Belasan Tahun Beroperasi Tanpa Izin, PT Langgam Harmuni Dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri
Menurut advokat publik dan anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Agraria, Abdul Jabbar, selain sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum, laporan pengaduan masyarakat ini juga ditujukan untuk mendukung program Kapolri, Jenderal Listiyo Sigit Prabowo, dan Presiden Joko Widodo. Keduanya diketahui publik telah menyatakan komitmen penuh untuk memberantas mafia tanah.
JERNIH– Perkebunan Kelapa Sawit seluas 390 hektare di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, diduga beroperasi tanpa izin hingga belasan tahun. Hal itu terbukti dengan gagalnya upaya PT. Langgam Harmuni yang terus mengupayakan izin usaha perkebunan melalui bupati Kampar.
Kesulitan terbitnya izin usaha perkebunan tersebut tampaknya terutama disebabkan kebun tersebut diduga hasil penyerobotan dari petani yang tergabung dalam Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M). Kebun tersebut sebenarnya berada di pinggiran kota dan hanya butuh waktu 30 menit dari Markas Polda Riau untuk menjangkaunya. Akan tetapi, baik Polres Kampar maupun Polda Riau selama ini justru membiarkannya.
Atas dasar itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Agraria telah melaporkan dugaan adanya tindak pidana perkebunan ini ke Bareskrim Mabes Polri pada Rabu, (24 /11) lalu.
Koalisi mengatakan, PT Langgam Harmuni dilaporkan melanggar Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014, yang menyebutkan bahwa “Perusahaan Perkebunan yang melakukan usaha budi daya Tanaman Perkebunan dengan luasan skala tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu wajib memiliki izin Usaha Perkebunan”. Ancaman ketidakpatuhan terhadap Pasal tersebut berupa ketentuan pidana yang terdapat dalam Pasal 105 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 yaitu pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Menurut advokat publik dan anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Agraria, Abdul Jabbar, selain sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum, laporan pengaduan masyarakat ini juga ditujukan untuk mendukung program Kapolri, Jenderal Listiyo Sigit Prabowo, dan Presiden Joko Widodo. Keduanya diketahui publik telah menyatakan komitmen penuh untuk memberantas mafia tanah.
Praktik-praktik seperti itu juga dikeluhkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam beberapa kesempatan, saat memberikan respons atas rendahnya peroleh pajak dari sektor perkebunan, padahal harga sawit terus meningkat.
“Perkebunan ilegal otomatis tidak membayar pajak dan merugikan keuangan negara,” kata Nabhan Aiqani, peneliti Setara Institute yang terlibat dalam pembelaan terhadap para petani sawit.
Nabhan menambahkan, pilihan koalisi melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri disebabkan perkebunan tanpa izin tersebut telah lama dibiarkan Kapolres Kampar dan Kapolda Riau. Untuk memastikan obyektivitas penyelidikan dan penyidikan, koalisi memilih pelaporan ini ke Bareskrim Polri.
Menurut Abdul Jabbar, respons Bareskrim Polri atas pengaduan masyarakat ini akan menjadi ujian visi “Presisi Polri” serta kesungguhan Kapolri dalam memberantas mafia tanah di sektor perkebunan. [rls]