demi menuju cahaya-Nya, bukan?
Sadarlah. Engkau mesti segera keluar dari imajinasi gemerlap kehidupan duniawi yang serba material-hedonis. Karena jika tetap berada dalam penjara obsesif itu, sampai kapan pun, engkau tak akan peka dengan dunia manusia sesungguhnya.
Ya, dunia manusia sebagai subjek pembuat makna berbasiskan cinta. Engkau tetap berkukuh: batu-batu itu tampak lebih mulia ketimbang pikiran manusia. Mengerdilkan nilai-nilai kemanusiaan. Bahkan, menghambat engkau pulang ke kampung ilahi.
Saudaraku, para bijak mengingatkan: janganlah terobsesi dengan fantasi dunia berlebihan. Namun, bukan berarti engkau anti-dunia. Bukan. Dunia tetap mesti engkau taklukkan demi melayani dan memuliakan semesta. Hindari bersikap tamak, sejak dalam pikiran maupun hati. Karena sikap semacam itu membuat buta mata orang-orang cerdik-pandai. Ingat, sesiapa yang panjang angan-angan, pasti menuai amal-buruk dalam penyesalan. [Deden Ridwan]