CrispyVeritas

20 Poin Proposal Damai ala Trump Dinilai Sebuah Tipu Daya

Skeptisisme terhadap rencana ini muncul dari banyak pihak. Di Indonesia, baik pengamat maupun diplomat Palestina menilai proposal Trump justru memperpanjang dominasi Israel dan Amerika Serikat di kawasan.

JERNIH – Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Zuhair Al-Shun, merespons keras proposal 20 poin yang diumumkan Presiden Donald Trump untuk mengakhiri perang di Jalur Gaza. Menurutnya, rencana itu tidak menyentuh akar persoalan karena tidak menempatkan Israel sebagai pihak yang wajib menghentikan agresi militernya.

“Saya bertanya pada diri sendiri. Setelah pembunuhan ini, setelah kehancuran ini, setelah para korban ini, rakyat sedang menderita. Mengapa Amerika dan Trump terlambat serta menunda untuk mengambil keputusan?” ujar Zuhair di Kedutaan Besar Palestina, Menteng, Jakarta, Selasa (30/9/2025).

Ia juga menegaskan, “Mengapa dia tidak meminta Israel untuk berhenti, berhenti berbicara, berhenti berunding di sini, pergi ke sana? Apakah ini sebuah permainan? Apakah ini kesalahan yang dilempar-lempar?”

Sebelumnya, Gedung Putih telah meluncurkan proposal berisi 20 poin untuk menghentikan segera perang Israel di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 66.000 warga Palestina dan meninggalkan daerah kantong Palestina itu dalam reruntuhan.

Jika rencana tersebut diterima kedua belah pihak, perang akan segera berakhir, dengan semua tawanan yang ditahan di Gaza, baik yang hidup maupun yang mati, dikembalikan dalam waktu 72 jam, dan tahanan Palestina akan dibebaskan. Jalur Gaza akan diperintah sementara oleh pemerintahan teknokratis Palestina, tanpa peran Hamas, dan Israel tidak akan mencaplok Gaza.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menerima rencana Presiden AS Donald Trump, tetapi pejabat Hamas Mahmoud Mardawi mengatakan kepada Al Jazeera bahwa kelompok itu belum menerima rencana perdamaian Gaza tertulis.

Zuhair menyebut rakyat Palestina kini tidak butuh wacana, melainkan aksi nyata untuk menghentikan penjajahan dan penderitaan. Ia menyinggung catatan Amerika Serikat yang enam kali menggunakan hak veto di Dewan Keamanan PBB untuk menggagalkan resolusi gencatan senjata Gaza.

“Rencana Tuan Trump, mengapa ia menggunakan enam kali veto untuk menghentikan pembunuhan ini? Resolusi di Dewan Keamanan dimaksudkan menyelamatkan rakyat Palestina, bukan menghancurkan Israel. Namun mereka justru memveto,” tegasnya.

Menurut Zuhair, AS sejatinya bisa menjadi penengah bila benar-benar mau berlaku adil.  “Amerika mampu jika mereka mau. Kami berada di pihak yang benar, kami punya hak untuk berjuang melawan pendudukan,” katanya.

Bagi Dubes Zuhair, inti permasalahan bukanlah sekadar membicarakan rekonstruksi Gaza, tetapi memastikan pengakuan atas hak rakyat Palestina untuk merdeka. “Amerika, jika berbicara tentang demokrasi dan hukum kemanusiaan, seharusnya segera bertindak, bukan hanya melontarkan rencana,” tambahnya.

Skeptisisme terhadap rencana ini muncul dari banyak pihak. Di Indonesia, baik pengamat maupun diplomat Palestina menilai proposal Trump justru memperpanjang dominasi Israel dan Amerika Serikat di kawasan.

Pengamat sosial ekonomi dan keagamaan Anwar Abbas menilai usulan tersebut tidak akan menyelesaikan konflik Israel–Palestina, melainkan sarat tipu daya politik. “Board of Peace yang dipimpin langsung oleh Trump jelas tidak bisa dipercaya, karena sikap dan pandangan dia tentang Israel dan Palestina akan sangat memengaruhi keputusan badan tersebut,” ujar Buya Anwar, Selasa (30/9).

Ia mempertanyakan komitmen Amerika jika Gaza berhasil dibangun kembali. “Apakah wilayah itu akan diserahkan kepada negara Palestina? Jawabannya tentu saja tidak, karena Amerika sebagai sekutu utama Israel jelas tidak akan mau menyerahkannya,” tegas Anwar.

Back to top button