Era Kebangkitan Para Penyihir
- Penyihir di Eropa tidak pernah mati, meski dibantai sepanjang hampir satu milenium.
- Mereka berusaha bangkit dan bangkit, dan kini bangkit lagi menjadi simbol feminisme.
JERNIH — Apa yang Anda ketahui tentang penyihir dalam perspektif Barat?
Seorang perempuan tua jelek dan menakutkan, atau wanita muda penggoda yang sensual, antipahlawan, panutan bercita-cita tinggi, dan mahluk jahat yang menggunakan ramuan mematikan. Atau, penyihir yang membantu gadis-gadis menemukan jalan mereka, seperti Glind the Good Witch dalam The Wiard of Oz.
Sebuah buku baru dari Taschen’s Library of Esoterica, berjudul Witschcraff, mengeksplorasi kekayaan kompleks ini dalam volume visual untuk sosok dan praktek kepenyihiran yang setua waktu.
Witchcraff menawakan penyelamatan mendalam ke banyak aspek tradisi berusia berabad-abad di Barat, merangkai lebih dari 400 karya seni klasik dan kontemporer, dengan esai dan wawacara oleh editor Jessica Hundley.
“Saya ingin menyajikan ilmu sihir melalui simbolisme dan seni, tapi juga perspektif pribadi yang segar,” kata Hundley kepada CNN. “Begitu banyak esoteris sering diselimuri kerahasiaan dan dibebani stigma.”
Dengan Witchcraff, masih menurut Hundley, penulis bekerja sedara kolaboratif untuk memperkenalkan subyek dengan cara yang terasa inklusif dan tidak mengintimidasi.
Buku setelah 500 halaman ini berisi ringkasan sejarah sihir dan representasi penyihir dalam sastra dan dongeng; alat-alat kerajinan, serta ritual yang telam lama menjadi bagiannya. Ada juga bagian yang didedikasikan untuk mode, media kreatif, dan penyihir dalam film dan budaya pop.
Ikonografi Penyihir
Kata penyihir, atau witch, memiliki akar etimologis yaitu wicce, yang dalam Bahasa Inggris kuno yang berasal dari mitologi Yunani dan tradisi rakyat paling awal di Mesir, Eropa Utara, dan Celtic.
Setiap budaya mewakili sosok mistik berbeda, namun beberapa cirinya muncul kembali di negara-negara yang tersebar luas secara geografis. Penyihir adalah dewi yang kuat, sering dikaitkan dengan rumah dan cinta, tapi juga kematian dan sihir. Di atas semua itu, dia adalah penanda feminitas yang kompleks.
“Ikonografi penyihir bergeser selama berabad-abad, selalu berkisar pada gagasan tentang kekuatan feminin, dan mencerminkan perubahan sikap masyarakat terhadapnya,” kata Pam Grossman, rekan editor buku itu, dalam wawancara telepon.
Kemunculan Mesin Cetak
Pada akabd ke-11, ketika Kekristenan berpusat pada laki-laki menyebar ke Eropa, persepsi tentang feminitas berubah. Apa yang disebut penyihir, seringkali wanita yang menyimpang dari aturan agama monoteistik, mulai dianggap sebagai orang asing dalam komunitas, ditakuti, dan diisolasi karena dinanggap berhubungan dengan iblis.
Pada abad ke-14, imajinasi kolektif menyusun kembali penyihir menjadi orang buangan yang sesat. Selama tiga abad berikutnya, perburuan dan eksekusi penyihir — termasuk Pengadilan Salem 1692 — menyapu Dunia Lama dan Dunia Baru.
“Citra penyihir telah mengkristal dalam pikiran kita, bahwa penyihir adalah wanita yang kejam dan menakutkan — lahir dari peride yang tepat ini,” kata Grossman, yang juga penulis, kurator, dan guru praktis magis.
Pengkristalan akan sosok penyihir semakin kuat setelah penemuan mesin cetak. Barang cetakan sangat membantu mempopulerkan citra penyihir yang buruk. Bahkan citra penyihir lebih menakutkan dibanding seorang wanita yang mengancam.
Yang muncul dari Witchcraff adalah para penyihir dan praktik mereka telah lama menjadi metafora bagi wanita yang menginginkan otoritas atas hidup mereka sendiri.
Menelusuri buku ini, yang menampilkan karya-kaarya dengan nama beragam; Auguste Rodin, Paul Klee, dan Kiki Smith, sulit untuk tidak memperhatian betapa banya penyihir sebagai mahluk ganas dan kuat ketika mereka dijauhi masyarakat.
“Apakah wanita tua atau wanita muda sensual, mereka adalah perwujudan semangat pemberontak yang ingin menumbangkan status quo,” kata Grossman.
Kebangkitan Para Penyihir
Pada abad ke-18 dan awal abad ke-19, ketika penganiayaan terhadap penyihir berakhir dan ilmu sihir mulai diakui sebagai sisa terakhir pemujaan pagan, sosok magis itu disusun kembali sekali lagi. Kali ini dijadikan subyek fantastik, sekaligus simbol kemarahan, kemandirian, kebebasan, dan feminisme.
Di balik rebranding terakhir adalah gerakan hak pilih, yang menggunakan pola dasar penyihir sebagai orang lain teraniaya. Sebuah contoh penidasan patriarki.
Ilmu sihir mendapatkan popularitas tahun 1960, ketika feminisme gelombang kedua melihat penyihir dan kelompoknya sebagai ekspresi kekuatan fenimin dan matriarki. Tahun 1968, berdiri sebuah organisasi bernama W.I.T.C.H.
Praktik ini muncul lagi selama tahun 1990-an, setelah audiensi Anita Hill dan kebangkitan feminisme gelombang ketiga. Sekali lagi setelah terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS dan gerakan #Me Too.
Selama empat tahun terakhir, praktik ini menjadi arus utama, memicu terbitnya artikel, podcast, dan akun Instagram.
“Saya pikir bagi banyak wanita dan, semakin banyak, orang ah dan non-biner, penyihir datang untuk mewakili alternatif kekuatan institusional, serta cara memanfaatkan spiritualitas mereka dengan cara yang tidak dimediasi oleh seseorang,” kata Grossman.
Sihir, menurut Grossman, adalah sarana Anda dapat merasa seperti memiliki beberapa agensi di dunia. Karena begitu banyak tentang penciptaan ritual Anda sendiri, memungkinkan individu dari latar belakang berbeda ambil bagian di dalanya, dengan cara masing-masing.
Narasi penyihir juga berkembang di layar, dan Witchcraff mendedikasikan halaman terakhir untuk itu.
Dari penyihir jahat yang menakutkan dalam The Wizard of Oz hingga Samantha yang cantik dalam Bewitched, serta Sabrina yang ulet dalam Chilling Adventures of Sabrina, penyihir telah berubah dari penjahat menjadi protagonis, dari seorang yang Anda takuti menjadi yang mungkin Anda cita-citakan.
“Penyihir berada dalam keadaan evolusi yang konstan,” kata Hundley. “Dia pengubah bentuk.”