Secuil Kisah Muslim di Kamp Konsentrasi Auschwitz
Hari ini, 75 tahun lalu, Auschwitz Birkenau— kamp konsentrasi terbesar Nazi di barat daya Polandia — dibebaskan Tentara Merah Uni Soviet. Seluruh tahanan digiring keluar, di antara mereka terdapat Parman Romonov dan Kaim Abdijev.
Keduanya warga Uni Soviet dari republik-republik mayoritas Muslim. Mereka ditangkap Nazi dan dikirim ke Auschwitz-Birkenau, dan beruntung mampu bertahan sampai kamp dibebaskan.
Keduanya adalah saksi hidup bahwa Auschwitz Birkenau bukan kamp khusus Yahudi. Semua taranan dari berbagai latar belakan ada di sini. Pawel Sawicki, dari Auschwitz-Birkenau State Museum, mengatakan; “Kami tahu sangat sedikit karena tidak banyak dokumen yang selamat.”
Kesaksian Romonov dan Abdijev juga tidak banyak membantu, karena ditempatkan terpisah dari tahanan lain. Yang ia tahu orang-orang mati kelaparan atau dibunuh.
Setiap hari, serdadu Jerman mengirim tawanan ke kamar gas. Mayat-mayat dibiarkan begitu saja, atau dibakar.
Dari 1,3 juta orang yang dikirim ke Auschwitz-Birkenau sampai 1945, kebanyakan Yahudi, 1,1 juta tak pernah keluar hidup-hidup. Namun kelangkaan catatan sejarah membuat sejarawan sulit menghitung jumlah Muslim yang tewas di dalam kamp.
“Dari sedikit informasi itu, kami menemukan dua kelompok Musim di antara para tahanan,” kata Sawicki. “Kami mengidentifikasinya dari nama-nama Arab yang mengalami rusifikasi, atau dirusiakan.”
Lewat cara itu, kata Sawicki, diketahui ada kelompok tahahan Muslim asal Uni Soviet dan lainnya dari koloni-koloni Prancis di Afrika.
Catatan sedikit yang ditemukan tentara Soviet menunjukan dari 400 ribu tahanan, 53 adalah Muslim. “Buku kematian Nazi, yang mencatat korban dieksekusi atau dibawa ke kamar gas, menyebut lima tahanan Muslim,” kata Sawicki.
Lima orang itu menemui ajalnya antara 1940 dan 1941, atau pada bulan-bulan pertama Perang Dunia II. Tidak ada catatan asal mereka. Atau catatan bagaimana mereka menghuni kamp.
Banyak penelitian tentang tahanan Muslim di kamp konsentrasi yang dilakukan sejarawan Jerman. Gerhard Hopp, salah satunya, menulis tentang tawanan Muslim dalam buku Germany and the Middle East: 1871-1945 terbitan 2005.
Hopp memperkirakan terdapat seribu tahanan Muslim di kamp-kamp konsentrasi Nazi. Dua di antaranya; Said Bernab dan Mendel Flajszer, yang meninggal di kamp konsentrasi Mauthausen-Gusen di Austria.
“Orang Arab tidak pernah berada di antara tahanan istimewa, tapi mereka termasuk korban Nazi terlupakan,” kata Hopp tahun 2002.
Nazi bukan pembantai Muslim di Eropa. Di Kroasia, rejim fasis Ustasha membantai 12 ribu Muslim Bosnia. Di Serbia, nasionalis fasis Chetnik melakukan hal serupa.
Orang Bosnia menggandeng Nazi dan mendirikan Handjar SS, untuk mengatasi situasi. Nazi membuat semua etnis besar di Balkan saling bunuh.
“Di Afrika Utara sejarawan mendapat gambaran jelas tentang apa yang terjadi dengan Yahudi dan Muslim saat Prancis di bawah pemerintahan Vichy, alias boneka Nazi,” kata Mehnaz Afridi, direktur Pusat Pendidikan Holocaust, Genoside, dan antarAgama di Manhattan College, New York City.
Ada banyak kamp-kamp kecil di Tunisia, Maroko, dan Aljazair, tempat orang-orang Yahudi disiksa dan dibunuh pasukan Vichy. Muslim lokal disewa untuk membunuh.
Di Rusia, prajurit SS menangkap dan mengeksekusi ratusan Muslim Tatar karena satu hal; tidak bisa membedakan penampilan fisik keduanya.
Muslim bukan sasaran Nazi karena alasan agama dan ras. Hubungan Nazi dengan negara-negara Muslim juga baik-baik saja. Namun, situasi menjadi rumit ketika migrasi Yahudi ke Palestina.
Di sisi lain, banyak catatan tentang penyelamatan Yahudi oleh masyarakat Muslim. “Albania adalah satu-satunya negara Eropa yang menyelamatkan semua orang Yahudi di wilayah mereka, dan melindungi banyak Yahudi yang melarikan diri,” kata Afridi.
Muslim, lanjut Afridi, memainkan peran kecil tapi penting dalam menyelamatkan orang Yahudi.
Di Tunisia, Si Ali Sakkat — mantan walikota Tunis — menampung lusinan Yahudi yang melarikan diri dari kamp kerja paksa. Di Albania, fotografer Refik Veseli melindungi dua keluarga Yahudi antara 1943-1944. Ia menginspirasi banyak orang untuk melakukan hal serupa dan ribuan Yahudi selamat.
Yahudi tahu Muslim bukan şaşaran Nazi, dan ratusan dari mereka memeluk Islam agar selamat dari genosida. Pada saat sama Nazi berusaha tidak mengecewakan negara-negara mayoritas Islam di Timur Tengah. Tujuannya, mendapat pijakan untuk menghadapi sekutu.
“Pembunuhan Muslim di Rusia membuat petinggi Nazi khawatir,” kata David Motadel dari London School of Economics. “Mereka melakukan intervensi langsung untuk menghentikan pembunuhan itu.”
Ketika Nazi mengarahkan mesin perangnya ke wilayah Kaukasus yang didominasi Muslim, Berlin memulai propaganda Berlin datang sebagai pelindung Muslim.
Upaya itu gagal. Nazi kalah di semua front timur. Di front barat, sekutu mengusir Jerman dan Italia keluar dari Afrika Utara tahun 1943. Setahun kemudian Tentara Merah membebaskan Albania.