Crispy

44 Tahun Bunuh Diri Massal dan Pembantaian Sekte Apokaliptik Kuil Rakyat

  • Sebagian orang ingin peristiwa itu dilupakan dan 1.500 hektar tanah pertanian diserahkan ke masyarakat.
  • Sebagian lain ingin lokasi itu dipertahankan. Itu memang kenangan buruk tapi sejarah.

JERNIH — Hari itu, pertengahan November 1978, Jim Jones memerintahkan orang tua memberi racun kepada anak-anak mereka dan mengumpulkan pengawal bersenjata untuk menembak siapa pun yang menolak bunuh diri atau mencoba lari.

Tidak ada yang tahu situasi itu kecuali mereka yang berada Peoples Temple Jonestown, atau Kuil Rakyat Jonestown. Jika saat ini media mendapat gambaran tentang hari-hari sebelum bunuh diri dan pembantaian massal, itu karena sejumlah kesaksian korban selamat.

Pada 18 November 1978 dunia digemparkan oleh kabar bunuh diri massal. Sebanyak 914 orang dewasa dan anak-anak tergeletak dengan mulut berbusa, lainnya dengan luka tembak di kepala dan punggung.

Cerita tentang pembantaian terhadap mereka yang menolak minum racun atau mencoba melarikan diri muncul dari kesaksian korban selamat. Di dalam hutan, penyelidik menemukan beberapa mayat korban yang tak beruntung saat berusaha dari Jonestown dan mereka yang ketakutan dan kelaparan.

Kuil Rakyat Jonestown

Guru spiritual Jim Jones datang ke Guyana bersama ratusan pengikutnya yang kebanyakan Afro-Amerika miksin. Fitz Duke, penduduk lokal yang mengetahui kedatangan Jim Jones kali pertama, mengatakan sang pendeta membawa pengikutnya memasuki hutan dan membuat permukiman.

Duke tak menyebut kapan Jim Jones dan pengikutnya datang. Yang ia ingat adalah Pendeta Jones menguasai 1.500 hektar lahan hutan. “Saya masih ingat bagaimana pengikut Jim Jones bekerja keras membersihkan hutan dan membangun permukiman,” kata Duke, yang saat Jim Jones datang berusia 31 tahun.

Jim Jones membangun apa yang disebut permukiman sosialis dan mandiri, memiliki sistem pertanian yang sangat baik. “Mereka memiliki banyak ternak untuk memenuhi kebutuhan protein hewani,” kata Duke.

Di pintu masuk permukiman didirikan gerbang bertuliskan ‘Welcome to The Peples Temple Jonestown’. Jonestown mengacu pada Jim Jones. Artinya, itu adalah kota Jim Jones.

Setelah beberapa tahun, menurut Duke, Jim Jones dan pengikutnya mewujudkan gagasan permukiman mandiri. “Mereka benar-benar mandiri dalam hal makanan,” kata Duke.

Penduduk sekitar, masih menurut Duke, sering diajak berkunjung ke dalam permukiman. Ada band dengan peralatan musik yang sangat bagus untuk ukuran saat itu, dan tidak pernah dijumpai penduduk Guyana lainnya.

Pendeta Jim Jones menyebut permukimannya surga dunia non rasis, non seksis, namun ia menjalankan komunitas itu dengan tangan besi. Seorang mantan anggota sekte mengklaim penggunaan narkoba, kelaparan, dan perbudakan seksual, adalah hal biasa di dalam komunitas.

“Jim Jones memaksa pengikutnya bekerja dari fajar hingga senja, enam hari sepekan,” kata Duke, menirukan kesaksian mantan anggota sekte. “Anda tidak bisa datang dan pergi sesuka hati.”

Ada menara besar dengan penjaga memantau seluruh permukiman dan jalan utama. Teropong besar memungkinkan penjaga melihat dengan jelas mereka yang berusaha lari.

Penjaga Jonestown punya senjata besar, lebih besar dari senjata polisi. “Mereka punya hak menghentikan mobil polisi, menggeledah, dan memberi tahu bahwa ini bukan Guyana tapi Jonestown,” kata Duke.

Kunjungan Anggota Kongres

Sehari sebelum tragedi bunuh diri massal dan pembantaian, anggota Kongres AS Leo Ryan mengunjungi Jones Town untuk menyelidiki. Kunjungan berkaitan dengan keluhan masyarakat AS akan kondisi kehidupan di tempat Jim Jones.

Keesokan hari, beberapa jam sebelum bunuh diri massal, Ryan tiba di bandara untuk kembali ke Washington dengan pesawat kecil. Sejumlah anak buah Jim Jones menembaknya. Ryan tewas seketika bersama tiga wartawan dan seorang anggota sekte yang berniat pergi.

Kepada pengikutnya Jim Jones mengatakan Ryan adalah anggota CIA. Bahwa marinir AS sedang bersiap menyerang Jonestown. Jadi, tidak ada kata mundur untuk aksi bunuh diri massal.

Rekaman berdurasi 45 menit yang ditemukan di dekat tubuh Jim Jones mengungkap bagaimana sang guru spiritual menghasut pengikut untuk bunuh diri. Menurut Jim Jones, apa yang diperintahkannya adalah tindakan revolusioner.

“Masih mengherankan bagaimana satu orang bisa mencuci otak ratusan orang,” kata Duke.

Kini, 44 tahun setelah tragedi itu sebuah lempeng putih bertuliskan ‘untuk mengenang korban pembantaian Jonestown’ berdiri di semak belukar. Papan nama di atas gapura pintu masuk komunitas telah diganti, untuk mempertahankan identitas tempat itu.

Apakah Harus Dilupakan?

Duke adalah satu dari sekian orang yang setuju melupakan tragedi bunuh diri massal dan pembantaian itu.

“Tragedi itu menempatkan Guyana di peta dengan alasan buruk. Mereka harus menghapusnya,” kata Duke. “Mereka harus memberikan tanah itu kepada petani agar dapat mengolahnya.”

Tiffnie Daniels, pejabat oposisi di Port Kaituma, berpendapat sebaliknya. “Saya ingin situs itu terpelihara dan menjadi tempat bagi siapa pun memahami apa yang terjadi,” katanya.

Ia melanjutkan; “Itu kenangan buruk, tapi juga sejarah.”

Back to top button