Veritas

Dana Revolusi Warisan Soekarno, Peninggalan Raja-raja

JAKARTA – Di masa kemerdekaan Indonesia, sejumlah uang digunakan Soekarno untuk mempertahankan tanah air dari bangsa penjajah. Uang tersebut kabarnya berasal dari hasil patungan para raja-raja di Indonesia.

Sebagian besar dana tersebut di gunakan untuk biaya perjuangan dan sebagian lagi di simpan di luar negeri. Dana yang berada di luar negeri, kabarnya hingga kini masih ada. Tepatnya di Union Bank of Switzerland (UBS).

Penamaan tabungan di Bank Swiss tersebut berbeda-beda, mulai dari Harta Amanah Soekarno, Dana Revolusi, hinga Harta Amanah Dinasti. Namun apapun namanya, para pemburu harta peninggalan Soekarno terus saja mencari.

Dengan alibi mensejahterakan rakyat dan negara, tidak sedikit orang memanfaatkan hal tersebut untuk meminta biaya, bagi siapa saja yang hendak keciprat dana tersebut. Mulai dari ratusan ribu hingga jutaan.

Di Kabupaten Pati, Jawa Tengah misalnya, sejumlah warga menjadi korban atas penipuan beberapa orang yang mengatasnamakan UN Swissindo. Entah organisasi apa ini, namun yang jelas, mengaku bisa mencairkan dana peninggalan Soekarno.

Para anggota Swissindo dijanjikan bakal diberi Rp15 juta perbulan. Bahkan bila punya utang di bank, bunganya tak perlu bayar. Sebab, Swissindo-lah yang bayar. Beberapa anggotanya pernah mengaku mendapatkan surat bukti pelunasan kredit bank, setelah dikonfirmasi ternyata surat tersebut palsu.

Dari pengakuan Swissindo kepada kepolisian setempat. Uang tersebut didapat dari kekayaan negara sejak masa Majapahit sampai Orde Lama.

Keberadaan Dana Revolusi

Namun apakah itu benar? Dari beberapa sumber menyebut pada tahun 1906 terjadilah ikrar raja-raja nusantara. Untuk menumbuhkan rasa nasionalisme, seluruh raja-raja itu menyumbangkan sebagian asset mereka untuk membantu perjuangan.

Dana yang kemudian dikenal dengan Dana Revolusi atau Dana Amanah ini mulai dihimpun kembali setelah Kemerdekaan Indonesia yang berdasarkan Perpu no. 19 tahun 1960 yang isinya antara lain “Mewajibkan semua perusahaan negara menyetorkan lima persen dari keuntungannya pada pemerintah untuk Dana Revolusi” termasuk beberapa perusahaan besar Belanda yang baru di nasionalisasikan seperti perkebunan-perkebunan besar yang diperkirakan berjumlah ratusan juta dollar tersimpan di luar negeri.

Perjanjian the Green Hilton Memorial Agreement Geneva yang dibuat dan di tanda tangani pada 21 November 1963 di Hotel Hilton Geneva, Swiss oleh Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy dan Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno disaksi tokoh negara Swiss William Vouker, menjadi salah satu sumber Dana Revolusi tersebut ada.

Dalam perjanjian itu Pemerintah AS (sebagai Pihak Pertama) mengakui 50% keberadaan emas murni batangan milik Indonesia sebanyak 57.150 ton dalam kemasan 17 paket emas dan Pemerintah Indonesia (selaku Pihak Kedua) menerima batangan emas tersebut dalam bentuk sewa penggunaan kolateral dollar yang diperuntukan buat pembangunan keuangan Amerika Serikat.

Poin berikut dalam perjanjian itu, pemerintah Amerika Serikat harus membayar Fee 2,5% setiap tahunnya sebagai biaya sewa kepada Indonesia, mulai berlaku jatuh tempo sejak 21 November 1965 . Account khusus akan dibuat untuk menampung asset pencairan fee tersebut. Maksudnya, walau point dalam perjanjian tanpa mencantumkan klausal pengembalian harta, namun ada butir pengakuan status koloteral yang bersifat sewa (leasing). Biaya yang ditetapkan dalam perjanjian itu sebesar 2,5% setiap tahun bagi siapa atau bagi negara mana saja yang menggunakannya.

Biaya pembayaran sewa kolateral 2,5% dibayarkan pada sebuah account khusus yang diberi nama The Heritage Foundation (The HEF) yang pencariannya hanya boleh dilakukan Soekarno sendiri atas persetujuan Sri Paus Vatikan. Sedangkan pelaksanaan operasionalnya dilaksanakan oleh Pemerintah Swiss melalui United Bank of Switzerland (UBS), kesepakatan ini berlaku dalam dua tahun sejak di tanda tanganinya perjanjian tersebut yakni pada 21 November 1965.

Pembayaran biaya sewa 2,5% menggunakan instrument lembaga-lembaga otoritas keuangan dunia seperti IMF, World Bank, The FED, dan The Bank International of Sattlement (BIS).

Hingga kini kabar pembayaran sewa 2,5% dari Amerika ke Indonesia tak ada kejelasan. Keberadaan account The HEF juga sampai saat ini, tidak ada lembaga otoritas keuangan dunia manapun yang dapat mengakses, termasuk lembaga pajak.

Usaha Indonesia mengembalikan dana tersebut juga telah ditempuh, bahkan di tahun 2001 Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan surat penugasan kepada Sekretaris Negara, Djohan Effendi untuk mencairkan Harta Amanah Soekarno. Namun usaha tersebut tak membuahkan hasil.

Back to top button