Crispy

Taliban Rebut Mazar-i-Sharif, Dua Orang Kuat Afghanistan Kabur

  • Presiden AS Joe Biden merespon kejatuhan Mazar-i-Sharif dengan menambah pasukan yang dikirim ke Afghanistan untuk evakuasi.
  • Dua orang kuat Mazar-i-Sharif; Mohammed Atta Noor dan Abdul Rashid Dostum melarikan diri.

JERNIH –– Taliban mengakhiri pertempuran sengit untuk merebut Mazar-i-Sharif, satu dari tiga kota terakhir pemerintah Afghanistan, Sabu 14 Agustus malam.

Mazar-i-Sharif, kota paling bersejarah di Afghanistan, dipertahan dua orang kuat; Mohammed Atta Noor dan Abdul Rashid Dostum, dengan ribuan tentara Afghanistan dan milisi Uzbek.

Afzal Hadid, kepala dewan Provinsi Balkh, mengatakan pasukan keamanan Afghanistan melarikan diri dari Mazar-i-Sharif menuju perbatasan.

“Taliban menguasai Mazar-i-Sharif,” kata Hadid. “Seluruh pasukan keamanan meninggalkan kota.”

Bentrokan sporadis masih terjadi di jalan-jalan Mazar-i-Sharif ketika kabar kejatuhan kota menyebar lewat media sosial. Namun sebagian besar kota masih utuh, yang mengindikasikan tidak terjadi pertempuran menghancurkan di jantung kota.

Abas Ebrahimzada, legislator Provinsi Balkh, mengatakan kepada kantor berita Assicated Press bahwa tentara Afghanistan menyerah terlebih dulu. Milisi Uzbek pimpinan Abdul Rashid Dostum, dan milisi pro-pemerintah lainnya, kehilangan moral tempur.

Sekelompok kecil milisi coba memberi perlawanan, sebagai upaya membangkitkan moral tempur milisi lain. Cara itu tak efektif. Taliban mengatasi dengan mudah.

“Mohammed Atta Noor dan Abdul Rashid Dostum melarikan diri. Tidak ada yang tahu di mana keduanya saat ini,” kata Ebrahimzada.

Kabar kejatuhan Mazar-i-Sharif direspon Presiden AS Joe Biden dengan keputusan menambah pasukan yang dikirim ke Afghanistan dari 3.000 menjadi 5.000 personel, untuk mengevakuasi personel kedutaan dan warga sipil. Biden juga memperingatkan Taliban untuk tidak menghalangi misi evakuasi.

Keputusan penambahan jumlah pasukan diambil setelah Biden berkonsultasi dengan tim keamanan nasional. Penambahan ini memperlihatkan betapa Washington sama sekali tidak percaya dengan kemampuan dan moral pasukan bentukannya selama 20 tahun bercokol di negeri itu.

Back to top button