Ahli Bedah Jantung Itu Akan Jadi Presiden Iran, Namanya Masoud Pezeshkian
- Masoud Pezeshkian lahir dari keluarga Iran-Turkiye. Ia dibesarkan di wilayah Kurdi di Propinsi Azerbaijan Barat.
- Ia kerap mengkritik undang-undang yang mengharuskan perempuan Iran mengenakan hijab di depan umum.
JERNIH — Masoud Pezeshkian, satu-satunya reformis dalam pemilihan presiden Iran, memenangkan pemilihan umum (pemilu) untuk menjadi presiden kesembilan negeri para Mullah.
Pezeshkian, kini berusia 69 tahun, meraup 53,6 persen suara dalam pemilihan putaran kedua yang menghadapkannya dengan ultrakonservatif Saeed Jalili.
Pada putaran pertama pemilu sela 28 Juni, Pezeshkian memimpin di depan tiga tokoh konservatif lainnya. Ia tampil memukau para pendukung dan simpatisan pesaingnya.
Kemenangan Pezeshkian meningkatkan harapan kaum reformis Iran setelah bertahun-tahun berada di bawah kepemimpinan konservatif dan ultrakonservatif.
Pezeshkian akan menggantikan mendiang ultrakonservatif Ebrahim Raisi, yang tewas dalam kecelakaan helikopter Mei 2024 lalu.
“Kami mengulurkan tangan persahabatan kepada semua orang,” kata Pezeshkian setelah dinyatakan memenangkan putaran kedua. “Kita semua adalah warga negara ini. Kita harus menggunakan semua orang untuk kemajuan negara.”
Pezeshkian menyebut semua orang yang berpartisipasi dalam pemilu sebagai warga yang mencintai negara. “Dan saya berterima kasih kepada semua yang terkasih,” kata Pezeshkian.
Jelang pemilu, koalisi reformis utama Iran mendukung Pezeshkian. Dua mantan presiden Iran; Mohammad Khatami dan Hassan Rouhani yang moderat secara terbuka mendukung Pezeshkian
Kini, Pezeshkian mengambil alih kursi kepresidenan di tengah ketegangan regional akibat perang di Gaza, dan potensi perang Hizbullah-Israel di Lebanon. Ia juga akan menghadapi perselisihan Iran-Barat soal program nuklir, dan ketidakpuasan dalam negeri akan kondisi ekonomi.
Ahli Bedah Jantung
Pezeshkian adalah ahli bedah jantung. Ia terjun ke politik dan memposisikan diri sebagai reformis. Ia blak-blakan mengkritik Raisi atas penanganan kematian Mahsa Amini, perempuan Kurdi yang ditangkap polisi moral Iran akibat tak mengenakan hijab.
Dalam postingan di X, saat itu masih bernama Twitter, Pezeshkian meminta pihak berwenang membentuk tim investigasi untuk menyelidiki keadaan di balik kematian Amini.
Dalam kampanye baru-baru ini, Pezeshkian mempertahankan pendiriannya; mengritik undang-undang wajib berhijab di depan umum. Undang-undang ini berlaku sejak Revolusi Islam Iran 1979.
“Kami menentang segala perilaku kekerasan dan tidak manusiawi terhadap siapa pun, terutama kaum perempuan dan anak-anak perempuan kami, dan kami tdiak akan membiarkan tindakan itu terjadi,” kata Pezeshkian dalam kampanye.
Pezeshkian lahir 1954 di Mahabad, Propinsi Azerbaijan Barat, dari pasangan Iran-Turkiye. Dia mewakili Tabriz di parlemen Iran sejak 2008, menjabat sebagai menteri kesehatan di pemerintahan Khatami, dan mengawasi pengiriman tim medis ke medan tempur Iran-Irak 1980-1988.
Tahun 1983 Pezeshkian kehilangan istri dan salah satu anaknya akibat kecelakaan mobil. Ia tdiak pernah menikah lagi, dan lebih suka mebesarkan tiga anaknya; dua putra dan satu putri, sendirian.